Eks pegawai Baznas Jabar jadi tersangka usai bongkar dugaan korupsi – Bagaimana negara mengelola potensi zakat lebih dari Rp300 triliun?

Sumber gambar, Syahrir Maulana/Getty
Melaporkan dugaan korupsi dana zakat, eks pegawai Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) Jawa Barat dijadikan tersangka oleh polisi. Dia dituduh membocorkan rahasia lembaga yang dibentuk oleh pemerintah itu. Dukungan pun mengalir kepadanya. Mengapa kasus ini dianggap sebagai puncak gunung es terkait pengelolaan zakat di Indonesia?
Tri Yanto, bekas Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jabar, dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Polda Jabar, Tri menyebarkan sejumlah dokumen elektronik rahasia milik Baznas Jawa Barat.
Dia diduga tanpa hak telah mengakses, memindahkan, serta menyebarkan sejumlah dokumen elektronik rahasia milik Baznas Jabar.
Tri kemudian dilaporkan oleh pejabat Baznas ke Polda Jabar pada awal Maret 2025 lalu.
Akhir dari Paling banyak dibaca
Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, Tri Yanto menolak segala tuduhan tersebut.
Menurutnya, tidak ada satu pun dokumen yang dia bagikan ke publik, kecuali atas permintaan dan kepada pengawas internal Baznas RI dan Inspektorat Jawa Barat.
Ini dilakukannya sebagai bagian dari kelengkapan bukti pendukung atas surat aduannya.
“Saya tidak menyebarkan dokumen rahasia tersebut,” kata Tri Yanto, Rabu (28/05).

Sumber gambar, tribunnews.com
Para pegiat antikorupsi dan LSM menganggap apa yang dialami Tri Yanto sebagai upaya kriminalisasi terhadap pelapor (whistleblower) kasus dugaan korupsi.
Pasalnya, Tri selama ini melaporkan dugaan penyelewengan dana zakat senilai milyaran Rupiah di Baznas Jabar.
Tuduhan ini telah dibantah oleh Baznas Jabar.
Bagaimanapun, pengamat menganggap terungkapnya kasus ini merupakan fenomena ‘gunung es’ terkait sengkarut pengelolaan zakat di Indonesia.
Seperti diketahui, potensi dana zakat di Indonesia diperkirakan Rp300-an triliun—setara kira-kira 10% jumlah APBN.
Bagaimana kasus ini bermula?
Tri Yanto bekerja di Baznas Jawa Barat sejak 2018.
Pada 2021, ketika keluar laporan keuangan, dia mulai mencium dugaan adanya penyelewengan.
Berdasarkan aturan, demikian Tri Yanto, biaya operasional Baznas seharusnya tak boleh melebihi 12,5%.
“Setelah kita lihat laporan keuangan, (biaya) itu bisa mencapai 20 persen,” katanya saat dihubungi BBC News Indonesia, Rabu (28/05).
Total jenderal jumlah dugaan penyelewengan dana dari 2021 hingga 2023 mencapai Rp9,8 miliar, ujarnya.
Biaya operasional itu, katanya, meliputi sewa mobil yang melonjak dari sekitar sebelas jutaan rupiah menjadi ratusan juta.

