Pendulang emas berulang kali tewas di tengah konflik bersenjata Papua, siapa mereka dan mengapa ada di tengah hutan?

Sumber gambar, Getty Images
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) membuat klaim bahwa mereka telah membunuh 17 pendulang emas ilegal di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.
Kelompok milisi pro-kemerdekaan Papua itu menuduh para pendulang sebagai anggota TNI yang menyamar. Tuduhan ini dibantah TNI, termasuk dari keluarga korban.
Dalam keterangan terbaru, satuan tugas TNI-Polri mengatakan telah menyerahkan 16 jenazah kepada pihak keluarga.
Kasus serangan mematikan dari kelompok milisi pro-kemerdekaan Papua terhadap pekerja tambang illegal juga pernah terjadi tahun-tahun sebelumnya.

Sumber gambar, Ones
Otoritas di Indonesia telah melakukan penangkapan di beberapa titik penambangan emas ilegal, dan berjanji akan menutupnya. Namun langkah ini tak menghentikan kegiatan penambangan emas tak berizin.
Akhir dari Paling banyak dibaca
Peristiwa kekerasan berulang mengurai kembali kompleksitas tambang ilegal di Papua yang masih terus beroperasi, meski telah mendapat peringatan “potensi konflik cukup tinggi”.
Seorang peneliti mengaku khawatir keberadaan tambang emas ilegal yang dibiarkan akan berdampak pada kehidupan salah satu masyarakat adat paling rentan di Tanah Papua.

Sumber gambar, Dok. Satgas Ops Damai Cartenz
Satu dari 16 korban serangan mematikan TPNPB-OPM yang telah dievakuasi dan teridentifikasi bernama Ariston Kamma, warga Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Jenazahnya telah dievakuasi pada Jumat (11/04), dan telah dibawa ke kampung halaman untuk disemayamkan.
“Keluarga semua kaget,” kata Kevin Risallino sepupu Ariston.
Pihak keluarga, kata Kevin, “masih belum bisa menerima” kematian Ariston yang dibunuh secara sadis oleh TPNPB-OPM.
“Dua hari sebelum kejadian itu, atau satu minggu sebelum itu, istrinya masih video call [panggilan video]. Jadi kayak masih baru-baru saja, baru-baru berkomunikasi langsung tiba-tiba ada kabar seperti itu,” tambah Kevin.
Kevin dan keluarga besarnya mengenal Ariston sebagai sosok yang humoris dan pekerja keras. “Badannya saja itu kekar, bagaimana angkat sana angkat sini,” tambahnya.

Sumber gambar, Dok. Satgas Ops Damai Cartenz
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Kevin berkata, seperti sepupu-sepupunya lain yang bekerja sebagai petambang emas, Ariston memilih kegiatan tersebut karena dorongan ekonomi. “Harapan dari almarhum ini kan pasti bisa membantu dari segi finansial untuk orang tua di kampung, anak dan istri,” katanya.
Ia membantah klaim TPNPB-OPM yang menuding Ariston sebagai anggota TNI yang sedang menyamar atau menjadi mata-mata. Kata Kevin, Ariston adalah warga biasa dari kampung halaman yang sedang merantau. “Orang biasa kok yang cari makan,” katanya.
Setelah peristiwa ini, Kevin berharap sepupu-sepupunya yang masih bekerja sebagai pendulang emas untuk berhenti beraktivitas. Ke depan, ia menginginkan situasi yang aman di Papua agar tidak ada lagi korban jiwa dari masyarakat sipil.
Baca Juga:
“Bapak (Presiden) Prabowo lebih meningkatkan lagi, keamanan di sana, supaya orang-orang, yang mengajar, di pedalaman Papua itu bisa merasa aman, tidak merasa terganggu dengan penyerangan atau apa,” kata Kevin.
‘Nilai-nilai kemanusiaan sudah hilang’
Laurenzus Kadepa adalah mantan anggota DPR Papua dua periode (2014-2024). Selama menjabat anggota parlemen, ia kerap membuat peringatan di media tentang potensi konflik dari aktivitas tambang illegal di Papua.
Kepada BBC News Indonesia, Kadepa membagikan sejumlah tautan berita tentang sikapnya menolak tambang ilegal di Papua.
Salah satunya dimuat media lokal Jubi TV, Oktober 2023.
Saat itu, Kadepa merespons penyerangan OPM terhadap pendulang emas ilegal di Kabupaten Yahukimo yang menewaskan tujuh orang.
Pada 2021, dilaporkan juga tiga petambang ilegal tewas akibat serangan OPM di lokasi yang sama.
Ia menilai peristiwa kekerasan ini terus berulang lantaran aktivitas tambang emas ilegal dibiarkan terus beroperasi. Para pendulang beraktivitas, meski terang-terangan menghadapi risiko keamanan dari milisi pro-kemerdekaan.

