‘Misi saya adalah menyebarkan kesadaran tentang kuliner Indonesia sejauh mungkin’
Satu piring nasi serta ayam geprek lengkap dengan sambal dan acar kini bisa ditemukan di satu restoran pan-Asia di seluruh Kerajaan Bersatu (United Kingdom/UK) dan di sejumlah tempat di Amerika Serikat. Di balik menu ini, ada sosok perempuan muda Indonesia, Rahel Stephanie.
Ketika tiba di London pada 2013—sebagai mahasiswi bisnis fesyen—Rahel mengatakan sulit mendapat “makanan Indonesia autentik” di ibu kota Inggris ini.
“Di London, jauh dari tanah kelahiran, memasak menjadi cara saya membangun komunitas dan menemukan keluarga kedua,” cerita Rahel.
Pada 2019, Rahel memberanikan diri mengajak teman-temannya mencicipi berbagai kuliner Indonesia dengan mendirikan Spoons Supper Club (jamuan makan berbayar).

Sumber gambar, Rahel Stephanie
Ia menyewa gudang di London utara dan menjual tiket sendiri melalui jejaring yang masih terbatas.
Akhir dari Paling banyak dibaca
Hanya dalam waktu satu tahun—setelah sempat diselingi lockdown karena Covid-19—”antusiasme dan keingintahuan yang besar” dari para tamu, membuat tiket Spoons, “terjual habis dalam hitungan menit.”
Nama Spoons menyebar cepat dari “mulut ke mulut”.
Pengalaman kuliner yang unik ini kemudian dilirik oleh jaringan restoran pan-Asia di UK dan Amerika Serikat, Wagamama, yang memburu Rahel.
“Saya enggak punya restoran. Tapi menu saya sekarang ada di seluruh Inggris dan [sejumlah tempat] di Amerika Serikat. Itu mimpi yang enggak pernah saya bayangkan,” tutur Rahel menyebut capaian terbesarnya sejauh ini.

Sumber gambar, Jade Ang Jackman for Wagamama
Siapa yang menurutnya berjasa di balik keberhasilan ini?
“Bunda-bunda Indonesia di YouTube yang berbagi trik dan tips masakan,” kata Rahel.
“Saya berhutang budi pada mereka, ini semua karena bunda-bunda Indonesia,” tambahnya.
Ada satu hal yang ingin ia tekankan dalam setiap sajian kuliner Indonesia, yang masih sangat jauh tertinggal popularitasnya dibandingkan makanan negara Asia Tenggara lain seperti Thailand dan Vietnam.
“Narasi itu memang sebuah elemen penting, saya mengerjakan ini bukan hanya berbagi makanan lezat, tapi juga perkenalkan variasi makanan yang luas.”
“Saya selalu membuat konteks, jadi orang langsung bisa mengaitkan asal makanan dari mana.”

Sumber gambar, Rahel Stephanie
Dari bunda-bunda Indonesia di YouTube sampai ke jaringan restoran skala nasional
Saat pertama tiba di London pada 2013 dan jauh dari tanah kelahiran, memasak jadi penyambung rindu Rahel dengan kampung halaman.
Tanpa latar belakang masak, bunda-bunda Indonesia yang berbagi resep di YouTube, menjadi guru terbesar dan inspirasinya.
“Yang sangat saya sukai adalah bagaimana mereka merepresentasikan masakan secara autentik, apa adanya, tanpa dibuat-buat, tanpa gaya yang mengada-ada.”
“Itu sangat menginspirasi saya dan cara itu yang ingin saya pakai juga,” ceritanya.
“Saya berutang pada mereka, guru terbesar saya.”

