Siapa korban sipil ledakan amunisi Garut dan mengapa mereka ada di sana? – ‘Bapak saya bukan pemulung’

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Warga sipil yang terlibat pemusnahan amunisi afkir atau tak layak pakai di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengaku sudah bertahun-tahun bekerja untuk TNI. Kesaksian mereka bertentangan dengan keterangan pihak TNI bahwa warga sipil korban ledakan adalah “masyarakat datang untuk ambil sisa-sisa ledakan”.
Ledakan amunisi afkir milik TNI AD pada Senin pagi (12/03) di Garut menelan 13 korban jiwa, sembilan di antaranya warga sipil dan empat lainnya anggota TNI.
Keterangan yang dihimpun BBC News Indonesia dari saksi mata, keluarga korban, dan pejabat setempat mengungkap pelibatan warga lokal dalam pemusnahan amunisi tanpa prosedur keamanan yang memadai.
Keterlibatan warga sipil yang dipekerjakan memusnahkan amunisi afkir memunculkan pertanyaan: Mengapa mereka bisa direkrut menjadi pekerja? Apakah mereka memiliki kualifikasi? Apakah ini sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang digariskan TNI?
TNI belum memberikan komentar atas keterangan ini, tapi mengatakan sudah membuka penyelidikan.
Akhir dari Paling banyak dibaca
Politisi di DPR menyerukan investigasi mendalam dan “audit menyeluruh” tata kelola pemeliharaan amunisi, termasuk prosedur pemusnahannya.
Saksi mata: ‘Jarak 25 meter meledak’
Perintah dari Rustiawan akan menjadi salah satu pesan yang paling diingat seumur hidup Anjas Tajudin—korban selamat ledakan amunisi afkir di Garut.
Hanya beberapa detik sebelum ledakan, Anjas diminta Rustiawan mengambil barang-barang yang diperlukan membuat lubang ledakan baru.
“Disuruh bawa [mengambil] tutup drum sama peti karena mau bikin lubang baru, buat bikin ledakan,” kata Anjas.
Anjas segera naik sepeda motor, dan melaju. Tapi selang beberapa detik dentuman keras menusuk telinganya. Ledakan itu berasal dari lokasi Rustiawan dan belasan orang lainnya berkumpul.

Sumber gambar, Mupliana
“Jarak sekitar 25 meter dari lubang ledakan, serpihan tulang sama badan korban itu kena ke punggung saya,” kata Anjas.
Ia juga merasakan semburan pasir di punggung.
“Baju saya juga sampai robek bagian belakang. Terbakar ini, menyala,” kata Anjas sambil menunjukkan bagian punggungnya.
Baca juga:
Setelah merasa jarak aman, ia melepas bajunya.
“Alhamdulillah, kalau tidak disuruh ambil barang peti sama tutup drum sama Pak Rus, saya juga enggak tahu [nasib saya]”.
Nama Rustiawan masuk dalam 13 daftar korban meninggal dalam peristiwa ini.
Rustiawan juga disebut Anjas sebagai “sudah ahli, sudah senior” dalam hal pemusnahan amunisi.

Sumber gambar, Mupliana
Anjas menjelaskan, ledakan yang menewaskan rekan-rekannya itu terjadi saat mereka membuat dua lubang baru.
Sementara itu, dua lubang sebelumnya sudah diledakkan—kemungkinan video ledakan ini yang beredar di media sosial.
“Itu jaraknya [dari ledakan sebelumnya] sudah lama, hampir dua jam lebih,” kata Anjas.
Baca juga:
Masih berdasarkan pengakuan Anjas, ia bersama rekan-rekannya bekerja sebagai tukang gali lubang dan angkut barang.
Pekerjaan pemusnahan amunisi afkir ini tidak berlangsung setiap hari, tapi tergantung panggilan.
Saat tidak ada pekerjaan pemusnahan amunisi, ayah dua anak ini bekerja sebagai petani.
Ia mengaku sudah ikut membantu pemusnahan amunisi afkir sejak 2017.

Sumber gambar, ANTARA FOTO
“Kalau upahnya harian, tergantung, kadang Rp100.000, Rp150.000, Rp200.000. Tergantung banyaknya kerjaan… Pekerjaan biasa dimulai jam 8, istirahat jam 12, pulang jam 4,” katanya.
Ia berharap pemerintah dan pihak terkait memberi bantuan kepada korban dan keluarganya.
“Saya memohon kebijaksanaan dari aparatur pemerintah, yang lainnya untuk yang selamat, terutama untuk korban dan keluarganya,” katanya.
Momen terakhir
Cici Rusli, istri Rustiawan, terduduk lesu di teras rumah menunggu tamu yang datang melayat. Matanya sembab karena terus-menerus menangis.
Saat peristiwa ledakan terjadi, ia berada di dalam kawasan tapi jaraknya “jauh” dari sumber ledakan.
“Ya kaget. Kaget karena itu bukan ledakan yang disengaja,” katanya.
Di kawasan itu, Cici membuka tenda berdampingan dengan tenda TNI. Ia bertugas menyiapkan konsumsi.
“Kan kebetulan lagi masak katering buat anggota [TNI] dan para pekerja. Itu [ledakan] tidak disengaja, tidak ada kode apa-apa,” kata Cici memulai cerita.

Sumber gambar, Mupliana
Ia langsung bergegas ke lokasi ledakan karena teringat suaminya yang saat itu bekerja menyusun amunisi dengan sosok yang disebutnya “komandan TNI”.
Amunisi yang disusun dalam lubang ini akan dimusnahkan karena sudah tidak layak pakai.
Di lokasi ledakan, Cici menyaksikan semua kerusakan yang terjadi termasuk korban-korban yang sebagian sudah tidak utuh.
“Langsung lihat,” kata Cici sambil terdiam beberapa detik.
Momen terakhir bersama Rustiawan yaitu saat suaminya itu mengajak berboncengan dengan sepeda motor ke lokasi galian pemusnahan amunisi kedaluwarsa.

Sumber gambar, ANTARA FOTO
“Perkataan dia yang terakhir: ‘Ayo saya bonceng!’ Dibonceng ke lokasi bareng berangkat sama saya, pakai motor,” ungkap Cici.
Cici “tidak tahu” bagaimana bisa hidup ke depan tanpa suaminya. Tapi, “pasti saya yang jadi tulang punggung,” kata ibu tiga anak itu.
“Dia suami yang bertanggung jawab, baik, suami yang bermasyarakat,” ungkapnya.
Menurut Cici, suaminya sudah bertahun-tahun dipercaya TNI membantu proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa.
Bahkan, kata Cici, Rustiawan sering diundang ke berbagai daerah untuk melakukan hal yang sama, seperti ke Gorontalo dan daerah lain di luar Jawa.
“Bapak sudah dipercaya sama mereka [TNI],” ucapnya.
Masih menurut Cici, pekerjaan pemusnahan amunisi ini setidaknya berlangsung setahun dua kali.
Mengelola amunisi kedaluwarsa secara ‘otodidak’
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mendatangi keluarga korban, Selasa (14/05).
Dalam perbicangan yang diunggah lewat akun resmi YouTube-nya, keluarga korban membantah tuduhan bahwa mereka adalah “pemulung”.
“Saya minta pertanggung jawaban, Pak. Karena bapak saya di situ bukan seperti yang orang-orang pikirin. Bapak saya bukan mulung. Bapak saya kerja sama tentara,” kata perempuan yang mengaku sebagai anak Rustiawan di hadapan Dedi Mulyadi.
Perempuan berhijab hitam itu didampingi sang paman, Agus. Pria 55 tahun ini adalah abang Rustiawan yang mengaku sudah bekerja 10 tahun lebih menangani pemusnahan amunisi afkir.
“Kalau upah, Pak, enggak tahu ya ke sananya. Mungkin kalau ke saya, dari adik saya, cuma Rp150.000 sehari,” katanya.

Sumber gambar, Youtube/Channel Dedi Mulyadi
Saat Dedi Mulyadi bertanya tentang tugas dan pelatihan yang pernah didapat, Agus berkata: “Kebetulan saya ada membuka amunisi yang… Mungkin otodidak, Pak.”
Agus pun menduga ragam amunisi yang dikumpulkan dalam lubang itu hendak direndam air laut. Tujuannya, “cepat karat, cepat busuk”. Tapi ledakan yang justru muncul.
“Mungkin itu kan sebelumnya direndam (juga) pakai pupuk. Kemungkinan pupuk itu panas, Pak. pikir saya, ya,” jelas Agus.
BBC News Indonesia tak bisa memverifikasi dugaan ini.
Kepada keluarga korban, Dedi Mulyadi berkomitmen membiayai hidup anak-anak korban meninggal sampai kuliah. Dan ia menyatakan peristiwa yang terjadi sebagai “kecelakaan kerja”.

Sumber gambar, Youtube/Channel Dedi Mulyadi
Di tempat terpisah, otoritas di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, mengatakan warga yang terlibat proses pemusnahan amunisi afkir sudah dipekerjakan TNI selama bertahun-tahun.
“Masyarakat memang dilibatkan dalam proses itu, bukan hanya menggali lubang, tapi dari mulai memilah hingga menyusun,” kata Doni David, pejabat di Desa Sagara seperti dikutip Tribunnews.
Doni menegaskan, kabar yang beredar soal korban tewas akibat memulung sisa ledakan merupakan informasi yang keliru.
Dia menyebut selama ini warga memang dipercaya oleh TNI untuk membantu proses pemusnahan.
“Kami dari pemerintahan desa tidak menerima warga kami dianggap memulung, tidak mungkin memulung karena lokasi tersebut dijaga ketat. Apalagi saat kejadian kan anggota TNI juga jadi korban,” katanya.

Sumber gambar, ANTARA FOTO
BBC News Indonesia telah meminta komentar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana dan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi. Namun, sampai berita ini diterbitkan belum ada respons.
Sebelumnya, Brigjen Kristomei Sianturi, menyebut pihaknya menduga terjadi ledakan kedua atau susulan meski prosedur sudah dijalankan.
“Mungkin ada ledakan kedua, detonator yang belum meledak,” ujarnya.
Selain itu, Kristomei menduga warga yang menjadi korban sedang berupaya mengumpulkan sisa-sisa logam dari bekas ledakan, seperti serpihan granat dan mortir.
“Memang biasanya apabila selesai peledakan, masyarakat datang untuk ambil sisa-sisa ledakan tadi, apakah serpihan-serpihan logamnya yang dikumpulkan, kemudian tembaga, atau besi, yang memang bekas dari granat, mortir, itu yang biasanya masyarakat ambil logam tersebut,” ujar Kristomei.

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Kristomei menduga terdapat bom yang belum sepenuhnya meledak. Akibatnya, ketika warga mendekat, ledakan susulan terjadi dan menelan korban jiwa.
Di sisi lain, Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) III/Siliwangi, Mayjen TNI Dadang Arif Abdurahman, menyampaikan penyelidikan atas insiden ledakan amunisi masih berlangsung.
“Masih investigasi, belum selesai,” ucapnya saat mengunjungi keluarga para korban di RSUD Pameungpeuk, Selasa (13/05).
Baca Juga:
Ia menjelaskan tim investigasi Kodam III/Siliwangi tengah bekerja intensif mengungkap penyebab insiden tragis yang menewaskan 13 orang, termasuk anggota militer dan warga sipil.
Pati TNI berpangkat mayor jenderal itu menegaskan pihaknya belum bisa menyimpulkan apa pun sebelum proses investigasi benar-benar tuntas.
“Nanti, timnya masih bekerja,” tuturnya.
Aturan pemusnahan amunisi
Kementerian Pertahanan memiliki ketentuan dalam pemusnahan amunisi afkir.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) No. 79/2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemeliharaan Amunisi di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.
Dalam Pasal 8 huruf i disebutkan:
“Penyingkiran dan preservasi, merupakan kegiatan teknis pemilahan dan pengelompokan jenis amunisi yang kondisinya baik, rusak dapat diperbaiki maupun rusak tidak dapat diperbaiki dalam rangka pemeliharaan dan perbaikan maupun pemusnahan.”
Dalam ketentuan lebih rinci juga terdapat Petunjuk Pelaksanaan Nomor: Juklak/04/VI/2010 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Amunisi di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Sumber gambar, DETIK
Bab III Pelaksanaan pada poin 12 huruf e disebutkan:
“Kegiatan pemusnahan amunisi. Untuk amunisi-amunisi afkir/kondisinya rusak tidak dapat diperbaiki dan membahayakan, harus dilaksanakan tindakan pemusnahan baik oleh instalasi amunisi lapangan, daerah maupun instalasi amunisi pusat, dibantu oleh tim pemusnahan yang ditunjuk.
Kegiatan pemusnahan dapat dilaksanakan setelah ada persetujuan dari pejabat yang berwenang, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak atau membahayakan, agar dapat dihindari kemungkinan bahaya yang dapat merugikan personel maupun materiil.
Pelaksanaan pemusnahan amunisi dapat dilaksanakan dengan cara pembakaran maupun penghancuran/peledakan dengan memperhatikan sifat-sifat dasar amunisi yang akan (di)musnahkan serta syarat-syarat keamanan dan syarat-syarat teknis pemusnahan amunisi.”
DPR: Audit menyeluruh tata kelola pemusnahan amunisi
Anggota Komisi Pertahanan DPR, Yulius Setiarto, menyebut adanya versi yang berbeda antara masyarakat dan TNI terkait korban sipil menunjukkan “ada suatu sistem atau suatu prosedur yang kurang pas dalam konteks memusnahan amunisi”.
Politikus PDI Perjuangan itu mendorong “audit menyeluruh” tata kelola pemeliharaan amunisi, termasuk prosedur pemusnahannya dengan melibatkan “pihak eksternal”.
“Jangan sampai peristiwa ini cuma lewat begitu saja. Tetapi nanti di wilayah-wilayah lain juga terjadi hal yang sama,” kata Yulius.

Sumber gambar, Mupliana
Dia bilang, audit ini bukan mencari siapa yang bersalah dalam kasus ledakan amunisi di Garut, tetapi demi memperbaiki sistem dan tata kelola agar tidak terjadi di kemudian hari.
“Kalau saya pribadi mendukung apabila nanti pimpinan Komisi I (DPR) mengagendakan memanggil panglima TNI dan KSAD untuk kita RDP (Rapat Dengar Pendapat),” katanya.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, juga menilai “pasti ada sebuah kesalahan yang fatal mengakibatkan sebuah bencana yang berdarah”.
Ia melontarkan banyak pertanyaan dalam kejadian ini, termasuk alasan TNI mempekerjakan warga sipil, dan kapasitas mereka di sana.

Sumber gambar, ANTARAFOTO
“Tapi sebelum kita lebih melanjut ke sana, harus ada investigasi yang secara detail yang dilakukan secara teliti agar duduk persoalan itu lebih jelas,” katanya yang mempertimbangkan membawa persoalan ini ke rapat komisi.
Peristiwa ledakan amunisi milik TNI bukan pertama kali terjadi.
Pada peristiwa setahun lalu, gudang peluru TNI milik Kodam Jaya di Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat meledak.
Saat itu, video yang tersebar di media sosial menggambarkan kobaran api dari kejauhan yang membuat langit sekitar merah.
Saat itu pihak TNI menyatakan telah membuka penyelidikan. Namun, sampai hari ini hasil investigasi belum pernah dilihat oleh dua anggota DPR yang kami wawancara.
“Saya belum tahu ya hasilnya seperti apa. Tapi ini kan menjadi perhatian untuk sekiranya ditindaklanjuti,” kata Dave.
Daftar peristiwa ledakan terkait amunisi
- 03 November 1984
Ledakan gudang amunisi Marinir di Cilandak, Jakarta. Korban meninggal 15 orang, 26 luka-luka dan 1.500 rumah rusak.
- 05 Maret 2014
Ledakan gudang amunisi Komando Pasukan Katak, Pondok Dayung di Tanjung Priok, Jakarta. Satu orang tewas, dan puluhan lainnya luka-luka.
- 14 September 2019
Ledakan di gudang senjata Markas Brimob Srondol, Semarang, Jawa Tengah. Tidak ada korban jiwa, tapi sejumlah rumah warga rusak.
- 30 Maret 2024
Amunisi afkir meledak di Ciangsana, Jawa Barat. Puluhan rumah rusak. Tidak ada korban jiwa.
- 05 Mei 2025
Truk TNI bermuatan amunisi terbakar di Tol Gempol-Pandaan, Pasuruan Jawa Timur. Satu prajurit meninggal, dan satu lainnya luka-luka.
- 12 Mei 2025
Ledakan pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Desa Sagara, Garut, Jawa Barat. 13 orang meninggal.
Wartawan Mupliana di Garut, Jawa Barat, ikut berkontribusi dalam artikel ini.