Tentara jaga kejaksaan, upaya Prabowo lemahkan pengaruh Jokowi?

Sumber gambar, CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP via Getty Images
Pengerahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menjaga keamanan di berbagai kantor kejaksaan dinilai sebagai salah satu upaya Presiden Prabowo Subianto untuk melemahkan pengaruh Joko Widodo. Pasalnya, Jokowi dipandang masih memiliki pengaruh besar di institusi penegak hukum, seperti kepolisian.
“Ini seperti upaya tentara yang semakin ingin menggantikan posisi polisi yang notabenenya seperti anak emas selama 10 tahun terakhir, di bawah Jokowi. Prabowo pelan-pelan ingin mengambil alih secara total kekuasaan yang seharusnya dimilikinya dari pengaruh Jokowi,” kata profesor riset bidang politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis (15/05).
Namun, pengerahan TNI itu disebut melanggar banyak peraturan dari sisi hukum tata negara, mulai UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, hingga UU TNI.
“Itu bukan tugas TNI untuk mengamankan kejaksaan. Melanggar Pasal 30 UUD. Pada titik tertentu kita melihat ada kemelut antarinstitusi negara. Presiden haru menertibkan agar sesuai kehendak konstitusi,” kata pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari.
Bahkan, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Minggu (11/05), menegaskan pelibatan tentara ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil, khususnya di wilayah penegakan hukum, dan dugaan akan kembalinya dwifungsi TNI.
Akhir dari Paling banyak dibaca

Sumber gambar, Andrew Gal/NurPhoto via Getty Images
Namun pandangan Firman Noor dibantah oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
“Saya rasa narasi itu adalah narasi memecah-belah karena tidak ada yang namanya aparat penegak hukum dekat dengan satu, Pak Jokowi atau dekat dengan Pak Prabowo,” kata Dasco saat dihubungi BBC News Indonesia.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan pelibatan TNI dalam rangka pengamanan secara fisik bukan mencampuri urusan perkara.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah mengeluarkan Surat Telegram (ST) Bernomor TR/422/2025, tertanggal 6 Mei 2025, mengenai perintah penyiapan dan pengerahan personel dari satuan tempur beserta alat kelengkapan dalam rangka dukungan pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh wilayah Indonesia.
Apakah sudah ada pengerahan tentara di kantor kejaksaan daerah?
Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara yang berlokasi di Jalan Jenderal Besar A.H. Nasution, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatra Utara, terlihat sepi pengunjung, pada Kamis (15/05).
Dua orang pengamanan dalam (pamdal) berseragam khas kejaksaan tengah berjaga di pos pemeriksaan. Tidak terlihat ada tentara yang berjaga.
Kasi Penkum Kejati Sumatra Utara Adre Wanda Ginting berkata, hingga kini pihaknya masih menunggu perkembangan.
“Kita lihat perkembangan yang ada. Nanti bagaimana perkembangan yang ada akan kita sampaikan lebih lanjut,” ujar Adre.

Sumber gambar, Nanda Fahriza Batubara

Sumber gambar, Nanda Fahriza Batubara
Situasi serupa juga terlihat di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan yang berlokasi di Jalan Adinegoro, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, pada Kamis (15/05).
“Untuk saat ini, belum ada anggota TNI yang berjaga di Kejari Medan. Perkembangan terbaru nanti akan disampaikan,” ujar Kasi Intelijen Kejari Medan Dapot Dariarma Siagian.
Mungkin Anda tertarik:
Belum adanya pengerahan personel untuk berjaga, kata Kapendam I/Bukit Barisan Letkol Inf Asrul Kurniawan Harahap, karena pihaknya baru akan menandatangani perjanjian kerja sama dengan empat Kejati di wilayah Kodam I/Bukit Barisan pada Jumat (16/05).
“Tentang jumlah personel nantinya tergantung permintaan dan kebutuhan Kejati ataupun Kejari di masing-masing wilayah,” ujar Asrul.