Sumber gambar, BBC News Indonesia
“Jadi biasa [jatuh] korban, tapi aktivitas [tambang] jalan terus… Bagi saya kalau seperti itu, ini nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilainya moral, nilai-nilai etika sudah hilang,” kata Kadepa.
Menurutnya, pemberantasan tambang ilegal di Papua lemah, “Karena illegal mining itu kan menyangkut setoran”,” klaimnya.
“Itu mungkin karena pengaruh tambang emasnya. Tambang emasnya mungkin kualitasnya bagus atau banyak,” tambah Kadepa.
Lokasi kekerasan terbaru yang menewaskan 17 pendulang emas ilegal terjadi di kawasan Korowai. Nama Korowai diambil dari salah satu suku bangsa Papua yang menempati wilayah tersebut.

Sumber gambar, Laurenzus Kadepa
Tambang ilegal yang tersebar di Korowai terletak di antara lima kabupaten: Boven Digoel, Asmat, Mappi, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang. Aktivitas mereka berada di tengah hutan.
Hutan rimba dan medan yang terjal membuat lokasi ini kemungkinan hanya bisa diakses helikopter atau perjalanan kaki berhari-hari.
“Sekarang semua tambang-tambang ilegal itu berpotensi sudah tidak aman,” kata Kadepa kembali membuat peringatan.
Potensi kerugian negara puluhan miliar
Pada 2022, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Papua mencatat aktivitas tujuh lokasi tambang ilegal di Korowai. Setidaknya 3.000 petambang didatangkan menggunakan helikopter dan kapal ke lokasi pertambangan.
Di Provinsi Papua—saat ini sudah dimekarkan menjadi enam provinsi—sedikitnya terdapat 30 lokasi tambang ilegal. Tambang tak berizin itu tersebar di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Keerom, Waropen, Kota Jayapura, dan Boven Digoel.
Dalam perhitungannya, Dinas ESDM Papua menyebut potensi kerugian negara hingga Rp35 miliar per bulan dari aktivitas tambang ilegal ini.
Mantan Kepala Dinas ESDM Papua, Frets James Boray, tak menampik tambang ilegal yang terus tumbuh sampai sekarang.