Sumber gambar, Situs Baznas/Detikcom
Kemudian ada penambahan karyawan baru yang melonjak dari 30 menjadi 50 karyawan pada 2021-2022.
“Kemudian ada penambahan tunjangan, perjalanan dinas, dll. Jadi saya melihat ini agak ugal-ugalan menggunakan dana zakat yang harusnya disalurkan ke masyarakat dalam bentuk dana fisabililah,” ungkap Tri.
Atas upayanya mengungkap masalah ini, Tri mendapat beberapa surat peringatan dari pimpinannya.
Dan puncaknya pada Januari 2023, dia di-PHK dengan alasan indisipliner dan efisiensi.
“Kalau indisipliner, itu memang saya pernah mendapatkan surat peringatan. Tapi itu pun juga dalam rangka saya mencoba mengingatkan ada indikasi penyelewengan dana zakat atau korupsi di Basnas Jawa Barat,” ujar Tri Yanto.
Soal efisiensi juga tak begitu tepat, katanya, untuk dijadikan alasan PHK dirinya.
“Karena di saat saya diberhentikan itu masih ada sekitar 12 karyawan kontrak. Seharusnya kalau efisiensi ada terlebih dahulu memberhentikan karyawan kontrak,”
“Jadi saya melihat ini PHK atau pemecatan ini lebih pada untuk ketidaksukaan like and dislike terhadap kami yang mencoba mengingatkan Baznas Jawa Barat.”
Apa kata Baznas Jawa Barat?
Dikutip dari Kantor berita Antara, Wakil Ketua IV Baznas Jabar, Achmad Faisal, mengatakan dugaan korupsi yang dituduhkan kepada pihaknya sudah ditindaklanjuti.
Tindakan itu dilakukan berupa audit investigatif oleh inspektorat provinsi Jawa Barat dan audit khusus oleh Divisi Audit dan Kepatuhan Baznas RI, ujarnya.
“Dan hasilnya sudah keluar secara resmi yang menyatakan bahwa semua tuduhan tidak terbukti,” kata Achmad, Selasa (27/05).
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, sambungnya, Baznas Jabar juga secara rutin diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) independen dengan predikat “wajar”.
“Baznas Provinsi Jabart juga sudah diaudit syariah oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI dengan hasil efektif dan transparan,” tambah Achmad.

Sumber gambar, ADEK BERRY/AFP via Getty Images
Menurutnya, hasil audit selama ini tidak pernah menunjukkan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana zakat, infak, dan sedekah.
Selain itu, demikian Achmad, Baznas Jabar juga sudah menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (ISO27001:2016).
Pihaknya juga disebutnya mendapat predikat “informatif” sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam rilis bertanggal 7 Februari 2025 yang diperoleh BBC News Indonesia disebutkan pada 2023, Baznas Jawa Barat dituduh menyelewengkan dana Hibah Bantuan Tidak Terduga Covid 19 Tahun Anggaran 2020, sebesar Rp11,7 milyar.
Tuduhan tersebut ditindak-lanjuti dengan audit khusus investigatif yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah Jawa Barat di bulan Maret 2024.
Hasil audit keluar pada 26 Juni 2024 dan menyatakan tuduhan itu tidak terbukti.

Sumber gambar, Pojoksatu/istimewa
Baznas RI, yang menerima aduan serupa, juga menggelar audit investigatif ke Baznas Jawa Barat.
Hasil audit Baznas Republik Indonesia keluar pada 15 Juli 2024 dan menyatakan tuduhan tidak terbukti.
Pada 2024, Baznas Jawa Barat kembali dituduh menyelewengkan dana Fi Sabilillah sebesar Rp9,8 milyar dalam kurun waktu tiga tahun untuk kepentingan operasional.
Setelah muncul tuduhan itu, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama melakukan audit khusus kesesuaian syariah terhadap Baznas Jawa Barat pada Juni 2024.
Hasilnya, nilai kepatuhan syariah oleh Baznas Jawa Barat adalah sebesar 86,73 yang berarti efektif dan nilai transparansi sebesar 87,50 artinya transparan.
Apa kata pegiat antikorupsi?
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengatakan telah terjadi pelanggaran terhadap hak atas perlindungan whistleblower dalam kasus Tri Yanto.
Mereka merujuk pada Pasal 33 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang merupakan derivasi dari UN Convention Against Corruption Pasal 32-33.
Selain itu, terdapat pelanggaran atas hak atas proses hukum yang adil seperti tertuang dalam pasal 14 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
“Di mana terjadi ketimpangan akses keadilan antara pelapor (individu) dengan institusi kuat seperti Baznas,” kata Kepala Bidang Kampanye & Jaringan LBH Bandung Fariz Hamka Pranata kepada Tempo, Rabu (28/05).
LBH Bandung, menurut Fariz, juga menilai ada pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berekspresi seperti yang tertuang dalam pasal 19 ICCPR yang dibatasi melalui pemidanaan UU ITE.

