KUBET – Viral video pengusaha minta jatah proyek Rp5 triliun tanpa tender – ‘Calon investor mungkin akan memilih Vietnam ketimbang Indonesia’

Viral video pengusaha minta jatah proyek Rp5 triliun tanpa tender – ‘Calon investor mungkin akan memilih Vietnam ketimbang Indonesia’

Rekaman video yang memperlihatkan sejumlah organisasi kemasyarakatan dan sejumlah orang berseragam putih yang tertulis Kadin Cilegon. Mereka berbicara dengan perwakilan manajemen dari China Chengda Engineering, kontraktor yang bekerja untuk PT Chandra Asri Alkali (CAA), anak usaha dari PT Chandra Asri Group yang bergerak di sektor energi dan kimia.

Sumber gambar, Tangkapan layar X

Keterangan gambar, Rekaman video yang memperlihatkan sejumlah organisasi kemasyarakatan dan sejumlah orang berseragam putih yang tertulis Kadin Cilegon. Mereka berbicara dengan perwakilan manajemen dari China Chengda Engineering, kontraktor yang bekerja untuk PT Chandra Asri Alkali (CAA), anak usaha dari PT Chandra Asri Group yang bergerak di sektor energi dan kimia.

  • Penulis, Faisal Irfani
  • Peranan, Wartawan BBC News Indonesia

Dugaan permintaan jatah proyek sebesar Rp5 triliun tanpa melalui proses tender atau lelang di Kota Cilegon, Provinsi Banten, viral di media sosial. Insiden ini menambah panjang insiden pemalakan di dunia usaha Indonesia. Apa dampaknya terhadap ekonomi Indonesia?

Ramai-ramai di media sosial mengenai video rekaman Kadin Cilegon meminta jatah proyek sebesar Rp5 triliun tanpa melalui tender telah sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto.

Presiden Prabowo memerintahkan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memanggil para pihak yang terkait kejadian itu untuk mencari jalan keluar.

Pada Rabu (14/05), Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu mengumpulkan Gubernur Banten Andra Soni, Wali Kota Cilegon Robinsar, Kapolda Banten Irjen Pol Suyudi Ario Seto, Direktur Legal, Hubungan Eksternal, dan Ekonomi Sirkular Chandra Asri Group Edi Rivai, serta Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Hukum dan HAM Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Azis Syamsuddin di kantornya untuk membahas masalah yang viral di media sosial tersebut.

“Pertemuan ini memang diinisiasi oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi karena kami mendapat perintah dari Bapak Presiden dan Bapak Menteri (Rosan Roeslani) yang juga berada di luar untuk memfasilitasi terhadap kejadian insiden yang ada di wilayah Cilegon, terhadap investasi yang dilakukan oleh Chandra Asri Group dengan salah satu organisasi Kadin dalam hal ini, Kadin Cilegon,” ungkap Todotua setelah menggelar pertemuan di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta, pada Rabu (14/05).

Sebagai informasi, pembangunan pabrik PT Chandra Asri Alkali tersebut sudah ditetapkan pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional atau PSN dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Penetapan PSN ini diteken Prabowo pada 10 Februari 2025. Dalam Perpres itu sebutkan pelaksana PSN ini adalah perusahaan swasta, yakni Grup Chandra Asri.

Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Todotua menegaskan ada proses hukum yang bakal dikenakan kepada oknum pengusaha jika terbukti melakukan tindakan pidana. “Untuk memberikan suatu konteks efek jera lah ke depannya khususnya berbicara terhadap iklim investasi yang ada di negara kita,” ucapnya.

Dalam video yang beredar di berbagai platform media sosial, pihak Kadin Cilegon terekam meminta jatah proyek sebesar Rp5 triliun tanpa melalui tender atau lelang kepada perwakilan manajemen dari China Chengda Engineering, kontraktor yang bekerja untuk PT Chandra Asri Alkali (CAA), anak usaha dari PT Chandra Asri Group yang bergerak di sektor energi dan kimia. Peristiwa tersebut muncul di sebuah forum pada Jum’at (09/05) lalu.

Pihak China Chengda, dalam percakapan tersebut menyatakan tidak keberatan berbagi proyek dengan Kadin Cilegon atau pengusaha lokal, asalkan “kalian dapat membuktikan apa yang bisa dilakukan [untuk mendukung proyek],” terang salah satu perwakilan.

Perkataan itu seketika ditolak dan China Chengda didesak langsung membagi porsi dari keseluruhan nilai kontrak atau investasi mereka—kembali lagi ke angka Rp5 triliun.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, menegaskan insiden itu dilakukan “oknum” dan tidak mewakili Kadin secara umum. Ia telah memerintahkan adanya investigasi untuk melihat lebih jauh “pertanyaan dan keluhan masyarakat Cilegon”, sebagaimana dikutip kantor berita Antara.