Sumber gambar, Ones
“Dan saya pikir sama, Papua juga sama, pemasalahannya cuma di situ,” kata Frets yang sekarang menjabat sekretaris daerah Provinsi Papua Tengah.
Ia melihat permasalahan utamanya karena birokrasi memperoleh perizinan “tambang rakyat”. Pemerintah pusat memberi izin wilayah, dan pemda izin operasi. Oleh karenanya, banyak perorangan atau kelompok membuka lokasi tambang secara sembarang.
“Ilegal mining ini akan bertumbuh apabila banyak (pintu perizinan) yang mengurus. Harusnya kalau memang satu, kasih saja gubernurnya mengurus,” kata Frets.
Di Papua Tengah juga tersebar tambang emas ilegal. Kata Frets, lokasinya juga berada di tengah hutan yang sulit diakses transportasi kecuali helikopter dan berjalan kaki berhari-hari.
Baca Juga:
Frets mengeklaim keberadaan lokasi tambang di tengah hutan membuat pihaknya sulit melakukan pengawasan. Ia berkata para pekerja tambang ini didatangkan menggunakan helikopter.
Saat ditanya tentang sponsor utama dari para pendulang emas ilegal, Frets mengatakan, “Itu yang kami belum bisa mengetahui sampai ke sana, yang penting aktivitasnya itu ke sana.”
Ke depan, kata dia, Pemprov Papua Tengah berencana menganggarkan penyewaan helikopter, “mungkin satu tahun bisa empat kali”. Penyewaan heli ini untuk mengawasi dan mendata ulang jumlah lokasi tambang emas ilegal di wilayahnya.
“Yang jelas, gubernur kami akan menertibkan untuk periode saat ini. Dia sudah minta untuk ditertibkan. Tapi sama harus dikembalikan kepada rakyat yang punya hak,” kata Frets.

Sumber gambar, Ones
BBC News Indonesia mengirim pesan tulis kepada Gubernur Papua Pegunungan, John Tabo, untuk meminta komentar keberadaan tambang ilegal di wilayahnya. Namun, hingga artikel ini diterbitkan, dia belum memberikan respons.
Papua Tengah dan Papua Pegunungan adalah dua provinsi yang kabupatennya paling banyak ditetapkan sebagai wilayah perang oleh kelompok bersenjata TPNPB-OPM.
Wilayah tersebut meliputi Kabupaten Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Puncak Jaya, Intan Jaya, Dogiyai, Paniai, dan Deiyai. Ditambah lagi, Kabupaten Maybrat yang berada di Papua Barat.
Sungai kotor, dangkal dan diduga beracun
Selain sembilan kabupaten yang ditetapkan OPM sebagai wilayah perang, tambang emas ilegal juga bisa ditemui di wilayah lain di Pulau Papua.
Persoalannya bukan semata soal perizinan, tambang emas ilegal yang beroperasi disebut telah merusak lingkungan, mata pencarian hingga tradisi masyarakat adat.
Alat berat menggusur hutan, tanah dikeruk, dan limbah proses pendulangan emas yang dialirkan ke kali membuat ikan-ikan mati, serta tanaman mengering.
Liputan BBC News Indonesia pada 2018 mengungkap bagaimana Sungai Deiram di Boven Digoel berubah kecoklatan akibat tailing serta dugaan tercemar merkuri dari para pendulang emas ilegal di daerah tersebut.

Sumber gambar, Ones
Tambang emas ilegal di sekitar Sungai Deiram itu adalah satu dari sederet wilayah pendulang tak berizin di kawasan masyarakat adat Korowai.
Saksi mata di Boven Digoel yang berbicara kepada BBC News Indonesia berkata, para pendulang emas ilegal masuk ke kawasan hutan dengan menumpang helikopter.
Di beberapa lokasi tambang ilegal seperti Papua Barat, kepolisian melakukan penangkapan. Otoritas daerah kepada media berkali-kali mengungkapkan bakal menertibkan tambang emas ilegal.

Sumber gambar, ONes
Menanggapi tragedi berdarah baru-baru ini di kawasan Korowai, Kapolda Papua, Irjen Pol Patrige Renwarin menyerukan agar pemerintah daerah “menertibkan” lokasi penambangan emas yang dikelola secara ilegal.
“Lokasi penambangan yang saat ini terjadi gangguan keamanan dilaporkan dikelola secara ilegal sehingga hal itu menjadi salah satu perhatian dari Polda Papua,” kata Kapolda Papua Patrige Renwarin, Minggu (13/04) seperti dikutip Antara.
Ia juga menyampaikan petambang emas ilegal ini, “hampir seluruhnya pendatang, bukan orang asli Papua”.
Sementara itu, Juru Bicara Satgas Cartenz Kombes Yusuf Sutejo mengatakan pihaknya “akan lebih merespons perbuatan keji KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata—sebutan polisi untuk TPNPB-OPM)”.
Tambang emas di wilayah miskin
Namun langkah penegakan hukum dan janji-janji ini tidak serta merta menghentikan aktivitas penambangan emas ilegal yang masih meluas di Papua.
Di Korowai, dampak nyata dirasakan langsung oleh masyarakat adat setempat, Suku Korowai.
Liputan BBC News Indonesia mengungkap dugaan penggunaan air raksa beracun atau merkuri untuk membersihkan emas.
Zat yang dilarang penggunaannya oleh pemerintah ini, diduga ikut mengalir ke Sungai Deiram yang menjadi jalur transportasi termasuk sumber pangan seperti ikan dan udang.
Air sungai yang dulu bisa dikonsumsi ini juga diserap kebun sagu dan umbi-umbian Suku Korowai dan suku lainnya.

Sumber gambar, Getty Images
Antropolog yang meneliti Suku Korowai, Rhidian Yasminta Wasaraka, berkata, sebagian besar “Suku Korowai sebenarnya tidak terlalu suka” dengan keberadaan tambang emas. Mereka sudah berkali-kali meminta agar tambang ilegal di kawasan hutan mereka dihentikan.
Lokasi penambangan emas ilegal ini umumnya berada pada episentrum kemiskinan ekstrem di Tanah Papua. Kabupaten seperti Yahukimo, Pegunungan Bintang, dan Boven Digoel masuk kategori wilayah dengan angka kemiskinan paling tinggi seantero Indonesia.
Dian melanjutkan, keberadaan tambang emas ilegal tak membuat Suku Korowai memperoleh pembangunan sekolah, fasilitas kesehatan sampai jalur transportasi yang memadai.

Sumber gambar, Ones
“Berkah emas Korowai itu nggak sampai ke mereka,” kata Dian—sapaan Rhidian Yasminta Wasaraka.
Dian yang meneliti Suku Korowai sejak 2003, mengatakan butuh modal besar untuk membuka tambang emas di Korowai. Misalnya, untuk memperoleh satu titik lokasi penambangan harus membayar Rp50 juta kepada “tuan dusun”.

Sumber gambar, Belajar Praktik Kesetaraan dalam Budaya Suku Korowai/RHIDIAN YASMINTA WASARAKA
Sebagian petambang emas ilegal didatangkan dari luar daerah dengan biaya jutaan rupiah. Pengadaan mesin penyedot pasir berbahan bakar bensin, generator, ekskavator hingga kebutuhan logistik bagi para pendulang juga berbiaya tinggi—sebagian dikirim melalui helikopter.
“Masyarakat, tidak mungkin mereka punya uang sebanyak itu,” kata Dian.
Suku Korowai percaya kedudukan alam setara dengan mereka. Ketika mereka mengambil hasil alam dari hutan maupun sungai, mereka harus memberikan “timbal-balik”. Misalnya mereka memotong pohon sagu, maka jumlah yang digunakan harus ditanam kembali.
“Karena dia seperti timbangan. Ketika keseimbangannya nggak dijaga, ini pasti akan terjadi bencana,” jelas Dian.
Suku Korowai terkenal karena kemampuan membangun rumah (khaim) di atas pohon. Suku yang berada di selatan Papua ini memiliki nama asli Khofulo yang artinya manusia di hulu sungai.

