Berapa banyak kekayaan Gereja Katolik dan dari mana asalnya?

Sumber gambar, Getty Images
- Penulis, Débora Crivellaro
- Peranan, BBC News Brasil
Ada pepatah mengatakan bahwa nilai aset Gereja Katolik adalah salah satu misteri iman—sebuah rahasia yang telah dijaga oleh institusi ini selama berabad-abad.
Gereja Katolik memiliki sejumlah cabang—atau keuskupan—di seluruh dunia, yang masing-masing mengelola keuangannya sendiri.
Menghitung keseluruhan angka kekayaan Gereja Katolik yang mewakili 1,4 miliar umat di dunia adalah tugas yang luar biasa berat—jika tidak mau disebut mustahil.
Namun, mari kita mulai dari Takhta Suci, otoritas spiritual dan administratif yang terletak di jantung organisasi keagamaan Gereja Katolik: Vatikan.
Takhta Suci
Karena kerahasiaan yang melekat pada Gereja Katolik, spekulasi tentang banyaknya kekayaan Takhta Suci telah berkembang selama bertahun-tahun.
Akhir dari Paling banyak dibaca
Namun sejak awal jabatannya, Paus Fransiskus, yang wafat April silam, mendorong perubahan dan transparansi keuangan di Vatikan.
Pada 2021 lalu, Vatikan menerbitkan laporan Administrasi Warisan Takhta Suci (APSA) yang berisi laporan tahun anggaran sebelumnya. Kebijakan ini diteruskan hingga kini.
Ekspos laporan keuangan ini adalah pertama kalinya sejak APSA didirikan pada 1967.

Menurut laporan APSA pada 2023, cabang Gereja yang dikelola oleh Vatikan menghasilkan laba total lebih dari US$52 juta (sekitar Rp849 miliar), dengan peningkatan aset hampir US$8 juta (sekitar Rp130 miliar) dibandingkan tahun sebelumnya.
Laporan ini tak menyebut total kekayaan bersih, namun Pusat Penelitian Pasar, Budaya, dan Etika (MCE) di Roma menaksir kekayaan bersih ini mencapai hampir US$1 miliar (sekitar Rp16 triliun).
Nilai ini mengacu pada semua aset yang dikelola oleh Institut untuk Karya Keagamaan (IOR)—yang dikenal sebagai Bank Vatikan.
Namun, perhitungan ini tidak termasuk banyak bangunan dan banyak tanah yang dikuasai Vatikan.

Sumber gambar, Getty Images
APSA juga mengatakan gereja memperoleh pendapatan dari pengelolaan lebih dari 5.000 properti. Seperlima dari total aset properti ini disewakan.
Dari pengelolaan properti ini, Vatikan memperoleh pendapatan operasional sebesar US$84 juta dan laba bersih tahunan hampir US$40 juta (sekitar Rp653 miliar).
Angka-angka ini merujuk pada sistem keuangan yang dikelola Vatikan saja, tanpa mengikutsertakan cabang-cabang Gereja Katolik lain di seluruh dunia.

Sumber gambar, PA Media
Mengingat keuangan Gereja Katolik terdesentralisasi, dan setiap keuskupan mengelola anggarannya sendiri, total kekayaan dan pendapatan di seluruh dunia diperkirakan jauh lebih besar dan mungkin tidak terhitung.
“Secara praktis mustahil untuk menilai aset seluruh Gereja Katolik,” kata Fernando Altemeyer Junior, profesor di Departemen Ilmu Sosial di Universitas Kepausan Katolik Sao Paulo (PUC-SP).
Secara global, berbagai cabang Gereja Katolik memiliki rata-rata 71 sampai 81 juta hektar lahan, menurut Institut Studi Agama dan Sekularisme (IREL) yang berpusat di Paris.
Merujuk perkiraan ini, muncul anggapan Gereja Katolik dianggap sebagai salah satu institusi dengan penguasaan tanah terbesar di dunia.
Asetnya meliputi gereja, sekolah, rumah sakit, dan biara.
Menghitung nilai sebenarnya kekayaan Gereja Katolik memang mustahil.
Namun, berkaca dari penaksiran-penaksiran yang dilakukan ahli dan sejarahwan menyiratkan total kekayaan Gereja Katolik mencapai miliaran dollar.