“Untuk mencegah kejadian serupa di masa depan, Kadin akan menyusun SOP [Standar Operating Procedure] partisipasi daerah dalam proyek investasi, termasuk kode etik interaksi dengan investor dan kontraktor,” ungkap Kadin melalui pernyataan resminya, Rabu (14/05).

Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie.

Sumber gambar, AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie.

Jika terbukti melanggar aturan internal organisasi, tambah Kadin Indonesia, Kadin Cilegon dapat dikenai beragam sanksi, mulai dari peringatan tertulis, teguran keras, pembekuan sementara, hingga pencabutan mandat bagi pengurus yang “terbukti menyalahgunakan nama Kadin.”

Insiden “minta jatah” ini menambah panjang rentetan kejadian serupa. Apa dampaknya terhadap ekonomi di Indonesia?

Dari ormas, pejabat pemerintah, hingga aparat penegak hukum

Sebelum video di Cilegon viral, publik lebih dulu disuguhi upaya pemalakan yang dilakukan organisasi kemasyarakatan (ormas) di Bekasi terhadap salah satu perusahaan pada Maret silam, tepatnya menjelang Idulfitri. Pemerasan tersebut dibungkus dengan permintaan Tunjangan Hari Raya (THR).

Momen itu direkam dalam sebuah video dan tersebar luas di media sosial. Anggota ormas bersangkutan menyebut “massa miliknya banyak” dan mengeluarkan ancaman menutup jalan di depan perusahaan apabila permintaan bertemu manajemen tidak dituruti.

Baca juga:

Berjarak lebih dari sebulan sejak kejadian di Bekasi, pemerintah membentuk Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), terdiri atas TNI, polisi, serta kementerian/lembaga.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Hukum, Budi Gunawan, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, mengatakan negara akan mengambil sikap tegas untuk menindak ormas yang dianggap mengganggu iklim investasi.

Tak lama selepas pernyataan itu keluar, Polri menggelar operasi kewilayahan serentak guna menghentikan pemalakan dan pemerasan yang mengusik—salah satunya—dunia usaha. Di Rancaekek, Kabupaten Bandung, misalnya, ratusan orang diringkus sebab melakukan pemerasan di kawasan industri Kahatex, Minggu (11/05).

Namun, dalam konteks pemalakan, ormas bukan satu-satunya pelaku.

Pada 2015, dua pejabat Kementerian Perdagangan ditetapkan tersangka atas kasus gratifikasi dan pemerasan terhadap pengusaha ekspor-impor dalam proses bongkar muat kapal (dwelling time) di Tanjung Priok. Barang bukti berupa uang US$10.000 ditemukan di salah satu tersangka.

Satu tahun berselang, 2016, Kepala Balai Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Amran Mustari, dituntut sembilan tahun penjara akibat memeras beberapa pengusaha dengan timbal balik pemberian proyek pembangunan. Nilainya mencapai belasan miliar rupiah.

Pada 2020, perwira Mabes Polri diduga memeras pengusaha jamu sampai Rp7 miliar di Cilacap, Jawa Tengah. Modusnya: korban ditangkap dan ditahan hingga enam hari di kantor polisi dengan tudingan menerapkan produksi yang melanggar aturan. Setelahnya, korban dilepas serta diminta mengirim uang. Pemerasan ini berujung demonstrasi oleh para pengusaha jamu.

Dua tahun berikutnya, giliran pejabat Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang disinyalir memeras pengusaha senilai Rp10 miliar. Pengusaha yang dipalak, pada waktu yang sama, berstatus sebagai tersangka mafia tanah. Kasus ini dihentikan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai tidak ada bukti kuat.

Jargon kemudahan berusaha

Sejak pertama kali dilantik sebagai presiden pada 2014, dan kemudian berkuasa selama satu dekade setelahnya, Joko Widodo menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas melalui kebijakan maupun program pemerintah.

Jalan mewujudkan capaian perekonomian, menurut Jokowi, terkendala oleh birokrasi di Indonesia yang berbelit dan memakan waktu lama.

Situasi itu membikin investasi melambat, kata Jokowi. Karena itu, pemerintah harus menerapkan reformasi birokrasi sehingga pelayanan yang rumit maupun menyulitkan bisa dipangkas.

Tak hanya mengubah cara birokrasi bekerja supaya lebih efektif serta efisien, pemerintahan Jokowi turut mengonsolidasikan strategi dengan baku dan terpusat, seperti saat membuat Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi atau ketika merilis aturan berjilid-jilid guna memenuhi target kenaikan peringkat Ease of Doing Business (EODB)—kemudahan berusaha—yang disusun Bank Dunia.

