Polemik lahan BMKG vs GRIB Jaya – Polisi tangkap 17 orang dan robohkan bangunan

Sumber gambar, Tribunnews.com /Ikhwana Mutuah Mico
Polemik kepemilikan lahan antara Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan ormas GRIB Jaya terus bergulir setelah BMKG melaporkan permasalahan ini secara resmi ke kepolisian, awal pekan ini.
Lahan tersebut berada di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten. Luasnya mencapai 127.780 meter persegi atau 12 hektare.
Pada Minggu (25/05), Kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan telah menangkap 17 orang terkait kasus pendudukan lahan yang diklaim sebagai milik BMKG di Tangerang Selatan, Banten.
“Kami mengamankan 17 orang, 11 di antaranya adalah oknum dari ormas GJ, kemudian enam di antaranya adalah oknum yang mengaku sebagai ahli waris di tanah ini,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (25/05).
Ade Ary menambahkan sejumlah barang bukti telah diamankan mulai rekap karcis parkir dari ormas GRIB Jaya, atribut-atribut ormas, dan beberapa senjata tajam.
Akhir dari Paling banyak dibaca

Sumber gambar, Kompas.com/Intan Afrida Rafni
Polda Metro Jaya juga membongkar bangunan yang diduga didirikan ormas GRIB Jaya di lahan tersebut.
“Mereka melakukan penguasaan lahan tanpa hak, milik BMKG,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi.
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Langkah pembongkaran paksa yang dilakukan kepolisian ini, menurutnya, sebagai tindak lanjut hasil pelaporan atas pendirian bangunan tanpa izin.
Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan bahwa dari hasil pengecekan di lahan tersebut, terdapat bangunan yang disewakan oleh ormas kepada para pedagang.
“Mereka memberikan izin kepada beberapa pihak, beberapa pengusaha lokal seperti tukang pecel lele, pedagang hewan kurban. Itu dipungut secara liar oleh mereka,” ujar Kombes Ade.
Dalam laporan ke kepolisian, BMKG mengeklaim lahan tersebut sah dimiliki negara melalui surat-surat resmi, termasuk putusan pengadilan.
Di sisi lain, kuasa hukum GRIB Jaya mengeklaim lahan tersebut adalah milik ahli waris secara turun-temurun yang dibuktikan dengan girik.
Bagaimana duduk perkaranya dan apa yang akan dilakukan pemerintah di tengah adu klaim ini?
Berikut hal-hal yang sejauh ini diketahui mengenai silang sengkarut lahan antara BMKG dengan ormas GRIB Jaya yang beredar di media.
Apa pengakuan pedagang di lahan yang diklaim milik BMKG?
Sejumlah pedagang di Pondok Betung, Tangerang Selatan, terkejut saat mengetahui tempat mereka berjualan merupakan lahan yang diklaim milik BMKG.
Selama ini, mereka menyewa dari perantara yang mengaku sebagai bagian dari ormas GRIB Jaya.
Salah satu pedagang yang menyewa tempat adalah Darmaji, pemilik warung makanan. Ia mulai membuka usaha di lokasi tersebut sejak Januari 2025.
“Tadinya ditawari sama Pak RT, ada lapak di sini. Enggak ada iuran, cuma sewa bulanan,” kata Darmaji saat ditemui Kapolres Tangsel, AKBP Victor Inkiriwang, di lokasi, pada Sabtu (25/05), sebagaimana dilaporkan Kompas.com.

Sumber gambar, Intan Afrida Rafni/Kompas.com
Darmaji mengaku telah rutin membayar uang sewa tempat setiap bulan. Belakangan Darmaji mengetahui bahwa uang sewa yang dibayarkannya ditransfer ke seseorang yang disebut sebagai Ketua GRIB DPC Tangsel.
“Saya sudah transfer Januari, Februari, Maret, April, dan Mei, masing-masing Rp3,5 juta per bulan,” ucapnya.
Menurut Darmaji, biaya sewa itu mencakup uang keamanan dan listrik.
Untuk membuka lapaknya, ia bahkan telah mengeluarkan dana hingga Rp70 juta untuk pengecoran, pemasangan atap, dan lantai.
“Ini atap sama lantai semuanya sudah habis Rp 70 juta. Saya baru tahu ini punya BMKG pas polisi datang, makanya saya bingung,” ujarnya.
Mengapa BMKG melaporkan ke kepolisian?
BMKG melaporkan dugaan pendudukan lahan milik negara secara sepihak oleh ormas GRIB Jaya ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Laporan ini resmi diajukan Selasa (20/05) melalui surat bernomor bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025.
Dalam laporan itu, BMKG meminta bantuan polisi untuk pengamanan aset tanah yang diklaim milik BMKG seluas 127.780 meter persegi di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten.
“BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap Ormas GRIB Jaya yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG,” kata Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana dilansir Antara.