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Berbekal pengetahuan dari bunda-bunda Indonesia ini, salah seorang teman mengusulkan ia menyajikan makanannya melalui supper club—konsep pengalaman bersantap yang mengedepankan aspek sosial dan kebersamaan.
Nama supper club-nya, Spoons, diambil dari alat makan yang paling umum digunakan di Indonesia—sendok.
“Sederhana, tapi khas,” katanya.
Ia menyewa gudang di London utara untuk supper club pertama.
Menunya? Tahu balado, pisang goreng, hingga rendang dan urap sayur.

“Saya ingin menunjukkan bahwa masakan Indonesia sangat beragam, bukan hanya dari satu daerah.”
Tapi sebelum mengadakan supper club ketiga, pandemi Covid-19 melanda. UK menerapkan lockdown pada akhir Maret 2020.
Kantor tempat Rahel bekerja merumahkan semua karyawan.
Tapi perempuan berusia 30 tahun ini justru memutuskan untuk fokus penuh waktu ke dapur.
“Waktu itu saya pikir: ‘Udah lah, lanjut aja’. Dan sejak itu, nyaris enggak pernah berhenti.”
Menyebar cepat lewat jualan nasi kotak saat Covid
Di awal lockdown, Rahel mengatakan ia sempat mengadakan penggalangan dana untuk Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) dengan menyediakan nasi kotak di sekitar tempat tinggalnya saat itu, Hackney.
“Waktu lockdown orang banyak yang cari aktivitas, dan saya membuat makanan kotak, dan banyak yang ingin coba-coba.”
Selama sekitar dua tahun, ia terus melanjutkan penjualan makanan kotak.
“Saya benar-benar menikmati, bukan hanya menikmati masak, tapi juga berbagi makanan Indonesia dengan komunitas di seputar saya.”
Makanan Indonesia di kotak ini menyebar cepat “dari mulut ke mulut secara sangat organik dan membuat orang semakin penasaran.”

Sumber gambar, Rahel Stephanie
“Konsumennya sebagian besar orang lokal tapi melalui Spoons saya mulai mengenal masyarakat Indonesia yang ada di London juga.
Rahel mengaku sebelumnya tidak banyak mengenal komunitas Indonesia di sekitarnya. Namun, melalui platform ini, dia merasa terbantu untuk membangun koneksi dengan komunitas Indonesia di dekat tempat tinggalnya.
“Dan juga terhubung dengan komunitas dari negara Asia Tenggara lain, yang merasa selaras dengan misi dan pesan yang saya sebarkan.
“Cara saya mengangkat warisan dan budaya saya, sangat apa adanya.”
Salah seorang yang mengingat Rahel di saat awal adalah Rohani binti Harun, warga Inggris keturunan Malaysia.
“Saya menemukan Spoons secara enggak sengaja di Instagram. Saya sendiri setengah Malaysia, dan saat itu belum pernah melihat ada chef perempuan muda dari Asia Tenggara yang menonjol,” ujarnya.
Sejak itu, Spoons langsung melekat di ingatan Rohani. Namun baru beberapa tahun kemudian perempuan itu akhirnya bisa bertemu langsung dengan Rahel.
“Dia benar-benar representasi budaya yang luar biasa, dan dampaknya sangat luas,” kata Rohani.
Sementara salah seorang yang memesan nasi kotaknya ketika itu adalah Catherine Bird.
“Saya pertama kali tahu soal Spoons dari mantan pacar saya. Waktu itu masa pandemi, dan dia tunjukan akun Instagram Rahel ke saya.”