Sumber gambar, Getty Images
Sementara, menurut Ketua Indonesia Zakat Watch, Barman Wahidatan Anajar, apa yang dialami Tri Yanto merupakan “pukulan telak bagi pengawasan tata kelola, khususnya tata kelola zakat di Indonesia”.
“Ketika whistleblower dikriminalisasi seperti ini, maka ini merupakan sebuah ancaman serius untuk demokrasi kita di Indonesia,” kata Barman kepada BBC Indonesia, Rabu (28/05).
Secara terpisah, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, alih-alih dijadikan tersangka, seharusnya Tri Yanto diberikan perlindungan sebagai pelapor tindak pidana korupsi.

Sumber gambar, Getty Images
ICW dalam rilis persnya menyebut, hal itu tercantum dalam Pasal 33 United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
Pelindungan pelapor dipertegas kembali pada Pasal 2 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sumber gambar, Khoidir Idir/Getty
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa peran serta masyarakat diwujudkan, salah satunya dalam bentuk hak untuk memperoleh pelindungan hukum.
Atas pertimbangan itu ICW mendesak agar Polda Jawa Barat mengeluarkan SP3 terhadap Tri dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan perlindungan bagi whistleblower.
Berbagai kasus penyelewengan di Baznas
Berdasarkan pemantauan ICW hingga saat ini ada enam kasus korupsi dana zakat yang menyeret 13 pelaku.
Kerugian keuangan negara dalam kasus-kasus ini mencapai Rp12 miliar pada tahun 2011 hingga 2024.
Enam pelaku di antaranya merupakan pengurus BAZNAS, mulai dari jabatan ketua, wakil ketua, hingga bendahara.
Baznas Kabupaten Tasikmalaya juga mendapatkan sorotan terkait penyaluran dana hibah 2023 sebesar Rp4,4 miliar.
Masalahnya, Rp1,4 miliar di antaranya digunakan digunakan untuk membeli lima mobil operasional pimpinan.
Pada Januari 2025, pengadilan tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jambi juga mulai menyidangkan kasus penyimpangan penggunaan dana zakat, infaq, dan sedekah untuk kepentingan pribadi pada Baznas Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun anggaran 2016-2021.
Kasus ini menyeret bendahara Baznas Tanjabtim dengan nilai Rp1,2 miliar.
Pada September 2024, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu menjatuhkan vonis satu tahun delapan bulan penjara kepada terdakwa Ketua Baznas Kabupaten Bengkulu Selatan periode 2019–2020 Mudin Ahmad Gumai dalam kasus korupsi dana ZIS.
Berapa potensi zakat di Indonesia?
Kajian Pusat Kajian Strategis Baznas, lembaga riset di bawah Baznas yang secara spesifik melakukan kajian mendalam tentang potensi zakat menyebut potensi zakat di Indonesia mencapai Rp327 triliun rupiah per tahun.
Ini kira-kira 10% jika dibandingkan dengan angka APBN 2024 yang mencapai Rp3.325,1 triliun.
Pada 2023, realisasi zakat menurut data Baznas RI mencapai angka Rp33 triliun, seperti dikutip Antara.
Baznas menargetkan realisasi zakat pada 2024 mencapai Rp41 triliun.
Berapa banyak dana zakat yang bisa digunakan untuk kebutuhan pengelola?
Secara resmi, dengan potensi jumbo semacam itu, zakat dikutip oleh Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia atau Baznas RI.
Baznas adalah badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001.
Baznas memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah pada tingkat nasional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menyebut Baznas sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri agama.
Baznas terdiri dari Baznas pusat, provinsi, kota, dan kecamatan.
Undang-Undang No.8 2001 juga mengakui dua jenis organisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat atau swasta dan dikukuhkan oleh pemerintah.