Sumber gambar, Getty Images
Sumber awal kekayaan Gereja Katolik
Jadi, bagaimana kekayaan ini muncul, sementara Kitab Hukum Kanon menyiratkan bahwa Gereja tidak boleh mengumpulkan kekayaan atau mencari keuntungan?
Menurut buku History of the Church yang ditulis Ney de Souza, Gereja Katolik mulai mengumpulkan aset dan kekayaan pada abad ke-4 di bawah Kaisar Konstantinus (272-337 M).
Konstatinus memang diketahui menjadikan Katolik sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi.
Para sejarawan mengatakan kala itu umat Katolik hidup sederhana dan mengadakan kebaktian di rumah atau katakombe mereka sendiri.
“Peristiwa-peristiwa ini secara radikal mengubah sejarah agama Katolik dan Kekaisaran Romawi,” kata de Souza.
“Dari yang dianiaya, Gereja menjadi istimewa dan pemilik banyak properti.”
Kondisi ini memungkinkan gereja memperoleh kekayaan yang sebanding dengan yang diperoleh para pejabat Kekaisaran Romawi.

Sumber gambar, Getty Images
Kekayaan yang melimpah
Konstantinus dan banyak pemimpin Kekaisaran Romawi lain menyumbangkan emas dan perak. Mereka juga menghibahkan istana, tanah, tanah, dan bahkan pemandian air panas kepada Gereja Katolik.
Sejak saat itu, mekanisme donasi pun ditetapkan.
Kini, Gereja Katolik terus menambah karya-karya seni yang tak ternilai harganya.
Belum lagi museum-museum yang dikelola Vatikan dikunjungi jutaan pengunjung tiap tahunnya, ditambah investasi di pasar keuangan.

Sumber gambar, Getty Images
Jantung kekuasaan Gereja Katolik adalah Vatikan.
Bentuk pemerintahan negeri ini merupakan monarki absolut yang dijalankan oleh Paus—yang adalah sebutan bagi Uskup Roma.

Sumber gambar, EPA
Sementara itu sektor pariwisata adalah sumber pendapatan lainnya, yang meliputi:
- Bangunan keagamaan dan bersejarah: Istana Apostolik, Basilika Santo Petrus, bangunan yang berdekatan dengan Basilika, Domus Vaticanae (dahulu Casa Santa Marta)
- Museum dan galeri: 15 museum, termasuk Kapel Sistina, Kapel Raphael, Pinacoteca Vaticana, Museum Etnologi Misionaris, dan Museum Sejarah
- Perpustakaan dan arsip: Perpustakaan Apostolik Vatikan, Arsip Apostolik, Libreria Editrice Vaticana
- Media dan komunikasi: Radio Vatikan, surat kabar L’Osservatore Romano, Media Vatikan, Pusat Televisi Vatikan
- Lembaga lain: Bank Vatikan, Observatorium Vatikan

Sumber gambar, Getty Images
Aset utama Vatikan
Vatikan memiliki 12 properti utama di luar wilayahnya, termasuk Basilika Santo Yohanes Lateran, Santo Paulus di Luar Tembok, Santa Maria Maggioere, Paroki Santa Anna, berbagai kantor dikasteri, dan kediaman musim panas kepausan di Kastil Gandolfo.
Vatikan juga menerima sumbangan sukarela global melalui sistem yang disebut Sedekah Santo Petrus, yang digunakan untuk mendukung inisiatif sosial, operasi Vatikan, pariwisata, dan pemeliharaan museum.

Sumber gambar, Reuters
Sumber pendapatan termasuk Museum Vatikan, Kapel Sistina, penjualan perangko dan koin peringatan orang kudus, juga lembaga seperti Bank Vatikan dan APSA, yang mengelola aset-aset besar.
Benito Mussolini
Salah satu sumber kekayaan terbesar ini juga berasal dari era diktator Italia Benito Mussolini.
Sejarawan Italia dan pendiri Komunitas Sant’Egidio Andrea Riccardi mengatakan bahwa pada 1929, Mussolini menyetor 1,75 miliar lira Italia (sekitar Rp1,4 triliun dalam kurs saat ini) ke kas Takhta Suci.
Setoran ini adalah bagian dari Perjanjian Lateran.

Sumber gambar, Getty Images
Uang tersebut dimaksudkan sebagai ganti rugi atas aset Gereja Katolik yang disita selama penyatuan Italia menjadi satu negara, khususnya antara tahun 1860 dan 1870.
Sekitar seperempat dari dana tersebut digunakan Paus Pius XI untuk membangun Vatikan modern, dengan pendirian gedung-gedung Takhta Suci, serta perumahan bagi karyawan Vatikan.
Sisanya diinvestasikan dengan strategi yang beragam guna mengurangi risiko.
Saat ini, properti APSA tersebar di Italia, Inggris, Prancis, dan Swiss.
Bangunan dan tanah

Sumber gambar, Getty Images
Menurut APSA saat ini, dari pengelolaan aset tanah dan portofolio investasi sekitar 1,77 miliar euro (sekitar Rp31 triliun) menghasilkan pendapatan untuk pemeliharaan Kuria Roma, yakni badan administrasi Vatikan.
Pada 2019, Paus Fransiskus membela investasi sebagai metode untuk mencegah depresiasi modal.
“Agar dapat dipertahankan atau sedikit menghasilkan,” jelasnya.

Sumber gambar, Getty Images
Hal ini relevan karena Takhta Suci, meskipun didukung oleh Vatikan, bukanlah institusi atau negara tersendiri, kata Riccardi kepada surat kabar Italia, Corriere della Sera.
Menurut Institut Studi Lanjutan dalam Keuangan Keagamaan (IHEFR), Takhta Suci tidak membayar pajak dan tidak memiliki utang publik.
Takhta Suci disokong pendapatan dari pengelolaan aset, dan terutama, oleh sumbangan umat.
Namun, pendapatan dan pengeluaran tahunan Vatikan tidak dilaporkan secara signifikan, dan total asetnya dua kali lipat dari yang diumumkan sebelumnya (sekitar US$4 miliar atau setara Rp65 triliun), kata IHEFR.
Keuskupan-keuskupan terkaya

Sumber gambar, Getty Images
Keuskupan Agung Cologne di Jerman merupakan salah satu cabang Gereja Katolik terkaya di dunia.
Pendapatannya sebagian besar berasal dari kirchensteuer atau pajak yang dipungut langsung dari anggota komunitas keagamaan yang diakui negara, termasuk Gereja Katolik.
Pada tahun 2023, Gereja Katolik mengumpulkan sekitar US$7,4 miliar (sekitar Rp120 triliun) dari pajak ini.
Menurut IHEFR, angka ini sebenarnya menurun sekitar 5% dari tahun sebelumnya, ketika Gereja Katolik mendapat US$7,77 miliar (sekitar Rp125 triliun).
Biaya pembangunan dan pemeliharaan istana uskup untuk Uskup Franz-Peter Tebartz van Elst, meroket dari US$5,7 juta (sekitar Rp93 miliar) menjadi sekitar US$35 juta (Rp571 miliar) dalam kurun lima tahun.
Separuh dari total 27 keuskupan Jerman mendeklarasikan aset mereka, yang meliputi sepuluh bank, perusahaan asuransi, 70 hotel, perusahaan properti, dan lembaga media.
Gereja di Amerika Serikat

Sumber gambar, Getty Images
Gereja Katolik di Amerika Serikat memberikan sumbangan besar kepada Vatikan.
Di negeri ini, Gereja Katolik memiliki aset yang sangat besar, termasuk universitas-universitas terkenal seperti Notre Dame di Indiana (dengan pendapatan yang dilaporkan sebesar US$1,76 miliar atau sekitar Rp28 triliun) dan Georgetown di Washington DC (dengan pendapatan yang dilaporkan sebesar US$1,92 miliar atau sekitar Rp31 triliun).
Selain itu ada juga rumah sakit dan sekolah.
Umat tidak terikat kewajiban membayar pajak keagamaan, namun Gereja Katolik menerima sumbangan pribadi yang signifikan.
Komunitas Katolik terbesar di Brasil

Sumber gambar, Getty Images
Brasil adalah rumah bagi populasi Katolik terbesar di dunia.
Negara ini memiliki tempat suci Maria terbesar dan paling banyak dikunjungi kedua di dunia, yakni Katedral Nasional Bunda Maria Aparecida.
Keuskupan Aparecida mengatakan 10 juta peziarah mengunjungi tempat suci itu setiap tahun.
Dari sini gereja memperoleh pendapatan tahunan sekitar US$240 juta (sekitar Rp3,9 triliun) di kota yang hanya berpenduduk 35.000 jiwa.

Sumber gambar, Getty Images
Keuskupan-keuskupan di Brasil menerima sumbangan dari umat beriman dan menikmati pengecualian pajak.
Data keuangan terkonsolidasi tidak tersedia. Namun, di sini gereja mengelola jaringan paroki, sekolah, rumah sakit, dan universitas.
Kompleksitas perhitungan aset ini menyiratkan betapa sulitnya menilai kekayaan sejati seluruh Gereja Katolik.