Sumber gambar, Darul Amri
Di Makassar, tentara juga terlihat belum berjaga di kantor Kejati Sulawesi Selatan yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo pada Kamis (15/05).
Dari pantauan sekitar pukul 13.15 hingga 14.00 Wita, pengamanan kantor Kejati Sulsel dilakukan oleh pamdal dan kepolisian. Pasalnya, saat itu sekelompok mahasiswa tengah berdemo di depan kantor.
Selama berlangsungnya demo, gerbang masuk ke kantor Kejati ditutup oleh satpam dan polisi.

Sumber gambar, Darul Amri
“Belum ada [penjagaan TNI]. Tapi tentunya nota kesepahaman itu saling mendukung, saling memberikan support termasuk ketika Kejaksaan Agung membutuhkan pengamanan, bisa saja kita minta dari TNI,” kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi saat ditemui di kantornya di Kota Makassar, Kamis (15/05).
Soetarmi menegaskan bahwa pihaknya membutuhkan tentara untuk membantu pengamanan.
“Tentunya dalam penanganan pengamanan [kasus] korupsi butuh semacam penanganan-penanganan pengamanan yang profesional, profesionalsme itu terlatih ada di TNI,” tambahnya.


Di Jawa Barat, personel pengamanan yang mengenakan seragam tentara juga tak nampak di kantor Kejari Kota Bekasi.
Penjagaan pada Kamis (15/05) siang itu terlihat dilakukan oleh dua petugas, yang satu berseragam pamdal kejaksaan dan satu berpakaian bebas.
Satu petugas terlihat tengah berbicara dengan pengunjung yang ingin masuk lingkungan kantor Kejari Bekasi. Petugas lain membuka gerbang saat ada kendaraan yang memasuki lingkungan kejari.
Baca juga:
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan pihaknya masih menggodok teknis pelaksanaan pengamanan tentara di lingkungan kejari dan kejati, yang akan dikoordinasikan dengan TNI.
Dia meyakini pengamanan dari personel TNI tidak akan bertabrakan dengan pengamanan internal kejaksaan. Sebab, pengamanan dari prajurit militer hanya bersifat pasif sebagai upaya antisipasi.
Upaya transisional kekuasaan
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Profesor riset bidang politik dari BRIN, Firman Noor, menganalisis pengerahan tentara di Kejari dan Kejati memiliki makna yang lebih besar dari sekedar “memberikan jasa keamanan”.
Dari sisi politik, Firman melihat langkah ini sebagai salah satu bentuk dari rangkaian upaya transisional yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat kekuasannya sekaligus menghilangkan pengaruh Jokowi yang disebut masih kuat di sektor penegakan hukum.
“Kita lihat sekarang kan bisa dibilang matahari kembar, meskipun asimetris kembarnya. Pada saat ini ibaratnya bidak-bidak disebar oleh Prabowo untuk bisa taking over secara total kekuasannya, khususnya dari pengaruh Jokowi,” katanya.
“Ini memang bagian dari puzzle-puzzle yang sudah mulai disusun oleh Prabowo untuk menggantikan pengaruh-pengaruh Jokowi.”
Baca juga:
Firman mencontohkan, salah satu institusi yang masih kuat pengaruh Jokowi di dalamnya hingga sekarang adalah kepolisian.
“Ini seperti upaya tentara yang semakin ingin menggantikan posisi polisi yang notabenenya seperti anak emas selama 10 tahun terakhir, di bawah Jokowi. Polisi bisa dibilang itu centengnya Jokowi.”
“Prabowo terlihat pelan-pelan ingin mengambil alih secara total kekuasaan yang harusnya dimilikinya dari pengaruh Jokowi, lewat kejaksaan,” kata Firman.