Sumber gambar, Getty Images
Ini belum menghitung berbagai panitia zakat yang dibentuk di masjid-masjid atau di tingkat lokal.
Untuk operasional, badan atau lembaga zakat bisa mengambil dana zakat yang mereka terima sebanyak maksimal 12,5%.
Angka ini bersumber dari tafsir atas fikih klasik yang menyebutkan ada hak amil (pengelola zakat) yang bisa mencapai seperdelapan dari total zakat yang terkumpul, yang setara dengan 12,5%.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat dan Peraturan Baznas—sebagai lembaga resmi pemerintah yang mengelola zakat—nomor 1 Tahun 2016 juga menyebutkan angka yang sama.
Ini juga diperkuat dengan Keputusan Menteri Agama RI No. 606 Tahun 2020.
Jumlah persentase inilah yang dilampaui oleh Baznas Jawa Barat, dalam kasus laporan Tri Yanto.
Bagaimana mengawasi pertanggungjawaban pengelolaan zakat?
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Pasal 17 UU 23 Tahun 2011 menyebut Baznas wajib menyusun laporan keuangan dan laporan kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan pemerintah.
Pasal 18 menyebutkan penggunaan dana zakat harus sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 19 Baznas wajib menyampaikan laporan pengelolaan zakat secara berkala kepada menteri agama dan masyarakat. Laporan tersebut harus memuat informasi lengkap mengenai penerimaan, pengeluaran, dan distribusi dana zakat. Menteri agama juga berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Baznas.
Pasal 20 menyebut akuntabilitas diwujudkan melalui penyusunan laporan keuangan yang diaudit oleh auditor independen. Hasil audit dan laporan keuangan harus dipublikasikan secara terbuka agar masyarakat dapat mengawasi penggunaan dana zakat.
Pasal 21 menyebut jika ditemukan penyalahgunaan dana zakat atau pelanggaran terhadap ketentuan pengelolaan zakat, Baznas dan pengurusnya dapat dikenai sanksi administratif dan pidana sesuai peraturan perundang-undangan.
Regulator merangkap operator: Tumpang tindih pengelolaan zakat di Baznas?
Namun, berbagai penyimpangan di tubuh Baznas menurut Ketua Indonesia Zakat Watch, Barman Wahidatan Anajar, terkait dengan tumpang tindihnya fungsi dan lemahnya pengawasan terhadap Baznas.
Termasuk sebabnya, kata dia, adalah mekanisme penunjukan para anggota Baznas yang dinilainya sarat kepentingan.
“Prinsip JR [judicial review] yang sedang kita lakukan adalah berangkat dari kegelisahan bagaimana pengawasan yang lemah dalam pengelolaan zakat di Indonesia,” kata Barman merujuk pada gugatan IZW bersama dengan lembaga-lembaga amil zakat yang lain.
Permohonan gugatan ini masih berlangsung dan diajukan Muhammad Jazir, Ketua Dewan Syuro’ Masjid Jogokariyan Yogyakarta dan Indonesia Zakat Watch yang diwakili oleh Barman Wahidatan dan Yusuf Wibisono selaku ketua dan sekretaris umum IZW.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
“Dalam postur UU 23 Tahun 2011 itu Basnas ini memiliki fungsi yang sangat banyak, fungsi ganda. Yang bisa kita dalam bahasa hukumnya mungkin menjadi superbody, karena mereka punya fungsi perencanaan, fungsi pengelolaan, fungsi operatornya, auditornya juga ada” kata Barman.
Peraturan Pemerintah 14 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Baznas bertanggung jawab kepada presiden, lewat kementerian agama. Tapi kata Barman, “dalam hal ini praktiknya Kemenag juga tidak fokus dalam mengawasi dan membina Baznas.”
Dengan dana zakat yang superjumbo—Baznas menghimpun Rp33 triliun atau hampir satu persen dari APBN— dan kedudukannya sebagai lembaga negara yang mandiri, kata Barman, sudah semestinya Baznas diawasi badan pengawas keuangan negara,
“Mereka itu sebetulnya harus dan wajib diaudit oleh BPK atau BPKP,” ujar Barman sembari menambahkan bahwa Baznas kerap juga menerima dana hibah yang bersumber dari APBN dan APBD.