Baca juga:

Indeks EODB merupakan instrumen yang dipakai sejak 2001 oleh Bank Dunia untuk mengukur bagaimana suatu negara menjamin kemudahan investasi. Ada 10 topik dan indikator—merentang dari tahap awal memulai bisnis, perizinan, ketersediaan listrik, pendaftaran properti, pajak, perdagangan lintas batas/wilayah, kredit, kontrak kerja, penanggulangan gagal bayar, sampai perlindungan kepada pemegang saham minoritas—yang dijadikan pedoman dalam menata nilai (score) sekaligus peringkat bagi 190 negara.

Semakin bagus nilai dan tinggi posisinya, semakin kuat juga komitmen sekaligus upaya pemerintah dari negara terkait dalam memastikan ruang investasi aman dijalani—menurut Bank Dunia.

Pemerintah Indonesia, dalam banyak kesempatan yang diwakili pernyataan publik baik dari presiden atau pejabat pembantunya, memandang penting capaian di indeks EODB. Dokumen perencanaan pembangunan pun tak ketinggalan menempatkan EODB sebagai prioritas yang mesti dipenuhi.

Tak hanya mengubah cara birokrasi bekerja supaya lebih efektif serta efisien, pemerintahan Jokowi turut mengonsolidasikan strategi dengan baku dan terpusat, seperti saat membuat Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi atau ketika merilis aturan berjilid-jilid guna memenuhi target kenaikan peringkat Ease of Doing Business (EODB)—kemudahan berusaha—yang disusun Bank Dunia.

Sumber gambar, AFP via Getty Images

Selama 10 tahun Jokowi memerintah, peringkat EODB Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, walaupun sempat menurun pada tahun pertama kekuasaannya (2014). Per 2020, Indonesia bercokol di peringkat 73 dari 190 negara dengan nilai 69,6. Posisi tersebut melesat 41 peringkat dari 2015 yang berada di urutan 114.

Pemerintah sendiri menargetkan Indonesia bertengger di peringkat 40, walaupun cita-cita itu tak lagi mampu diwujudkan lantaran Bank Dunia menghentikan EODB untuk sementara waktu pada September 2021—dipicu penyimpangan data di edisi 2018 dan 2020.

Kenaikan peringkat EODB adalah satu hal, tapi membandingkan Indonesia dengan negara Asia lainnya adalah hal lain.

Di kawasan Asia Tenggara, berdasarkan data terakhir yang dipublikasikan pada 2020, Indonesia masih kalah dengan Singapura (2), Malaysia (12), Thailand (21), Brunei Darussalam (66), dan Vietnam (70).

Apa penyebabnya?

‘Dampak pemalakan bukan hal sepele’

Setiap investor, atau pemodal, memiliki pertimbangan dalam memilih tempat tujuan investasi, kata peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus.

Salah satunya “keamanan dan kenyamanan”. Ada pula “kepastian hukum, kebijakan fiskal & non-fiskal, kondisi infrastruktur, hingga ketenagakerjaan.”

“Tapi, keamanan dan kenyamanan [dalam berusaha] ini menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi investor,” jelas Ahmad kepada BBC News Indonesia, Selasa (14/05).

Dalam konteks terkini, aksi-aksi pemalakan maupun pemerasan yang melibatkan pengusaha atau ormas akan membuat calon investor, terutama dari luar negeri, berpikir dua kali untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi, tambah Heri. Pasalnya, mereka harus mengeluarkan biaya tambahan yang membikin modal membengkak.

Sehingga, dari sini, “investor global mungkin akan memilih Vietnam, Thailand, atau Malaysia ketimbang Indonesia,” Heri menyebut.

Baca juga:

Data yang BBC News Indonesia himpun dari Bank Dunia memperlihatkan investasi asing (foreign direct investment) yang masuk ke Indonesia sepanjang 2019-2023 kalah dari Vietnam, Singapura, dan Malaysia; serta bersaing ketat dengan Thailand—yang sempat minus pada 2020.

Dari aspek lain, aksi bisnis beberapa raksasa teknologi seperti membenarkan kekhawatiran betapa tak diliriknya Indonesia menjadi negara tujuan investasi.

NVIDIA, sebagai contoh, menanamkan modalnya ke Vietnam untuk pengembangan dan riset kecerdasan buatan (AI). Apple mengambil langkah serupa dengan berencana menambah investasi ke Vietnam yang sejak 2019 tercatat sudah menyentuh 16 miliar USD. Lalu Google ingin memanfaatkan Vietnam sebagai lokasi pusat data yang besar. Sementara Malaysia dan Thailand juga memperoleh investasi dari Apple, Google, serta Microsoft.

Presiden Prabowo Subianto (kiri) bersama pendiri Microsoft dan tokoh filantropi dunia Bill Gates di Jakarta, 7 Mei 2025.

