Pengadilan AS blokir kebijakan tarif Trump, apa yang terjadi selanjutnya?

Sumber gambar, Kayla Bartkowski/Getty Images
- Penulis, Peter Hoskins dan Yang Tian
- Peranan, Reporter Bisnis, BBC News / BBC News
Pengadilan federal Amerika Serikat memblokir kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump. Putusan ini merupakan pukulan telak terhadap komponen utama kebijakan ekonomi pemerintahan Trump.
Pengadilan Perdagangan Internasional memutuskan bahwa undang-undang darurat yang digunakan Gedung Putih tidak memberikan wewenang sepihak kepada presiden untuk mengenakan tarif pada hampir semua negara.
Pengadilan yang berbasis di Manhattan itu menyatakan bahwa Konstitusi AS memberikan kewenangan secara eksklusif kepada Kongres untuk mengatur perdagangan dengan negara lain.
Kewenangan eksklusif Kongres ini, menurut pengadilan, tidak dapat digantikan oleh kewenangan presiden untuk menjaga perekonomian.
Hanya beberapa menit setelah putusan dikeluarkan, pemerintahan Trump mengajukan banding.
Akhir dari Paling banyak dibaca
Siapa yang mengajukan gugatan?
Putusan tersebut didasarkan pada dua kasus terpisah.
Dalam kasus pertama, lembaga nonpartisan Liberty Justice Center mengajukan gugatan atas nama beberapa usaha kecil yang mengimpor barang dari negara-negara yang terdampak tarif Trump.
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Dalam kasus kedua, koalisi pemerintah negara bagian AS juga menggugat aturan impor tersebut.
Kedua kasus ini merupakan tantangan hukum besar pertama bagi “Hari Pembebasan”, yaitu hari ketika Trump mengumumkan serangkaian tarif terhadap berbagai negara pada 2 April 2025.
Panel yang terdiri dari tiga hakim memutuskan bahwa Undang-Undang Kekuasaan Ekonomi Darurat Internasional (EEPA) tahun 1977 yang dijadikan dasar kebijakan oleh Trump tidak memberinya wewenang untuk mengenakan pajak impor besar-besaran.
Pengadilan juga memblokir serangkaian pungutan terpisah yang diberlakukan pemerintahan Trump terhadap China, Meksiko, dan Kanada.
Sebagaimana diketahui, pemerintahan Trump menyebut kebijakan ini dilakukan untuk merespons arus narkoba dan imigran ilegal ke AS.
Akan tetapi, pengadilan tidak diminta untuk menangani tarif yang dikenakan pada beberapa barang tertentu seperti mobil, baja, dan aluminium—yang berada di bawah undang-undang yang berbeda.
Bagaimana reaksi sejauh ini?
Gedung Putih melontarkan kritikan atas putusan tersebut. Akan tetapi, ketika berita ini diterbitkan, belum ada komentar langsung dari Trump.
“Hakim yang tidak dipilih [publik] tidak berwenang untuk memutuskan bagaimana keadaan darurat nasional sebaiknya ditangani,” kata Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih, Kush Desai, dalam pernyataannya.
“Presiden Trump berjanji untuk mengutamakan Amerika, dan pemerintah berkomitmen untuk menggunakan setiap tuas kekuasaan eksekutif untuk mengatasi krisis ini dan memulihkan kehebatan Amerika,” imbuhnya.
Di sisi lain, Letitia James, selaku jaksa agung New York, salah satu dari 12 negara bagian yang terlibat dalam gugatan tersebut, menyambut baik putusan pengadilan federal.
“Hukumnya jelas: tidak ada presiden yang memiliki wewenang untuk menaikkan pajak sesuka hati,” kata James.
“Tarif ini adalah kenaikan pajak besar-besaran bagi keluarga pekerja dan bisnis Amerika. Jika terus berlanjut, kebijakan ini akan menyebabkan inflasi yang lebih tinggi, memburuknya ekonomi bagi bisnis dalam skala mana pun, serta hilangnya lapangan pekerjaan di seluruh negeri,” tambahnya.

Sumber gambar, Scott Olson/Getty Images
Pasar global merespons positif putusan tersebut.
Pasar saham di Asia naik pada Kamis (29/05) pagi dan kontrak berjangka saham AS melonjak.
Dolar AS menguat terhadap mata uang safe haven, termasuk yen Jepang dan franc Swiss.
Mata uang safe haven adalah mata uang yang nilainya cenderung stabil walau terjadi gejolak pasar.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Meskipun sebagian besar tarif saat ini masih ditangguhkan, Gedung Putih memiliki waktu 10 hari untuk menyelesaikan proses birokrasi penghentian tarif.
Kasus ini perlu melalui proses banding.
Jika Gedung Putih tidak berhasil dalam bandingnya, Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) akan mengeluarkan arahan kepada para petugasnya.
Hal ini dipaparkan John Leonard, mantan pejabat tinggi di CBP, kepada BBC.
Di sisi lain, pengadilan yang lebih tinggi kemungkinan akan cenderung mendukung Trump.
Akan tetapi, jika semua pengadilan menegakkan putusan Pengadilan Perdagangan Internasional, maka entitas bisnis yang harus membayar tarif akan menerima pengembalian dana atas jumlah yang dibayarkan—dengan bunga.

Sumber gambar, Getty Images
Ini termasuk apa yang disebut tarif timbal balik, yang diturunkan menjadi 10% secara umum untuk sebagian besar negara.
Untuk tarif produk-produk China yang naik menjadi 145% sekarang menjadi 30% menyusul kesepakatan AS-China baru-baru ini.
Leonard mengingatkan bahwa untuk saat ini belum ada perubahan di perbatasan dan tarif masih harus dibayar.
Berdasarkan reaksi pasar, sebagian investor seolah “menghela napas lega setelah volatilitas yang menegangkan selama berminggu-minggu yang perseteruan perang dagang,” ujar Stephen Innes dari SPI Asset Management.
Innes mengatakan hakim AS memberikan pesan yang jelas: “Ruang Oval bukanlah meja perdagangan, dan Konstitusi bukanlah cek kosong.”
“Pelampauan kekuasaan eksekutif akhirnya menemukan batasnya. Setidaknya untuk saat ini, stabilitas makro kembali muncul.”
Paul Ashworth dari Capital Economics, mengatakan putusan tersebut “jelas akan mengacaukan dorongan pemerintahan Trump untuk dengan cepat menyegel ‘kesepakatan’ perdagangan selama jeda 90 hari dari tarif”.
Dia memperkirakan negara-negara lain “akan menunggu dan melihat” apa yang akan terjadi selanjutnya.
Apa yang melatarbelakangi putusan ini?
Pada 2 April, Trump meluncurkan tarif global yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan mengenakan pajak impor pada sebagian besar mitra dagang AS.
Tarif dasar 10% dikenakan pada sebagian besar negara, ditambah tarif timbal balik yang lebih tinggi.
Puluhan negara dan blok terkena dampak ini, termasuk Uni Eropa, Inggris, Kanada, Meksiko, dan China.
Trump berargumen bahwa kebijakan ekonomi besar-besaran tersebut akan meningkatkan manufaktur AS dan melindungi lapangan kerja.
Sejak pengumuman tersebut, pasar global terombang-ambing sejak pengumuman tersebut.
Berbagai negara silih berganti berunding dengan perwakilan Trump untuk menegosiasikan pembalikan dan penangguhan tarif.
Ketidakpastian pasar global semakin terganggu dengan adanya perang dagang antara AS dan China.
Kedua negara adidaya ekonomi dunia terlibat dalam aksi saling menaikkan tarif—yang mencapai puncaknya dengan pajak AS sebesar 145% untuk impor China, dan pajak China sebesar 125% untuk impor AS.
AS dan China akhirnya menyetujui ‘gencatan senjata’ melalui kesepakatan bilateral.
Bea masuk AS untuk China turun menjadi 30%, sementara tarif China untuk beberapa impor AS berkurang menjadi 10%.
Inggris dan AS juga telah mengumumkan kesepakatan mengenai tarif yang lebih rendah antara kedua pemerintah.
Di sisi lain, Trump mengancam tarif 50% mulai Juni untuk semua barang yang datang dari Uni Eropa.
Presiden AS itu mengungkapkan rasa frustrasi dengan lambatnya perundingan perdagangan dengan blok tersebut.
Trump kemudian setuju untuk memperpanjang tenggat waktu lebih dari sebulan setelah kepala Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan bahwa pihaknya memerlukan lebih banyak waktu.