Sumber gambar, Rosa Panggabean/Bloomberg via Getty Images
Namun, pandangan Firman ini dibantah oleh Ketua Umum Harian Partai Gerindra yang juga Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
“Saya rasa narasi itu adalah narasi memecah belah karena tidak ada yang namanya aparat penegak hukum dekat dengan satu, Pak Jokowi atau dekat dengan Pak Prabowo.”
“Bahwa aparat penegak hukum secara struktural itu sudah ada dalam UU-nya masing-masing,” kata Dasco.
Baca juga:
Senada, Penasihat Khusus Presiden Urusan Pertahanan Nasional Jenderal (Purn) TNI Dudung Abdurachman menegaskan pengamanan itu adalah amanat dari Memorandum of Understanding (MoU) antara TNI dan Kejaksaan pada 6 April 2023, saat Panglima TNI adalah Laksamana TNI (Purn) Yudo Margono.
Dudung membantah bahwa langkah itu adalah perintah Presiden Prabowo.
“Tapi dalam pengerahan pasukan ini saya yakin tidak ada dari presiden, tapi dari dasar nota kesepahaman,” kata Dudung.

Sumber gambar, YASUYOSHI CHIBA/AFP via Getty Images
Merespons kebijakan pengamanan gedung kejaksaan oleh tentara, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, hubungan Polri dengan Kejaksaan berjalan dengan baik.
“Saya dengan Jaksa Agung juga sering komunikasi, teman-teman di wilayah, para kapolda juga komunikasi yang baik dengan kajati, demikian juga dengan kapolres,” ujar Listyo di PTIK, Jakarta, Kamis (15/05).
Listyo menambahkan, sepanjang koordinasi dilakukan untuk melakukan penegakan hukum yang lebih baik, tentu akan dilakukan.
Dia juga mengatakan hubungan serta sinergisitas TNI dan Polri sangat baik.
“Kita bekerja sama dalam menghadapi berbagai macam tantangan tugas, termasuk juga seperti tugas swasembada, penanganan masalah-masalah bencana alam. Saya kira sinergi TNI-Polri saat ini terus meningkat, termasuk juga bagaimana kita melakukan pelatihan-pelatihan bersama,” imbuh Listyo.
‘Politisasi militer’

Sumber gambar, Robertus Pudyanto/Getty Images
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, melihat pengerahan tentara di kejaksaan adalah satu dari beragam upaya “politisasi militer” yang dilakukan oleh Prabowo.
“Sebagai mantan militer, tentu ada semangat esprit de corps dalam diri Prabowo. Sehingga penggunan instrumen militer untuk menopang politik dia saat ini dan 2029 nanti potensial terjadi,” katanya.
Al Araf memprediksi, di bawah pemerintahan Prabowo, militer akan semakin masuk ke wilayah sipil dan mencampuri urusan sipil, bukan pertahanan.
“Dengan kata lain politisasi militer akan terjadi kini dan ke depan. Hal itu terlihat dari pengesahaan UU TNI, pelibatan TNI di wilayah sipil, makan gizi gratis, cetak sawah, urus pangan, pelibatan kejaksaan, dan lainnya.”
“Proses militerisasi kehidupan sipil sedang terjadi dan kejaksaan menjadi bagian dari proses itu sendiri,” kata Al Araf.
Melanggar banyak peraturan
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan TNI tidak diberikan kewenangan untuk memberikan keamanan kepada kejaksaan.
Feri menjelaskan tugas TNI adalah di bidang pertahanan negara, sesuai pasal 30 ayat 3 UUD yang berbunyi “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara”.
Sedangkan untuk sektor keamanan dan ketertiban masyarakat, tugasnya diberikan kepada kepolisian, merujuk Pasal 30 ayat 4 UUD 1945.
“Jadi [Pengamanan itu] melanggar Pasal 30 UUD. Pada titik tertentu kita melihat ada kemelut antar institusi negara. Presiden haru menertibkan agar sesuai kehendak konstitusi,” kata Feri.
Selain itu, Indonesia Police Watch (IPW) mengatakan pengamanan itu juga melanggar TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
“Sehingga dengan dilanggarnya UUD dan TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri maka menjadikan terganggunya penyelenggaraan negara yang mencakup hubungan antara lembaga-lembaga negara, pembagian kekuasaan, hukum dasar [konstitusi], serta mekanisme pemerintahan,” kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso.

Sumber gambar, AFP via Getty Images
Bukan hanya UUD 1945, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mencatat pengerahan ini bertentangan dengan banyak peraturan, seperti UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI sendiri yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi pokok TNI.
“Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil khususnya di wilayah penegakan hukum,” bunyi pernyataan resmi koalisi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (11/05).
Koalisi juga memandang pengerahan tentara itu juga berpotensi mempengaruhi independensi penegakan hukum “karena kewenangan penegakan hukum tidak sepatutnya dicampuradukkan dengan tugas fungsi pertahanan yang dimiliki oleh TNI.”
“Surat perintah pengerahan ini semakin menguatkan dugaan masyarakat akan kembalinya dwifungsi TNI setelah UU TNI direvisi beberapa bulan lalu dan bahkan salah satu Pasal yang menambahkan Kejaksaan Agung sebagai salah satu institusi yang dapat diintervensi oleh TNI,” kata Koalisi.
‘Tidak mencampuri urusan perkara’

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Fauzan
Namun, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan pihaknya menjamin pelibatan TNI adalah dalam rangka pengamanan secara fisik, bukan mencampuri urusan perkara.
“Peran pengamanan itu kan hanya dilakukan terhadap pengamanan fisik. Jadi tidak dalam konteks mencampuri urusan perkara,” ujar Harli Siregar, Jakarta, Kamis (15/05).
Harli mencontohkan, personel TNI telah melakukan pengamanan di kompleks Gedung Kejagung sejak enam bulan lalu.
Selama periode itu, katanya, tentara hanya bertugas mengamankan kompleks dan tidak terlibat dalam proses penyidikan perkara.
“Pengumuman tersangka, pengumuman penyitaan, penggeledahan, dan terus kita lakukan di sini, di mana TNI di situ ada yang mengawal, mengamankan,” ujar Harli.
Di sisi lain, kata Harli, jajaran kepolisian juga tetap dilibatkan oleh kejaksaan, khususnya dalam hal pengamanan selama proses persidangan.
“Kalau dengan teman-teman Polri kan memang sudah terus berlangsung selama ini misalnya, pengamanan persidangan,” ungkap Harli.

Sumber gambar, Pusat Penerangan TNI
Walaupun mendapat banyak penolakan, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi menegaskan, TNI akan tetap memberikan pengamanan ke kejari dan kejati.
Kristomei berpandangan tidak ada yang salah dengan kerja sama antara TNI dan Kejagung itu.
“Tetap, tidak ada yang salah dengan kerja sama dan sinergisitas antar lembaga,” ujar Kristomei, Senin (12/05).
Kristomei menjelaskan, surat telegram berisi pengamanan kejaksaan itu merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif, sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya.
“Segala bentuk dukungan TNI tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur, serta tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku. TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergisitas antar-lembaga,” kata Kristomei.
Pada 6 Mei 2025 lalu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengeluarkan Surat Telegram (ST) Bernomor TR/422/2025, mengenai perintah penyiapan dan pengerahan personel beserta alat kelengkapan dalam rangka dukungan pengamanan kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di seluruh wilayah Indonesia.
Perintah Panglima TNI itu lalu ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) dengan mengeluarkan surat telegram ke jajarannya.
KASAD memerintahkan pasukannya agar menyiapkan dan mengerahkan personel beserta alat kelengkapan dari satuan tempur dan satuan bantuan tempur, sebanyak 30 personel untuk pengamanan di kejati dan 10 personel di kejari.
Kejagung berkata, perintah Panglima TNI itu merupakan wujud dari nota kesepahaman (memorandum of understanding) bernomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023 antara TNI dan Kejagung.
Satu dari delapan ruang lingkup kerja sama itu adalah “Dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan”.
—
Wartawan Nanda Fahriza Batubara di Medan dan Darul Amri di Makassar berkontribusi dalam artikel ini.