KUBET – Belasan mahasiswa Trisakti masih ditahan Polda Metro, terancam hukuman penjara hingga enam tahun – ‘Bebaskan mahasiswa dan anak-anak kami dari segala tuduhan’

Belasan mahasiswa Trisakti masih ditahan Polda Metro, terancam hukuman penjara hingga enam tahun – ‘Bebaskan mahasiswa dan anak-anak kami dari segala tuduhan’

Suara Ibu Indonesia, mahasiswa Trisakti, mahasiswa, Polda Metro Jaya, Avianti Armand

Sumber gambar, Dokumen Suara Ibu Indonesia

Keterangan gambar, “Kami percaya bahwa menyampaikan pendapat secara damai adalah hak konstitusional,bukan kejahatan,” kata Avianti Armand, penggagas Suara Ibu Indonesia saat mengunjungi Polda Metro Jaya, Selasa siang (27/05).

Hingga Selasa (27/05) siang, belasan mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, yang ditangkap polisi buntut kericuhan dalam unjuk rasa memperingati tragedi penembakan mahasiswa Trisakti pada 1998, masih ditahan di Polda Metro Jaya. Ada tuntutan agar mereka dibebaskan.

Status mereka masih sebagai tersangka, dengan dijerat Pasal KUHP dengan ancaman hukuman “cukup serius”, kata pegiat HAM.

Sejumlah kalangan memprotes, dan mengusulkan restorative justice sebagai alternatifnya.

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Suara Ibu Indonesia (SII) memprotes sikap kepolisian dalam menanggapi unjuk rasa mahasiswa tersebut.

Mereka menuntut agar 16 mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, itu dibebaskan.

“Bebaskan mahasiswa dari segala tuduhan,” demikian pernyataan SII dalam keterangan tertulis yang diterima BBC News Indonesia, Selasa (27/05).

“Polisi harus segera menghentikan proses hukum dan mengeluarkan SP3 untuk seluruh mahasiswa yang ditangkap,” tandas mereka.

Sejauh ini belum ada keterangan resmi Polda Metro Jaya terhadap tuntutan pembebasan tersebut.

Mahasiswa Universitas Trisakti, tragedi Trisakti, 27 tahun peristiwa penembakan mahasiswa

Sumber gambar, Kompas.com/Ruby Rachmadina

Keterangan gambar, Unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti di depan Gedung Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (21/05).

Apa isi tuntutan Suara Ibu Indonesia?

Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Sejumlah ibu yang tergabung dalam Suara Ibu Indonesia (SII) menyatakan keprihatinan atas penangkapan dan penetapan status tersangka terhadap mahasiswa yang terlibat dalam berbagai unjuk rasa.

Ini termasuk protes mahasiswa pada Kamis (01/05) di Semarang yang dilakukan dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional dan aksi demonstrasi (21/05) oleh mahasiswa Trisakti dalam rangka peringatan Reformasi 1998.

“Kami percaya bahwa menyampaikan pendapat secara damai adalah hak konstitusional,bukan kejahatan,” kata Avianti Armand, penggagas Suara Ibu Indonesia saat mengunjungi Polda Metro Jaya, Selasa siang (27/05).

Kehadiran mereka juga sebagai dukungan kepada para orang tua yang menunggui anak-anak mereka yang masih ditahan.

Sementara, Indah Ariani, ibu dari salah seorang mahasiswa yang ditahan, berharap anak-anak segera dipulangkan.

“Bukan saja pulang, tapi kasusnya dihentikan dan semua tuduhan dihapus, nama mereka dipulihkan,” kata Indah.

Sebagai antisipasi, dia juga ingin agar pihak kampus tidak memberikan sanksi apa pun kepada para mahasiswa terkait kejadian ini.

“Karena apa yang mereka akan suarakan dalam aksi tersebut juga demi merawat sejarah Universitas Trisakti,” katanya.

Apa yang terjadi pada unjuk rasa dan penangkapan mahasiswa Trisakti?

Suara Ibu Indonesia, SII, Avianti Armand, mahasiswa Trisakti

Sumber gambar, Dokumen Suara Ibu Indonesia

Keterangan gambar, Avianti Armand, penggagas Suara Ibu Indonesia (SII) saat mengunjungi Polda Metro Jaya, Selasa siang (27/05).

Kepolisian Jakarta menangkap puluhan mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi memperingati 27 tahun Reformasi, Rabu (21/05) di depan Balai Kota Jakarta.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan mahasiwa dibawa ke kantor Polda Metro Jaya ‘untuk pendataan,’ seperti dikutip dari laman Tempo.co.

Kata polisi, mahasiswa ini ditangkap karena membuat ricuh dengan memaksa menerobos barikade hingga menyerang aparat.

Tuduhan ini berulangkali dibantah oleh mahasiswa yang melakukan unjuk rasa tersebut.

Kronologi versi polisi

Menurut Ade, demo mulai ricuh sekitar pukul 16.38 WIB, Rabu (21/05).