Sumber gambar, BMKG.Go.id
Alasan BMKG
BMKG mengatakan telah memulai pembangunan “Gedung Arsip BMKG” di lahan tersebut sejak 2023. Namun sejak awal proses pembangunan, badan ini mengeklaim “terganggu oleh oknum yang mengaku sebagai ahli waris lahan dan sejumlah massa dari ormas terkait”.
Menurut BMKG, sejumlah orang memaksa pekerja menghentikan aktivitas konstruksi, menarik alat berat keluar lokasi, serta menutup papan proyek dengan klaim “Tanah Milik Ahli Waris”.
Berdasarkan keterangan BMKG, orang-orang yang diduga anggota GRIB Jaya ini juga mendirikan pos dan menetap di lokasi. Sebagian lahan diduga disewakan kepada pihak ketiga dan telah berdiri bangunan.
Menurut Taufan, BMKG memastikan lahan tersebut sah dimiliki negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP No. 0005/Pondok Betung.
Kepemilikan tersebut telah dikuatkan sejumlah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.
Namun, menurut Taufan, GRIB Jaya tidak menerima penjelasan hukum ini.
Negara, kata dia, mengalami kerugian karena proyek pembangunan Gedung Arsip bersifat kontrak multi years dengan durasi 150 hari kalender, dimulai sejak 24 November 2023.
Mengapa GRIB Jaya menolak klaim BMKG?
Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya, Wilson Colling, membuat klaim lahan tersebut milik ahli waris secara turun-temurun yang dibuktikan dengan girik.
“Tanah ini awalnya tanah turun temurun milik ahli waris yang dibuktikan dengan girik,” ujar Wilson kepada Kompas.com.
Alasan Grib Jaya
Pada 1970an, menurut Wilson, BMKG mengeklaim hak atas tanah itu karena sempat mengeluarkan dana untuk pembelian dan pembebasan sebagian lahan di sekitar lokasi. Wilson bilang BMKG merasa sudah membeli sehingga meminta ahli waris mengosongkan lahan, tetapi tidak diindahkan.
“Karena ahli waris tidak mengosongkan tanah, BMKG mengajukan gugatan perdata di pengadilan Tangerang sekitar tahun 1980-an, namun gugatan itu kalah di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung,” kata Wilson membuat klaim.

Sumber gambar, Agung Pambudhy/Detik
Masih berdasarkan keterangan Wilson, pada 2007 BMKG mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang dikabulkan sebagian. Namun, putusan PK tidak disertai perintah penyerahan girik ataupun perintah eksekusi lahan.
Karena itu, kata Wilson, BMKG mengajukan gugatan baru agar pengadilan mengeluarkan perintah eksekusi, tetapi permohonan itu ditolak berkali-kali.
Wilson menduga BMKG justru mengambil jalan pintas dengan meminta surat penjelasan dari ketua pengadilan yang berisi “pendapat pribadi” tanah bisa diambil tanpa surat perintah eksekusi.
Surat tersebut kemudian dipasang BMKG di plang seolah memiliki kekuatan hukum, padahal menurut Wilson hal itu adalah pembohongan publik.
“Surat yang dikeluarkan ketua pengadilan itu bukan keputusan hukum, tapi pendapat pribadi,” katanya.
Selain itu, ia membantah isu GRIB Jaya menerima uang Rp5 miliar terkait sengketa ini.
Bagaimana polisi dan pemerintah menyelesaikan perseteruan ini?
Polda Metro Jaya masih mendalami dugaan pendudukan lahan milik BMKG secara sepihak oleh GRIB Jaya.
“Kami sudah menerima laporan polisi dan saat ini proses penyelidikan masih berlangsung,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi seperti dikutip kantor berita Antara.
Ade Ary menjelaskan kasus berawal saat terlapor memasang plang yang bertuliskan ‘Tanah ini dalam pengawasan Tim Advokasi Muda dari Tim Advokasi DPP Ormas GJ’ sekitar 2024.
“Kemudian akhirnya, karena dalam proses pendalaman, tim penyelidik dari Subdit Harta Benda Ditreskrimum Polda Metro memasang plang bertuliskan sedang dalam proses penyelidikan,” kata Ade.

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid bakal mengecek status klaim kepemilikan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang saat ini diduduki ormas GRIB Jaya.
“Kami cek masalah ini, secepatnya akan kami info lebih lanjut, dan ini pola-pola semacam ini, proses kedudukan seperti ini oleh ormas apapun dan oleh siapa pun tidak boleh, apalagi itu menyangkut BMN atau barang milik negara, atau menyangkut kepemilikan orang lain pun gak boleh,” kata Nusron seperti dilansir dari Antara.
Nusron melanjutkan jika ada klaim kepemilikan terhadap lahan, maka mereka yang berpolemik wajib menunjukkan bukti. Jika pun ada sengketa, mereka-mereka yang bersengketa wajib menuntaskan masalahnya itu di pengadilan.
Dia juga menyebut jika ada yang mengklaim sebagai ahli waris, maka BPN juga akan mengecek warkah tanah tersebut. “Enggak boleh main terabas begitu saja,” sambung Nusron.
Saat ini, kata Nusron, BPN akan berkoordinasi dengan BMKG dan Polda Metro Jaya membahas status tanah di Tangerang Selatan tersebut.
Jika lahan itu milik BMKG–barang milik negara–datanya pasti tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan. “Selama masih tercatat di DJKN, kami akan anggap sebagai BMN, barang milik negara,” kata Menteri ATR/Kepala BPN.