Sumber gambar, Rahel Stephanie
“Kami pesan makanan lalu kami makan di taman. Rasanya luar biasa, sejak itu kami jadi berteman,” cerita Catherine.
Setelah lockdown dicabut, tiket supper club milik Rahel ludes terjual dalam hitungan menit.
Salah satu tempat supper clubnya, termasuk Carousel—ruang kreatif kuliner di London yang dikenal sebagai inkubator bagi koki dari berbagai penjuru dunia.
Di situlah, Mike Daw, wartawan harian sore London, The Evening Standard, ketika itu pertama kali mencicipi masakan Indonesia.
“Itu pertama kalinya saya mencoba masakan Indonesia, di supper club Rahel di Carousel.”
Saat ini, Mike Dow adalah editor di Great British Chefs, platform digital tempat berbagi resep dan cerita seputar chef dan. dunia kuliner.
“Saya masih ingat dua meja panjang besar tempat kami menyantap makanan.”
“Rahel adalah tuan rumah yang luar biasa. Ia memperkenalkan setiap hidangan dengan sentuhan pribadi dan cerita-cerita yang sangat personal,” kata Mike.
Hal itulah, menurut Mike, yang membuat pengalaman kuliner yang diinisiasi Rahel berbeda dengan yang lain.
“Banyak chef pop-up lain memasak untuk membuktikan sesuatu atau menarik pelanggan, Tapi Rahel, dia datang untuk bercerita,” ujarnya.
“Dan itulah yang membuat dia dan supper club-nya benar-benar unik.”

Sumber gambar, Rahel Stephanie
Bangga menyajikan masakan Batak
Cerita Rahel tentang masakan Indonesia seperti yang diingat Mike Daw menjadi elemen penting bagi perempuan berdarah Batak ini dalam menyajikan makanan.
Diakui Rahel, banyak yang datang ke Spoons sebagai pengalaman pertama mereka makan makanan Indonesia.
“Mereka selalu kaget, kenapa enggak pernah saya coba, kenapa kurang diketahui. Apalagi saya informasikan Indonesia negara besar, 17.000 pulau dan banyak jenis makanan.”
“Saya mencoba mengangkat masakan saya dengan tidak setengah-setengah, saya coba menyanyikan se-autentik mungkin,” jelas Rahel.

Sumber gambar, Jade Ang Jackman for Wagamama
Masakan buatannya, kata Rahel, tak melulu makanan tradisional. Namun baginya yang tak kalah penting adalah narasi dan pesan yang dia sampaikan soal makanan tersebut.
Ia mencontohkan tempe, yang banyak dikira orang “temuan vegan kontemporer.”
“Saya cerita, makanan ini sudah berumur berabad-abad, sesuatu yang dibuat oleh masyarakat Jawa. Jadi banyak segi edukasi yang saya coba komunikasi lewat makanan.”
Dari sekian ragam makanan yang ia sajikan, yang paling sering ia buat termasuk sambal matah khas Bali, gulai dan rendang Padang, serta urap sayur Jawa.
Perempuan keturunan Batak ini juga kerap membuat masakan Batak. Sayangnya, bahan-bahan makanan itu sulit didapat di Inggris.
Namun jika kembali ke Indonesia, dia tak lupa membawa andaliman untuk disajikan di supper club miliknya.
“Sangat senang rasanya, bisa memperkenalkan cita rasa Batak ke orang-orang di Inggris.”
Banyak orang di UK, kata Rahel, membandingkan andaliman dengan sichuan pepper corn karena sama-sama membuat kebas mulut usai mengunyahnya.
“Tapi aroma dan rasanya benar-benar berbeda dari yang lain, dan ketika orang mencicipinya untuk pertama kali, mereka sampai kaget, seperti, ‘Wah, saya belum pernah coba yang seperti ini.'”
“Bisa berbagi pengalaman itu dengan orang-orang di sini rasanya sangat membahagiakan.”

Sumber gambar, Rahel Stephanie
Dicari Wagamama yang menyebutnya legenda supper club
Keunikan Rahel menampilkan menu masakan Indonesia melalui narasi inilah yang menarik perhatian Wagamama, jaringan restoran pan-Asia di Inggris yang dibuka pada 1992.
Dituturkan oleh Rahel, jaringan restoran itu mengajaknya bekerja sama untuk menyediakan menu makanan Indonesia di menu Wagamama.
Oleh Wagamama, Rahel diberi keleluasaan untuk memilih menunya.
“Saya terpikir ayam geprek, itu kan enak banget, dengan bumbu dimarinasi, disediakan dengan sambal.”
Untuk menemani ayam geprek buatannya, dia menyediakan sambal balado yang “kurang terlalu pedas tapi tetap enak”, katanya.
“Dan respons untuk menu itu sendiri, bagus sekali,” kata Rahel.

Sumber gambar, Jade Ang Jackman for Wagamama
Para April 2024, ayam geprek menjadi menu pertama masakan Indonesia di Wagamama.
Menu ini hanya disajikan di satu cabang di Soho, di tengah kota London.
Namun karena banyaknya permintaan konsumen, jaringan restoran itu memutuskan untuk menyajikan ayam geprek di dalam menu mereka dalam skala nasional, di lebih 170 cabang di UK dan delapan di Amerika Serikat.
“Ini pertama kalinya mereka menyajikan masakan Indonesia dalam sejarah Wagamama,” ujarnya.
“Misi saya adalah menyebarkan kesadaran tentang kuliner Indonesia sejauh mungkin, dan bisa bekerja sama dengan pasar massal seperti ini, enggak pernah terbayang sebelumnya,” jelas Rahel.
“Bisa menjangkau audiens sebesar ini, sesuatu yang dulu bahkan enggak pernah saya impikan.”
Di tengah ini semua, Spoons tetap jalan dan Rahel mengatakan saat ini, ia lebih banyak menerima undangan dan sering menjadi chef tamu di luar UK, termasuk di Prancis, Jerman dan Australia.
Di luar sejumlah menu utama, hidangan penutup khas Indonesia yang banyak diburu adalah hasil eksperimennya sendiri, yakni pandan rashberry blondies—kombinasi unik dari kue pandan dan rashberry—yang banyak dicari para tamu tetapnya.

Sumber gambar, Rahel Stephanie
Mengejar ketertinggalan popularitas masakan Indonesia
Tapi justru karena itu, “sambutan yang saya terima selama ini penuh rasa penasaran yang positif.”
“Kalau lihat Thailand, mereka mendapat dukungan besar [dari pemerintah] dan sekarang jadi salah satu kuliner yang paling mapan di dunia.”
Kalau pemerintah Indonesia melakukan dukungan serupa dan menyediakan platform yang layak, menurut Rahel, “masakan Indonesia bisa jadi luar biasa hebat”.
“Dan menurut saya, masakan kita memang layak mendapat apresiasi itu.”
Lebih lanjut Rahel menjelaskan bahwa memperkenalkan masakan Indonesia kepada orang yang belum pernah mencobanya adalah momen favoritnya.
“Melihat reaksi mereka, dan betapa mereka menikmati setiap suapan, itu terasa sangat memuaskan buat saya.”
“Kalau saya bisa terus mengenalkan makanan ini ke lebih banyak orang, rasanya mimpi saya sudah tercapai.”
Tapi Rahel tahu, perjalanannya belum selesai.
“Pelan-pelan kita mulai maju,” katanya.
“Tapi masih panjang jalan sampai masakan Indonesia benar-benar mendapat panggung yang layak.”

Sumber gambar, Rahel Stephanie
Baginya, masakan bukan sekadar soal rasa. Tapi tentang warisan budaya yang kaya, dan layak dihargai.
“Setiap orang yang sudah mencicipi, selalu terkesan. Kalau diberi ruang, masakan kita bisa melangkah jauh.”
“Yang saya harap, orang bukan sekedar merasakan makanan lezat, tapi mempelajari cerita di balik makanan-makanan itu.”
Ke depan, kata Rahel, ia ingin membawa Spoons ke berbagai bentuk—pop-up, residensi, kolaborasi lintas disiplin—dan terus membuka ruang untuk makanan Indonesia tampil di panggung dunia.
Reportase oleh wartawan di UK, Endang Nurdin.