Sumber gambar, Anton Raharjo/Anadolu Agency via Getty Images
Sebagai operator, Baznas kata Barman juga wewenang untuk memberikan rekomendasi pemberian izin terhadap operator zakat lainnya.
“Rekomendasi ini bersifat harus, [dan] kesannya menjadi seperti algojo. Jadi tanpa rekomendasi maka izin [pendirian LAZ] ini tidak akan dilanjut oleh Kemenag.”
Kelemahan lainnya, kata Barman adalah mekanisme pemilihan komisioner Baznas, “Kita harus ingat bahwa [komisioner] Baznas itu dipilih oleh presiden.
Kemudian di daerah itu dipilih oleh gubernur, wali kota, dan bupati,” dengan begitu kata Barman penunjukan ini rawan konflik kepentingan.
“Bagaimana nanti zakat ini tergeser kepada zakat elektoral, karena akan ada politik balas budi dan semacamnya?”
BBC Indonesia sudah berusaha menghubungi Ketua Baznas RI, Noor Ahmad.
Tapi hingga tulisan ini diturunkan, permintaan konfirmasi belum dijawab.
Kementerian Agama berbenah?
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, mengatakan kementerian agama secara berkala terus melakukan pengawasan secara berkala untuk memastikan tata kelola terkait zakat bisa dilakukan dengan baik,
“Kementerian Agama juga melakukan pengawasan, baik kepada Basnas yang ada di pusat maupun kepada [Baznas] provinsi, dan kabupaten kota.”
“Tentu kalau kami melakukan pengawasan kan tidak mungkin satu persatu. Secara berjenjang kami di wilayah masing-masing punya tugas untuk pengawasan. Misalnya kalau itu tingkat [Baznas] kabupaten, kementerian agama di wilayah kabupaten tersebut juga melakukan pengawasan,” ujar Abu Rokhmad.
Untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dalam penunjukan pejabat Baznas, kementerian agama kata Abu Rokhmad sedang ‘merapikan’ perancangan peraturan Menteri Agama terkait dengan tim seleksi Basnas.
“Kami berharap dengan adanya PMA [peraturan menteri agama] ini nanti proses rekrutmennya akan jauh lebih baik. Dan kami berharap juga nanti akan mendapatkan sosok pimpinan Baznas di semua tingkatan yang terbaik. Jadi mereka juga memiliki integritas.”
Abu Rokhmad berjanji kementeriannya akan melakukan pengawasan yang lebih intensif lagi setelah tuduhan penyelewengan di Baznas Jawa Barat. Dengan itu dia berharap kepercayaan publik terhadap pengelola zakat tetap terpelihara.
Bagaimana Lembaga Amil Zakat swasta mengelola pertanggungjawabannya?
Dompet Dhuafa telah berdiri sejak 1993 dan menjadi salah satu lembaga amil zakat terbesar di Indonesia.
Dana kelolanya juga lumayan jumbo, “kurang lebih sekitar Rp380 miliar,” kata Ahmad Juwaini, ketua dewan pengurus Dompet Dhuafa.
Sama seperti LAZ lainnya, Dompet Dhuafa juga punya kewajiban memberikan laporan, selain menerbitkan laporan keuangannya secara berkala untuk publik,
“Yang pertama adalah [kepada] kementerian agama, ini yang paling mempunyai hak yang paling besar, dan paling kuasa. Dan yang kedua, ada Baznas.”
Laporan keuangan lembaga diaudit oleh kantor akuntan publik.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko
“Di tahun-tahun awal, kita bahkan menggunakannya [kantor akuntan kategori] Big Ten ya.” Tapi sekarang, karena biayanya bengkak, kantor akuntan yang tepercaya masih digunakan.
Kementerian agama kata Juwaini juga melakukan audit syariah.
“[Mereka] langsung mengaudit mendatangi kita gitu loh, minta laporan, kemudian dia datang ke kita, mengecek, mengkonfirmasi data-data yang kita miliki,”
Secara internal Dompet Dhuafa juga memiliki Dewan Pengawas Syariah.
“Kalau sesuatu sudah diputuskan Dewan Syariah tidak boleh, ya tidak boleh. Kita enggak ada pilihan lain. Kita harus mengikuti.”
Dompet Dhuafa juga menyertakan program pembinaan untuk program beasiswanya.
“Kita sudah punya pengalaman memberi biasiswa dari mulai level hanya sekedar bagi-bagi uang,”
Pembinaan adalah salah satu upaya lembaga agar penerima dananya mencapai kemandirian dan berdampak.
“Jangan sampai anak beasiswa Dompet Dhuafa suatu hari jadi koruptor, misalnya, Itu kan malu banget gitu loh.”