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Presiden Prabowo Subianto (kiri) bersama pendiri Microsoft dan tokoh filantropi dunia Bill Gates di Jakarta, 7 Mei 2025.

Bagaimana Indonesia? Tercatat ada Microsoft dan Apple yang telah sepakat menjalin investasi. Namun, untuk kasus Apple, pemerintah dan perusahaan yang dipimpin Tim Cook ini lebih dulu bernegosiasi secara alot perihal distribusi produk terbaru berwujud iPhone 16 serta kaitannya dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Proposal awal Apple senilai US$100 juta ditolak Indonesia dan dampaknya iPhone 16 belum dapat diperjualbelikan. Pintu baru terbuka setelah Apple mengubah tawaran menjadi US$1 miliar.

Belum diketahui secara pasti apakah ada faktor kurangnya rasa keamanan dan kenyamanan dalam berusaha yang memengaruhi keputusan-keputusan bisnis para raksasa teknologi sehubungan investasi di Indonesia.

Meski begitu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengingatkan dampak pemalakan terhadap iklim investasi bukan perkara sepele.

“Ini sudah menyentuh aspek fundamental,” ujarnya kepada BBC News Indonesia, Selasa (15/05.

Menurutnya, yang dimaksud ‘aspek fundamental’ itu adalah kepastian hukum dan rasa aman dalam berusaha.

Ketika proyek pembangunan atau operasional pabrik terganggu oleh tindakan intimidatif di lapangan, kata Shinta, maka sinyal yang ditangkap investor—baik domestik atau global—adalah “berbisnis di Indonesia masih menyimpan risiko nonekonomi yang tinggi.”

Konsekuensi beruntun yang bakal muncul yaitu, “menurunkan kepercayaan, menunda ekspansi [modal], dan bahkan membatalkan komitmen investasi yang telah direncakan,” Shinta menjelaskan

Akar pemalakan yang bermunculan akhir-akhir ini tak lepas dari kondisi perekonomian yang compang-camping, tergambar mulai dari melambatnya pertumbuhan ekonomi, melemahnya daya beli maupun konsumsi masyarakat, sampai ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), terang Heri.

Kasus di Cilegon pun motifnya ekonomi. Heri menduga hal ini mengarah kepada efek berantai dari kebijakan efisiensi anggaran yang diambil pemerintahan Prabowo.

“Ketika anggaran banyak dipangkas, perusahaan-perusahaan lokal ini tidak lagi mendapatkan proyek, yang mungkin sebelumnya mereka cukup rutin dapat proyek,” ucapnya.

Di tengah kewajiban untuk menghidupi para pekerjanya tapi neraca keuangan seperti besar pasak daripada tiang, ujung-ujungnya pelaku usaha lokal ini, kata Heri, “memaksa investor asing memberi proyek.”

Respons pemerintah dalam mengurai benang kusut pemalakan pengusaha, tambah Heri, harus ditempuh secara holistik, dengan kata lain tidak hanya satu sisi belaka—pemidanaan, misalnya.

“Kalau tidak ditangani begitu, investasi bisa melambat dan implikasinya nanti bisa ke tenaga kerja sampai daya beli. Pada akhirnya, kita di sini bicara juga soal stabilitas ekonomi,” tuturnya.

Presiden Prabowo Subianto melempar baju usai menyampaikan pidatonya pada perayaan Hari Buruh Internasional 2025 di kawasan Monas, Jakarta, 1 Mei 2025.

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Presiden Prabowo Subianto melempar baju usai menyampaikan pidatonya pada perayaan Hari Buruh Internasional 2025 di kawasan Monas, Jakarta, 1 Mei 2025.

Pemerintahan Prabowo, sama seperti pendahulunya, Jokowi, menargetkan pertumbuhan ekonomi mampu menembus angka 8% pada 2029 mendatang, tepat ketika kekuasannya berusia lima tahun, dengan akumulasi investasi yang masuk berada di kisaran lebih dari Rp3 ribu triliun. Sejauh ini, Prabowo telah melakukan berbagai cara agar tujuannya terealisasi.

Ada lumbung pangan, Danantara, hilirisasi, dan, yang terbaru, meminta para pembantunya di kabinet untuk menindak tegas mereka yang mengganggu investasi dengan pemerasan.

Shinta memberi catatan bahwa menjaga iklim investasi memerlukan “sinkronisasi antara komitmen pemerintah pusat dan daerah” selain “konsistensi tindakan di lapangan.” Ia juga berharap pemerintah memainkan perannya sebagai equal protector.

“Artinya adalah pemerintah harus bisa melindungi investasi dan menjamin kepastian hukum tanpa adanya perlakuan istimewa atau melakukan pembiaran terhadap mereka yang melakukan tindakan di luar hukum,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan