KUBET – Apakah Koperasi Merah Putih yang dibutuhkan para petani? – ‘Kami trauma dengan model-model seperti ini’

Apakah Koperasi Merah Putih yang dibutuhkan para petani? – ‘Kami trauma dengan model-model seperti ini’

Warga antre untuk melakukan pemeriksaan kesehatan mereka di Klinik Koperasi Desa Merah Putih, Desa Cangkuang Wetan, Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/5/2025).

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/Spt

Keterangan gambar, Warga antre untuk melakukan pemeriksaan kesehatan mereka di Klinik Koperasi Desa Merah Putih, Desa Cangkuang Wetan, Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/05).

Pemerintah akan meluncurkan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih pada Hari Koperasi, 12 Juli 2025. Koperasi ini diklaim akan menciptakan dua juta lapangan pekerjaan, mencegah masyarakat terjerat pinjaman online (pinjol) dan rentenir, hingga menawarkan keuntungan Rp1 miliar per tahun. Namun, beberapa petani menyambut pesimistis soal pembentukan Koperasi Merah Putih, yang akan mendapat kucuran dana hingga Rp3 miliar.

“Yang kami butuhkan itu pupuk yang murah, infrastruktur pertanian yang memadai, dan penyaluran bibit yang berkualitas—bukan model pinjaman lagi. Kami sudah sangat trauma dengan model-model pinjaman seperti ini,” kata Sukmar Asiongo, petani di Sulawesi Tengah, Kamis (05/06).

Senada, Ferry Irawan, petani di Batu Urip, Lubuklinggau, Sumatra Selatan, berkata pemerintah seharusnya membuat harga pupuk yang rendah dan program-program lain yang langsung dirasakan masyarakat.

“Harusnya subsidi pupuk merata ke para petani, dan harga pupuk itu harus rendah. Jadi, kalau koperasi ini hanya bergerak di simpan pinjam, kami agak pesimistis,” katanya.

Lain halnya dengan petani tembakau di Madura, Sudi. Dia menilai Koperasi Merah Putih dapat membantunya mendapatkan pinjaman modal untuk menggarap sawah.

“Tambah gampang nanti kalau ada koperasi itu. Saya senang, tapi bunganya jangan terlalu banyak,” katanya.

Megawati Matoka, Ketua Koperasi Merah Putih di Desa Kwalabesar, Sulteng, mengaku belum memahami bagaimana mekanisme kerja koperasi yang akan dijalankan.

Namun, dia berharap Koperasi Merah Putih dapat membantu masyarakat pedesaan. Dia juga mengaku optimistis bahwa KMP bisa tetap menjaga independensinya.

Pengamat koperasi, Suroto, memandang pembentukan Koperasi Merah Putih yang berdasarkan instruksi presiden telah menyalahi nilai koperasi. Sebab, pembentukannya seharusnya berasal dari inisiatif masyarakat (buttom-up) dan dikelola secara demokratis, otonom, serta mandiri.

“Sudah menyalahi konsep koperasi dan tak belajar dari sejarah masa lalu ketika kreatornya penguasa maka mereka juga yang akan menjadi perusak. Ditambah lagi tidak ada kajian akademiknya,” kata Suroto.

Hasil riset Center of Economic and Law Studies yang melibatkan108 kepala desa di 34 provinsi memperlihatkan adanya risiko penyimpangan, kerugian uang negara hingga matinya inisiatif ekonomi di pedesaan berpotensi terjadi akibat dari program Koperasi Merah Putih.

Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (kanan) menyampaikan paparan saat menghadiri kegiatan Peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan dan Dialog Percepatan Musyawarah Desa/Kelurahan Merah Putih di Jawa Tengah di Holy Stadium, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/5/2025). Kegiatan yang dihadiri delapan menteri, wakil menteri kabinet merah putih, Gubernur serta Wagub Jateng dan 9.000 peserta kepala daerah maupun desa se-Jawa Tengah tersebut membahas tentang percepatan musyawarah pembentukan koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di provinsi itu dengan anggaran melalui APBN sebesar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar per koperasi sekaligus penyerahan bantuan sarana dan prasarana untuk pemerintah desa, petani, serta nelayan dari Pemprov Jateng.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Makna Zaezar/Spt

Keterangan gambar, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (kanan) menyampaikan paparan saat menghadiri kegiatan Peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan dan Dialog Percepatan Musyawarah Desa/Kelurahan Merah Putih di Jawa Tengah di Holy Stadium, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (06/05).
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Namun, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono membantah pandangan-pandangan itu. Dia mengatakan proses pembentukan Koperasi Merah Putih dilakukan melalui mekanisme musyawarah desa khusus (musdesus) yang menekankan prinsip demokrasi, gotong royong dan kekeluargaan.

“Yang top down itu gagasan presiden lewat inpres, kepres, di ranah regulasi. Kan semua regulasi, anggaran, itu pasti dari pusat ke bawah. Tapi proses pembentukannya demokratis,” katanya kepada BBC News Indonesia.

Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi pun meminta masyarakat untuk menghilangkan keraguan, kecurigaan, dan ketakutan demi menyukseskan program koperasi ini.

Koperasi Merah Putih merupakan bagian dari delapan program prioritas (Asta Cita) Presiden Prabowo Subianto yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 dan didukung oleh Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Satgas Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

Prabowo menargetkan pembentukan 80.000 koperasi desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.

‘Kami trauma dengan model-model seperti ini’

Sukmar Asiongo, warga di Desa Kwalabesar, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, memiliki lahan sawah seluas 0,7 hektare yang telah dikelolanya selama puluhan tahun.

Setiap musim tanam, ia membutuhkan modal sekitar Rp3,5 juta hingga Rp4 juta. Uang itu digunakan untuk membeli pupuk sebesar Rp1 juta, biaya penggarapan, sewa peralatan pertanian, dan sewa buruh tani.

Selain itu, kata pria berusia 59 tahun ini, bibit padi dia produksi sendiri karena tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.

“Selama saya menjadi petani, tidak pernah ada bibit yang diberikan oleh pemerintah. Jadi, setiap musim tanam, kami harus menyediakan bibit sendiri,” ujar Sukmar, Kamis (05/06).

Sukmar Asiongo, warga di Desa Kwalabesar, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah memiliki lahan sawah seluas 0,7 hektare yang telah dikelolanya selama puluhan tahun.

Sumber gambar, Sarjan Lahay

Keterangan gambar, Sukmar pun menilai bahwa Koperasi Merah Putih bukanlah solusi atas permasalahan yang telah lama dia dan para petani lain hadapi, yaitu mahalnya harga pupuk, minimnya infrastruktur pertanian, dan sulitnya akses bibit berkualitas.

Dengan kebutuhan modal yang cukup besar, Sukmar mengaku sering terpaksa meminjam uang kepada tengkulak dengan bunga yang bisa mencapai 50%.

Utang tersebut, kata Sukmar, tidak dibayar dengan uang tunai tapi melalui pembayaran dalam bentuk beras yang diambil oleh tengkulak dengan harga hanya setengah dari harga pasaran.

Skema pembayaran seperti ini membuat beban ekonomi keluarga Sukmar semakin berat, bahkan sempat membuat salah satu anaknya nyaris putus sekolah. Untuk melunasi utang tersebut, Sukmar juga harus menjadi buruh tani di lahan milik orang lain demi mendapatkan tambahan penghasilan.

“Pokoknya segala cara saya lakukan demi bisa melunasi utang itu. Sampai-sampai, saya pernah jatuh sakit karena kelelahan,” ungkapnya.

Baca juga:

Sukmar pun menilai bahwa Koperasi Merah Putih bukanlah solusi atas permasalahan yang telah lama dia dan para petani lain hadapi, yaitu mahalnya harga pupuk, minimnya infrastruktur pertanian, dan sulitnya akses bibit berkualitas.

Pasalnya, menurut Sukmar, koperasi ini hanya difokuskan untuk menjawab keterbatasan akses modal, pemasaran hasil pertanian atau UMKM, serta rendahnya daya tawar pelaku usaha kecil.

Alih-alih membantu petani keluar dari jerat utang, Sukmar melihat koperasi ini tak ada bedanya dengan tengkulak dan bank yang akan semakin menenggelamkan petani dalam lilitan utang karena menerapkan bunga ke masyarakat.

“Yang kami butuhkan itu pupuk yang murah, infrastruktur pertanian yang memadai, dan penyaluran bibit yang berkualitas—bukan pinjaman lagi. Kami sudah sangat trauma dengan model-model pinjaman seperti ini,” tegas Sukmar.

Fery Irawan berkata pemerintah seharusnya membuat harga pupuk yang rendah dan program-program lain yang langsung dirasakan masyarakat.

Sumber gambar, Aan Sangkutiyar

Keterangan gambar, Fery Irawan berkata pemerintah seharusnya membuat harga pupuk yang rendah dan program-program lain yang langsung dirasakan masyarakat.

Senada, petani di Batu Urip, Lubuklinggau, Sumatra Selatan, Fery Irawan berkata pemerintah seharusnya membuat harga pupuk yang rendah dan program-program lain yang langsung dirasakan masyarakat.

“Harusnya subsidi pupuk merata ke para petani, dan harga pupuk itu harus rendah. Jadi, kalau koperasi ini hanya bergerak di simpan pinjam, kami agak pesimistis,” katanya.

“Terlebih, [koperasi ini] dibentuk dari atas ke bawah, bukan dari kebutuhan masyarakat atau digerakan oleh masyarakat tingkat desa. Tapi, kita lihat saya ke depan bagaimana perkembangannya,” lanjutnya.

Irawan masih menunggu gebrakan yang akan dilakukan oleh Koperasi Merah Putih ini, dan bidang usaha apa yang bakal digelutinya.

Petani tembakau di Madura, Sudi, menyambut positif kehadiran Koperasi Merah Putih.

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Petani tembakau di Madura, Sudi, menyambut positif kehadiran Koperasi Merah Putih.

Lain halnya dengan petani tembakau di Madura, Sudi. Dia menyambut positif kehadiran Koperasi Merah Putih. Dia berharap koperasi ini dapat menawarkan bunga pinjaman yang rendah dan persyaratannya yang mudah.

“Tambah gampang nanti kalau ada koperasi [Merah Putih] itu. Saya senang, tapi bunganya jangan terlalu banyak,” kata pria berusia 45 tahun ini ketika ditemui, Kamis (05/06).

Pasalnya, Sudi membutuhkan biaya untuk menggarap lahannya di setiap awal musim tanam tembakau. Petani asal Desa Bukek Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan ini sedikitnya harus mengeluarkan modal hingga Rp6 juta.

Ia pun terpaksa menjual perhiasan milik istrinya sebagai modal untuk menggarap sawah. Sudi tidak berani meminjam modal di bank karena bunga yang dinilainya cukup tinggi. Ditambah lagi, Sudi pernah punya pengalaman terlilit utang.

Selain membentuk koperasi, Sudi pun berharap agar pemerintah mampu membuat harga pupuk yang terjangkau dengan jumlah kuota yang cukup.

Terkait keluhan dari petani itu, Wakil Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, menegaskan bahwa keberadaan Koperasi Merah Putih akan dapat membuat harga pupuk terjangkau.

“Karena mata rantai distribusi yang panjang untuk pupuk, dan sarana input pertanian bisa tepat sasaran, jumlah dan waktunya. Kalau sekarang terlalu panjang,” ujar Ferry.