Sumber gambar, Laporan Study Baseline Sosial Ekonomi De Vris,MA, P.J , dkk/Rhidian Yasminta Wasaraka
Nama Korowai merupakan pemberian para misionaris dari Gereja Reformasi Belanda yang pertama kali melakukan kontak dengan mereka pada 1977—salah satu suku terakhir di dunia yang hidup tanpa kontak dengan dunia luar.
Kehidupan suku berjuluk ‘Manusia Pohon’ menjadi magnet bagi turis mancanegara setidaknya pada periode 1996-2003. Saat itu, hampir tiap bulan sebanyak 10-15 turis yang datang ke lokasi mereka.
Setidaknya terdapat 60 judul film dokumenter mengabadikan budaya Suku Korowai.
Referensi ini berasal dari buku “Perempuan Perkasa: Belajar Praktik Kesetaraan dalam Budaya Suku Korowai” yang ditulis Dian alias Rhidian Yasminta Wasaraka.
Pemiskinan masyarakat adat
Dian juga mengakui tidak semua Suku Korowai menolak kehadiran tambang. Beberapa dari mereka bekerja sebagai pendulang emas, termasuk menjual hutannya untuk mendapatkan uang.
Kehadiran tambang emas ataupun perkebunan sawit membuat masyarakat Korowai terbelah antara pro dan kontra, tambah Dian. Di sisi lain, nilai-nilai tradisi dan budaya Korowai pun perlahan terkikis.
Dosen di Universitas Muhammadiyah Papua ini mengatakan sejak dikenalkan dengan perkebunan sawit dan tambang telah terjadi pergeseran, dimulai dari pola konsumsi Suku Korowai.

Sumber gambar, ONES
Sebagian dari mereka mulai mengenal uang dan menghabiskannya untuk belanja barang-barang konsumsi seperti baju, beras, telepon genggam dan lainnya sebagai “simbol kesuksesan”.
“Ketika (uang) habis maka mereka akan berusaha melakukan apapun supaya mendapatkan uang lagi, maka kalau bukan cari emas, ya mereka akan jual tanah,” katanya.

Sumber gambar, Walhi Papua
Tindakan ini bukan tanpa konsekuensi. Musababnya, setelah tanah dijual ruang memproduksi sagu, memperoleh buah-buahan dan hewan buruan dari hutan semakin terbatas.
“Ketika tidak memenuhi kebutuhan pangan, mereka akan menjadi… Mengalami gizi buruk anak-anak mereka,” tambah Dian yang melihat pergeseran ini sebagai proses “Pemiskinan masyarakat itu sendiri di tanah mereka.”
Dengan hilangnya pohon-pohon sagu yang berganti tambang atau perkebunan sawit, ia juga khawatir tradisi “Pesta Ulat Sagu” Korowai perlahan akan hilang.
Pesta Ulat Sagu merupakan tradisi penting bagi Korowai sebagai ruang penyelesaian konflik antar marga/keluarga, bayar denda, bayar mas kawin, dan lainnya.
“Ini warisan budaya dunia… Ini budaya rumah pohon, tinggal satu-satunya di dunia, sudah tidak ada lagi di tempat lain,” jelas Dian.
Ia menambahkan saat ini “Indonesia sedang menuju proses kehilangan salah satu budaya yang paling eksotis di dunia”.
Belasan jenazah sudah diidentifikasi
Satgas Ops Damai Cartenz bersama Tim DVI Polri mengumumkan hasil identifikasi jenazah ke-16 di lokasi muara Kum. Jenazah tersebut diidentifikasi bernama Ferdina Buma, pria asal Kampung Rumusu, Papua Tengah.
Total 16 jenazah yang diterima di RSUD DKI Yahukimo kini telah seluruhnya teridentifikasi dan diserahkan kepada keluarga masing-masing, menurut keterangan tertulis dari Satgas Ops Damai Cartenz, Rabu (16/04).
“Ini adalah tanggung jawab kami sebagai bagian dari Polri dan tim kemanusiaan. Kami hadir bukan hanya untuk memberi kepastian identitas, tapi juga untuk menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran negara di tengah duka,” kata Commander DVI sekaligus Karumkit RS Bhayangkara TK. II Jayapura, AKBP Romy Sebastian.
Kepala Ops Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Ramadhani menyampaikan penghargaan atas kerja cepat dan profesional dari tim DVI yang telah menyelesaikan proses identifikasi dengan penuh dedikasi.

Sumber gambar, Dok. Satgas Ops Damai Cartenz
“Kami sangat mengapresiasi kerja keras tim DVI Polri dan seluruh pihak yang terlibat. Ini adalah bentuk nyata dari komitmen Polri untuk selalu hadir memberikan kepastian dan pelayanan terbaik kepada masyarakat, aparat keamanan juga akan terus melakukan pengejaran terhadap para pelaku,” tegas Brigjen Faizal.
Selain itu, dua orang korban telah ditemukan dalam keadaan selamat di Tanjung Pamali. Keduanya telah dievakuasi ke Dekai dan saat ini sedang mendapatkan perawatan medis serta pendampingan psikologis, menurut keterangan Tim Gabungan Operasi Damai Cartenz.
“Selama proses evakuasi jenazah, berjalan dengan aman dan telah dilakukan proses identifikasi. Kami juga akan terus berupaya menemukan sisa korban lainnya serta terus melakukan pengejaran terhadap para pelaku,” kata Wakil Kepala Operasi Damai Cartenz 2025, Kombes Pol Adarma Sinaga, Senin (14/4).

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Satgas Operasi Damai Cartenz menegaskan “akan terus melanjutkan proses evakuasi, identifikasi korban, serta pengejaran terhadap para pelaku kekejaman yang mengancam keselamatan warga sipil”.
Sebelumnya, TPNPB membuat klaim bahwa sejak 6 April telah mengejar dan membunuh 17 pendulang emas di Kali Kabur, Yahukimo. Kelompok bersenjata itu menuduh para pendulang sebagai anggota TNI yang menyamar.
“Penambangan ilegal di Kali Kabur yang dilakukan oleh militer pemerintah Indonesia, mereka kerap kali melakukan pemantauan udara menggunakan drone dari Kali Kabur ke markas TPNPB,” ujar Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom.
Berdasarkan pemantauan drone TNI itu, pasukan TPNPB di bawah pimpinan Yosua Sobolim, Dejen Heluka, dan Karis Giban, Rabu (09/04), mencari pendulang emas. Sebby bilang, mereka “mengeksekusi mati” lima pendulang emas.
Kementerian Pertahanan membantah tuduhan TPNPB. Mereka membuat klaim, “tidak ada anggota TNI yang terlibat aktivitas penambangan emas ilegal di Papua”.
“Keberadaan TNI di Papua semata untuk menjalankan tugas konstitusional, yaitu memastikan keamanan nasional dan melindungi seluruh warga Indoneisa,” demikian pernyataan tertulis Kementerian Pertahanan, Kamis (10/04).
Meski begitu, Kemhan mengakui belasan orang yang tewas telah melakukan aktivitas penambangan ilegal.

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Kepolisian sejauh ini telah mengevakuasi 35 orang, diduga pendulang emas ilegal, ke Kampung Magul di Distrik Korowai, Kabupaten Asmat. Dua warga sipil disebut polisi disandera oleh TPNPB.
Lebih dari itu, kepolisian menyebut dua pendulang emas ilegal menyelamatkan diri dari serangan TPNPB menggunakan helikopter.
“Dari keterangan dua orang itu kami bisa melakukan perencanaan untuk melakukan evakuasi,” kata Kombes Yusuf Sutejo, Juru Bicara Satgas Cartenz.
Ada pula 12 pendulang emas ilegal melarikan diri dari lokasi dengan speedboat ke Pelabuhan Lompon. Sementara itu, delapan pendulang yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
Serangan mematikan yang diklaim oleh kelompok bersenjata TPNPB-OPM sebelumnya menewaskan delapan guru dan tenaga kesehatan (nakes) pada pertengahan Maret 2025.