Saat demonstran mencoba mendobrak gerbang pintu keluar kompleks Balai Kota Jakarta, yang dijaga petugas.

“Kan sudah disiapkan lokasinya di depan pintu masuk, tapi malah memaksa menerobos melalui pintu keluar,” ujarnya.

Selain itu, Ade juga menyebut para demonstran melakukan kekerasan terhadap beberapa petugas yang sedang mengamankan unjuk rasa.

“Rombongan aksi menyerang petugas kepolisian Direktorat Samapta Polda Metro Jaya yang sedang bertugas. Sehingga mengakibatkan tujuh anggota polisi luka-luka,” kata Ade.

Kronologi versi mahasiswa

Dikutip dari laman resminya, sumber Amnesty International Indonesia menyebut mahasiswa saat itu menggelar aksi demo untuk memperingati 27 tahun Reformasi 1998.

Mereka ingin menyampaikan aspirasi damai mereka agar Bakesbangpol DKI menjadikan empat mahasiswa yang menjadi korban penembakan dalam Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 sebagai pahlawan nasional.

Beberapa mahasiswa mencoba masuk ke area dalam kompleks Balai Kota yang segera diantisipasi petugas keamanan dengan menutup pagar Balai Kota.

Saat itulah kericuhan terjadi yang melibatkan massa aksi, aparat kepolisian, dan petugas pengamanan dalam yang berjaga di pagar.

Kepolisian sekitar pukul 17.00 WIB menangkap lebih dari 90 mahasiswa Trisakti peserta aksi.

Polisi kemudian membawa mereka ke Polda Metro Jaya.

Siapa saja yang ditangkap dan apa status hukum mereka?

Menurut Direktur Amnesty Indonesia, Usman Hamid, keseluruhan demonstran yang ditangkap merupakan mahasiswa Universitas Trisakti.

Salah satu di antaranya adalah Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, Faiz Nabawi.

Mereka semuanya, katanya, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis (22/05).

“Maka 15 orang dari 93 orang yang diamankan telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan terhadap 15 orang tersebut,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (23/05).

Faiz Nabawi Mulya, mahasiswa Trisakti, 27 tahun tragedi peristiwa Trisakti

Sumber gambar, Fadil/detikcom

Keterangan gambar, Presiden BEM Universitas Trisakti Faiz Nabawi Mulya (kiri, memakai topi).

Menurut Usman, perubahan status itu disampaikan langsung oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya kepada tim pendamping hukum.

Selain surat penahanan, kata dia, penyidik juga menerbitkan Surat Perintah Pengiriman Tersangka dan Barang Bukti (SPPD) ke kejaksaan.

Apa pasal yang menjerat mahasiswa?

Kata Usman, pasal-pasal yang dikenakan kepada mahasiswa, yaitu pasal 160, 170, dan 351 KUHP, memiliki “ancaman pidana serius”.

Pasal 160 KUHP mengatur tentang tindak pidana penghasutan atau mendorong orang lain untuk melakukan perbuatan pidana, kekerasan terhadap penguasa.

Ancaman pidana untuk pelanggaran pasal ini adalah penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.

Pasal 170 KUHP mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan, yaitu tindakan melakukan kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama dan terang-terangan.

Ancaman hukuman untuk tindak pidana ini adalah penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

Pasal 351 KUHP mengatur tentang tindak pidana penganiayaan.

Secara umum, pasal ini mengatur tentang penganiayaan yang tidak menimbulkan luka berat atau kematian, dan ancaman hukumannya adalah penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500

Pemerintah Jakarta bantah pihaknya melaporkan mahasiswa

Tiga orang petugas keamanan kantor pemerintah Jakarta telah dipanggil polisi sebagai saksi.

Tapi kata juru bicara Gubernur Jakarta Pramono Anung, Cyril Raoul Hakim, tak ada satu pun anggota pihak keamanan tersebut yang terlibat dalam laporan kepada pihak kepolisian.

“Sudah dicek, enggak ada orang pamdal yang jadi pelapor (mahasiswa Trisakti),” kata Chico saat dihubungi Tempo, menanggapi isu seorang anggota pengamanan dalam (pamdal) bernama Muhammad Fadrial atau MF yang melaporkan kericuhan di depan Gedung Balai Kota Jakarta ke Polda Metro Jaya.

Selesaikan dengan ‘restorative justice’

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil mendorong penyelesaian restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus 15 mahasiswa Universitas Trisakti yang ditetapkan sebagai tersangka usai demo peringatan reformasi di depan Balai Kota Jakarta.

“Kita berharap agar ke 15 mahasiswa yang dijadikan tersangka itu dapat ditempuh dan diselesaikan melalui restorative justice.

“Sebab, status mereka masih sebagai mahasiswa yang membutuhkan bimbingan dan juga dituntut menyelesaikan studinya atau kuliah,” kata Nasir seperti dikutip dari laman Kompas.com.

Berita ini akan terus diperbarui secara berkala.

Tinggalkan Balasan