Apa tantangan pengurus Koperasi Merah Putih di daerah?

 Megawati Matoka, Ketua Koperasi Merah Putih di Desa Kwalabesar, Sulteng, mengaku belum memahami bagaimana mekanisme kerja koperasi yang akan dijalankan.

Sumber gambar, Sarjan Lahay

Keterangan gambar, Megawati Matoka, Ketua Koperasi Merah Putih di Desa Kwalabesar, Sulteng, mengaku belum memahami bagaimana mekanisme kerja koperasi yang akan dijalankan.

Koperasi Merah Putih rencananya akan diluncurkan oleh Presiden Prabowo bulan depan. Namun hingga kini, Megawati Matoka, Ketua Koperasi Merah Putih di Desa Kwalabesar, Sulteng, mengaku belum memahami bagaimana mekanisme kerja koperasi yang akan dijalankan.

Pasalnya, hingga saat ini dia belum menerima petunjuk teknis (juknis) resmi dari pemerintah pusat maupun daerah terkait operasional Koperasi Merah Putih.

Sejauh pemahamannya, Megawati melihat Koperasi Merah Putih akan lebih condong berfokus pada penyaluran pinjaman dengan bunga pinjaman yang rendah.

“Bunga 3% ini cukup kecil. Sangat berbeda dengan pinjaman di bank dan tengkulak yang bunganya bisa mencapai sekitar 50%,” ujar Megawati.

Menurutnya, kehadiran koperasi ini diharapkan dapat membantu masyarakat pedesaan yang selama ini kesulitan mengakses sumber modal usaha.

Selain itu, Megawati mengaku optimistis bahwa KMP bisa tetap menjaga independensinya.

“Secara struktural, tidak ada pengurus yang berasal dari pengurus BUMDes, aparat desa, ASN, maupun honorer,” katanya.

Ketua Pengurus Koperasi Merah Putih Kelurahan Jungcangcang, Pamekasan, Madura, Widya Prapto mengaku dia dan rekannya baru pertama kali menjadi pengurus koperasi.

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Ketua Pengurus Koperasi Merah Putih Kelurahan Jungcangcang, Pamekasan, Madura, Widya Prapto mengaku dia dan rekannya baru pertama kali menjadi pengurus koperasi.

Tantangan lain yang dihadapi pengurus Koperasi Merah Putih adalah minimnya pengetahuan tentang koperasi.

Ketua Pengurus Koperasi Merah Putih Kelurahan Jungcangcang, Pamekasan, Madura, Widya Prapto, mengaku dia dan rekannya baru pertama kali menjadi pengurus koperasi.

“Di Jungcangcang ini baru pertama kali dibentuk koperasi ini,” ungkap Widya ketika ditemui di kediamannya.

Selain itu, Widya juga mengaku kebingungan untuk memenuhi modal awal pendirian koperasi. Namun, kata dia, seorang pejabat di tempatnya sempat menyanggupi untuk memberikan dana segar sebesar Rp5 juta.

“Kalau kita berangkat dari nol dengan modal yang hanya ada semangat gitu tidak ada sumber dana yang jelas, kami juga ini khawatir nanti akan putus di tengah jalan,” jelasnya.

Sama dengan Megawati, Widya pun memandang Koperasi Merah Putih akan fokus ke pemberian akses permodalan usaha. Untuk itu, katanya, pengurus harus punya mental yang kuat ketika menghadapi masyarakat, terutama saat melakukan penagihan.

Ketua Koperasi Merah Putih Kelurahan Sumber Agung, Lubuklinggau, Sumatra Selatan, Bayu Pratama Sembiring (tengah).

Sumber gambar, Aan Sangkutiyar

Keterangan gambar, Ketua Koperasi Merah Putih Kelurahan Sumber Agung, Lubuklinggau, Sumatra Selatan, Bayu Pratama Sembiring (tengah).

Tantangan lainnya diungkapkan oleh Ketua Koperasi Merah Putih Kelurahan Sumber Agung, Lubuklinggau, Sumatra Selatan, Bayu Pratama Sembiring.

Bayu melihat ada pengurus koperasi yang belum memiliki kompetensi memadai, dan ada kecenderungan mereka dipilih berdasarkan kedekatan pribadi, bukan keahlian.

“Karena banyak pengurus-pengurus yang belum berkompeten untuk mengurus koperasi, karena diangkat melalui musyawarah khusus yang dipilih oleh anggota, dan anggota mungkin memilih bukan berdasarkan kompetensi tapi kedekatan atau ketokohan,” kata Bayu.

Untuk itu, katanya, para pengurus nantinya harus bekerja keras dalam menjalankan koperasi.

“Apabila pengelolaan tidak baik, maka koperasi tidak akan berjalan dengan baik dan memiliki kemungkinan besar akan bangkrut atau akan tutup seperti koperasi unit desa pada zaman Orde Baru,” katanya.

Terlepas dari itu, Bayu menyabut positif koperasi ini sebagai langkah strategis agar roda ekonomi tidak hanya dikuasai oleh kalangan elite, tetapi juga bisa dinikmati langsung oleh masyarakat bawah.

Setidaknya ada empat program utama yang dirancang oleh Koperasi Merah Putih Sumber Agung, yakni Pangkalan Gas LPG 3 Kg, industri pupuk organik, koperasi simpan pinjam, serta gerai sembako dengan harga terjangkau.

Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono (tengah melihat produk madu galo-galo yang dihasilkan kelompok koperasi saat peninjauan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) pembentukan Koperasi Merah Putih di Balai Gadang, Padang, Sumatera Barat, Kamis (29/5/2025).

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/tom

Keterangan gambar, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono (tengah melihat produk madu galo-galo yang dihasilkan kelompok koperasi saat peninjauan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) pembentukan Koperasi Merah Putih di Balai Gadang, Padang, Sumatra Barat, Kamis (29/05).

Terkait pandangan para pengurus koperasi ini, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan pemerintah akan melakukan pendampingan dan memberikan pelatihan kepada mereka.

“Jadi nanti tentang peningkatan kualitas SDM, pengurus, pengelola itu nanti akan didampingi, dikasih pelatihan, dan segala macamnya,” ujarnya.

“Pasti dikasih tahu tata cara pembentukan koperasinya. Kalau misalkan mereka enggak tahu koperasi, harap dimaklumi karena koperasi memang selama ini kan tidak pernah didorong oleh pemerintah, baru [oleh pemerintah] sekarang ini,” kata Ferry.

‘Salah konsep dan tak ada kajian akademiknya’

Pengamat koperasi, Suroto, mengatakan koperasi hadir sebagai alternatif sistem ekonomi yang muncul sebagai jawaban atas kegagalan sistem kapitalisme pasar dan juga peran negara dalam mensejahterakan masyarakat.

Koperasi, katanya, dikembangkan oleh masyarakat dari bawah (bottom-up) untuk menolong diri mereka sendiri, yang dikelola secara demokratis, otonom, dan mandiri. Sementara itu, pemerintah hadir sebagai regulator yang membentuk peraturan dan iklim yang kondusif bagi perkembangan koperasi.

Namun, katanya, nilai-nilai koperasi itu dilanggar oleh Koperasi Merah Putih yang dibentuk pemerintah.

“Di Koperasi Merah Putih, pemerintah menjadi insiator. Dalam sejarah bangsa ini dari zaman kolonial hingga Orde Baru, ketika kreator koperasi itu penguasa maka mereka juga yang akan menjadi perusak,” kata Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis Indonesia (Akses) itu.

Sejumlah kepala daerah merekam kegiatan Peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan dan Dialog Percepatan Musyawarah Desa/Kelurahan Merah Putih di Jawa Tengah di Holy Stadium, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/5/2025). Kegiatan yang dihadiri delapan menteri, wakil menteri kabinet merah putih, Gubernur serta Wagub Jateng dan 9.000 peserta kepala daerah maupun desa se-Jawa Tengah tersebut membahas tentang percepatan musyawarah pembentukan koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di provinsi itu dengan anggaran melalui APBN sebesar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar per koperasi sekaligus penyerahan bantuan sarana dan prasarana untuk pemerintah desa, petani, serta nelayan dari Pemprov Jateng.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Makna Zaezar/Spt.

Keterangan gambar, Sejumlah kepala daerah merekam kegiatan Peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan dan Dialog Percepatan Musyawarah Desa/Kelurahan Merah Putih di Jawa Tengah di Holy Stadium, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (06/05).

Suroto mencontohkan, di era Orde Baru, pemerintah mengontrol penuh pembentukan dan operasional koperasi unit desa (KUD), dari infrastruktur, anggota, modal hingga jenis usaha.

“Di Orba, ketika privilege business KUD dari pemerintah dicabut, langsung gagal entrepreneurship mereka karena tidak tumbuh dari bawah. Ditambah, KUD kan identik dengan ketua untung duluan,” katanya.

Kegagalan itu, kata Suroto, kini diulang lagi melalui Koperasi Merah Putih yang menargetkan terbentuk 80.000 unit.

“Saya pastikan itu hanya akan jadi sampah-sampah badan hukum karena inisiatif dari atas, bukan motivasi masyarakat. Jadi sudah salah konsep, tak mau belajar dari sejarah, dan tak ada kajian akademiknya yang menunjukkan cara ini berhasil,” ujarnya.

Namun, Wamenkop Ferry Juliantono tak sependapat dengan pandangan Suroto itu.

Dia menjelaskan proses yang berlangsung dari atas ke bawah ada pada tataran gagasan Presiden Prabowo yang diturunkan melalui regulasi inpres dan keppres.

“Emang kalau top down kenapa juga? Kan semua regulasi, anggaran, itu kan pasti dari pusat ke bawah kan,” katanya.

Sementara dalam pelaksanannya, katanya, proses pembentukan KMP melalui mekanisme musyawarah desa khusus (musdesus) yang menekankan prinsip demokrasi, gotong royong dan kekeluargaan.

“Jadi ini sebagai kombinasi top down-nya karena itu gagasan presiden, ada inpres, ada kepres gitu. Tapi proses pembentukannya demokratis dan tetap memegang nilai-nilai koperasi. Kepala desa dan lurah pun bahkan hanya dibatasi sebagai pengawas,” katanya.

Bimsalabim tiba-tiba bikin koperasi, tapi bingung model usaha apa’

Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (keempat kiri), Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (ketiga kiri), Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto (kedua kiri), Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri (kedua kanan), Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Ahmad Riza Patria (ketiga kanan), Gubernur Banten Andra Soni (keempat kanan), dan Bupati Pandeglang Raden Dewi Setiani (kanan) meluncurkan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Desa Kertasana, Pandeglang, Banten, Kamis (8/5/2025). Koperasi Desa/Kelurahan yang dapat memberikan akses pinjaman hingga Rp5 miliar tersebut sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dengan mengembangkan usahanya di perdesaan khususnya untuk sektor pangan, perikanan, pertanian, dan UMKM.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nym

Keterangan gambar, Acara peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Desa Kertasana, Pandeglang, Banten, Kamis (08/05).

Pemerhati koperasi, Dewi Tenty Septi Artiany, menyambut positif kepedulian khusus Presiden Prabowo pada pengembangan koperasi, termasuk pembuatan Koperasi Merah Putih.

Sayangnya, kata dia, proses pelaksanannya di lapangan dalam beberapa hal mencederai prinsip koperasi.

Pertama adalah adanya peran lurah dan kepala desa sebagai ex officio pengawas koperasi.

“Di prinsip koperasi itu tidak boleh karena koperasi itu kan terbuka, bebas dan demokrasi. Tidak ada ex officio dalam pengurus dan pengawas koperasi,” kata Dewi.

Kedua pemerintah telah menetapkan tujuh jenis usaha Koperasi Merah Putih, yaitu gerai sembako, apotek desa, gerai kantor koperasi, gerai unit usaha simpan pinjam, gerai klinik desa, gerai cold storage, dan logistik.

“Ini kan seperti kayak digebyah uyah. Belum tentu juga orang mau bikin apotek atau gerai sembako. Siapa tahu misalnya desa itu kuatnya di sektor bawang, operasi pertanian, pupuk, bibit, alat pertanian. Tapi ini bidangnya seperti sudah dibatasi,” katanya.

Idealnya, tambah Dewi, sebelum membuat KMP dan menargetkan 80.000 unit, pemerintah harusnya memetakan dulu potensi di daerah masing-masing.

“Kalau ini kan bimsalabim tiba-tiba disuruh bikin koperasi. Nah khawatirnya adalah buat dulu badannya terus mereka kemudian bingung model usaha apa yang harus kita buat.”

“Ini dikhawatirkan peruntukannya jadi tidak tepat sasaran, ada potensi gagal, dan terlilit hutang,” kata Dewi.

Wamenkop Ferry Juliantono mengklarifikasi hal itu dengan menyebutkan bahwa setiap unit Koperasi Merah Putih boleh melakukan kegiatan usaha sesuai potensi di desa masing-masing.

“Kan boleh di luar yang tujuh tadi. Boleh koperasi desa itu melakukan kegiatan usaha sesuai potensi desa, tidak ada masalah, ada yang mau berbasis bawang, berbasis peternakan, boleh,” ujarnya.

Risiko penyimpangan hingga kerugian uang negara

Sejumlah kepala daerah mengikuti kegiatan Peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan dan Dialog Percepatan Musyawarah Desa/Kelurahan Merah Putih di Jawa Tengah di Holy Stadium, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/5/2025). Kegiatan yang dihadiri delapan menteri, wakil menteri kabinet merah putih, Gubernur serta Wagub Jateng dan 9.000 peserta kepala daerah maupun desa se-Jawa Tengah tersebut membahas tentang percepatan musyawarah pembentukan koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di provinsi itu dengan anggaran melalui APBN sebesar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar per koperasi sekaligus penyerahan bantuan sarana dan prasarana untuk pemerintah desa, petani, serta nelayan dari Pemprov Jateng.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Makna Zaezar/Spt

Keterangan gambar, Sejumlah kepala daerah mengikuti kegiatan Peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan dan Dialog Percepatan Musyawarah Desa/Kelurahan Merah Putih di Jawa Tengah di Holy Stadium, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (06/05).

Risiko penyimpangan, kerugian uang negara hingga matinya inisiatif ekonomi di pedesaan berpotensi terjadi akibat dari program Koperasi Merah Putih.

Hal itu terungkap dalam hasil riset Center of Economic and Law Studies (Celios) yang melibatkan 108 kepala desa di 34 provinsi.

“Intinya, keberadaan Koperasi Desa Merah Putih dipandang berisiko meminggirkan program desa yang sudah berjalan, menambah beban fiskal dan administratif, serta membuka potensi penyalahgunaan dana, alih-alih memperkuat kemandirian desa,” kata Peneliti Celios, Galau D Muhammad.

Celios juga melakukan wawancara mendalam terhadap seluruh responden dan menggunakan metode multi stage random sampling untuk pengumpulan data primer dari responden sepanjang 3-20 Mei 2025.

Berikut poin-poin temuan Celios:

  • Sebanyak 76 persen perangkat desa menolak Kopdes MP dibiayai dengan pinjaman Bank Himbara dengan Dana Desa sebagai sumber pembayaran cicilan.
  • Terdapat 6 dari 10 desa tidak leluasa dalam mengalokasikan Dana Desa sesuai kepentingan masyarakat desa.
  • 65 persen responden atau mayoritas perangkat desa menilai program Kopdes MP berpotensi dikorupsi dalam pelaksanaannya.
  • 35 persen perangkat desa melihat kepentingan politik menjadi alasan paling kuat dari pendirian Kopdes MP.
  • Hampir separuh perangkat desa khawatir atas pengaruh Kopdes MP dalam memunculkan konflik dan kerentanan sosial di Desa.
  • 3 dari 10 desa khawatir atas konsekuensi pendirian Kopdes MP yang akan mengganggu pengembangan BUMDes.

Apa itu Koperasi Merah Putih dan tujuannya?

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (kiri) meninjau klinik dan apotek desa saat melakukan kunjungan di Desa Cangkuang Wetan, Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/5/2025). Dalam kunjungannya ke Kabupaten Bandung, Menko Bidang Pangan mengunjungi Klinik Koperasi Merah putih, serta pembentukan Koperasi Merah Putih di Desa Cangkuang Wetan.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/Spt

Keterangan gambar, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (kiri) meninjau klinik dan apotek desa saat melakukan kunjungan di Desa Cangkuang Wetan, Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/05).

Pemerintah menjelaskan bahwa Koperasi Merah Putih adalah lembaga ekonomi beranggotakan masyarakat desa yang dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan melalui prinsip gotong royong, kekeluargaan dan partisipasi bersama.

Pemerintah merencanakan peluncuran 80.000 unit Koperasi Desa Merah Putih pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Koperasi. Sementara target seluruh koperasi dapat beroperasi serentak pada 28 Oktober 2025.

Hingga Selasa (03/06), pemerintah menyebut sudah ada 15.000 KMP yang telah resmi berbadan hukum dan sekitar 78.200 desa/kelurahan telah melaksanakan musdesus pembentukan koperasi ini.

Anggaran yang dibutuhkan untuk pembentukan KMP itu diperkirakan mencapai Rp400 triliun, yang mana masing-masing koperasi mendapatkan plafon pinjaman modal hingga Rp3 miliar.

Pinjaman itu berasal dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang wajib dikembalikan dengan mekanisme cicilan selama enam tahun.

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi (kanan) didampingi Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (21/5/2025). Budi Arie Setiadi meminta KPK untuk mengawal dan mencegah terjadinya berbagai bentuk penyimpangan dalam pelaksanaan program Koperasi Desa Merah Putih.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Reno Esnir/sgd/Spt

Keterangan gambar, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi (kanan) didampingi Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (21/05).

Lalu apa manfaat yang didapat dari Koperasi Merah Putih ini?

Menkop Budi Arie mengeklaim Koperasi Merah Putih diproyeksi dapat menciptakan lebih dari dua juta lapangan kerja.

Selain lapangan kerja, Budi mengatakan bahwa setiap koperasi berpotensi meraih keuntungan hingga Rp1 miliar per tahun.

Kemudian, Wamenkop Ferry Juliantono mengatakan Koperasi Merah Putih mampu mengurangi angka kemiskinan ekstrem di Indonesia dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Bahkan, kata Ferry, Koperasi Merah Putih diharapkan mampu mencegah masyarakat terlepas dari jeratan pinjaman online (pinjol) ilegal dan rentenir.

Kemudian, pemerintah mengeklaim Koperasi Merah Putih akan memotong rantai pasok yang panjang pada tata niaga di desa dan berperan sebagai offtaker dari hasil panen petani di desa yang berada di daerah pertanian.

Wartawan Sarjan Lahay di Sulawesi Tengah, Ahmad Mustofa di Jawa Timur, dan Aan Sangkutiyar di Sumatra Selatan berkontribusi dalam artikel ini.

Tinggalkan Balasan