Jurnalis Tempo diteror paket berisi kepala babi – ‘Pesan di baliknya sangat jelas agar diam dan berhenti berbicara kritis’

Sumber gambar, TEMPO
Organisasi media dan pegiat kebebasan pers mengecam tindakan intimidasi serta ancaman berupa “teror kepala babi” yang ditujukan kepada jurnalis Tempo. Mereka mendesak Bareskrim Polri menangkap pelakunya.
Tempo bersama Komite Keselamatan Jurnalis telah melaporkan “teror kepala babi” yang dikirimkan orang tak dikenal kepada jurnalis Tempo ke Bareskrim Polri, Jumat (21/03).
Koordinator KKJ, Erick Tanjung, mengatakan teror ini merupakan bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Selain juga dianggap sebagai ancaman terhadap nyawa jurnalis.
“Jadi yang kami laporkan itu adalah pengiriman paket kepala babi dengan dua telinga dipotong,” ujar Erick Tanjung kepada BBC News Indonesia.
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
“Untuk pasal pidana, kami juga menggunakan pasal 170 ayat 1 dan pasal 406 ayat 1 KUHP.”
Berdasarkan informasi yang dia peroleh, paket tersebut diterima oleh satuan pengamanan Tempo pada Rabu (19/03) sore dan ditujukan kepada seorang jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik sekaligus pembawa siniar Bocor Alus Politik.
Paket itu diantar oleh seorang pria yang mengendarai sepeda motor, berjaket hitam, dan mengenakan helm ojek online.
Begitu sampai di depan gerbang, paket tanpa identitas pengirim tersebut diserahkan dalam kondisi terbungkus rapi sehingga tidak memunculkan kecurigaan apapun, menurut Erick. Bahkan satuan pengamanan Tempo tak mencium bau.
Esoknya atau Kamis (20/03) sore, Cica—sapaan akrab Francisca—bersama Hussein Abri Yusuf Muda baru saja pulang liputan. Karena mendapat informasi ada paket kiriman untuknya, Cica disebut membawa kardus itu ke lantai 4.
Hussein, tutur Erick, yang membukanya dan tercium bau menyengat.
“Jadi ada kardus, kemudian di dalamnya ada styrofoam. Di dalam styrofoam itu ada plastik lagi. Pas dibuka styrofoam itu baru tercium bau menyengat,” papar Erick.
“Saat dibuka plastiknya ada kelihatan kepala babi dengan dua telinga dipotong.”
Bukan teror pertama
Erick Tanjung berkata teror yang dialami Cica bukanlah yang pertama.
Dalam sebulan terakhir, jurnalis Tempo ini kerap dihubungi oleh nomor tak dikenal. Cica juga merasa dikuntit oleh sosok mencurigakan.
Wartawan lain yang tampil membawakan siniar Bocor Alus Politik, yakni Hussein Abri Yusuf Muda, mengalami ancaman serupa seperti dikontak berulang-ulang dari nomor tertentu hingga kaca mobilnya dirusak orang tak dikenal dalam rentang empat bulan terakhir.

Sumber gambar, Getty Images
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Pada periode itu, katanya, pemberitaan Tempo memang banyak mengkritik kebijakan pemerintah.
Mulai dari keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memboyong semua menteri dan pejabat ke Akademi Militer, bagi-bagi konsesi tambang untuk kampus dan koperasi, efisiensi anggaran, hingga yang teranyar adalah Revisi UU TNI.
“Jadi dugaan kami ini bukan teror atau intimidasi ke individu, tapi intimidasi atas kerja-kerja jurnalistik mereka,” tegas Erick.
“Siapa pun otak pelakunya apakah melibatkan orang berkuasa atau tidak, harus diungkap.”
Saat ini, sambung Erick, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) sudah menempatkan Cica di safe house demi keamanan dan keselamatan nyawanya.
Pasalnya KKJ menilai teror kepala babi ini sudah termasuk dalam skala berbahaya yakni ancaman pembunuhan.
“Dia sempat mengalami trauma yang cukup berat saat kejadian.”
“Kami juga melihat ini simbol ancaman pembunuhan sekaligus peringatan kepada Tempo. ‘Kalau masih memberitakan berita-berita yang merugikan pihak tertentu, kalian bisa dibunuh’, begitulah kira-kira pesannya.”
Baca juga:
Ketua Divisi Advokasi AJI Indonesia ini juga menuturkan serangan maupun ancaman terhadap jurnalis terus meningkat saban tahun.
Pada 2024, terdapat 73 kasus serangan terhadap jurnalis, termasuk pembunuhan seorang wartawan di Sumatra Utara dan ancaman bom di Jayapura, Papua.
Beberapa kasus melibatkan penangkapan dan penganiayaan oleh aktor negara serta aparat kepolisian.
“Yang kami khawatirkan dari ancaman berbahaya ini adalah kemerdekaan pers dan media lainnya jadi takut memberitakan isu-isu yang sensitif serta tak kritis terhadap kebijakan pemerintah.”
“Namun kami mengingatkan semua media dan jurnalis, tidak surut dengan adanya teror ini.”
Teror pertama memakai organ hewan
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra menduga upaya ini sebagai teror terhadap karya jurnalistik Tempo.
“Kami mencurigai ini sebagai upaya teror dan melakukan langkah-langkah yang menghambat kerja jurnalistik,” kata dia.
Adapun Wakil Pemimpin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, mengatakan kejadian ini bukan teror pertama.
“Namun teror pertama memakai potongan organ makhluk hidup,” katanya kepada BBC News Indonesia.
“Beberapa wartawan Tempo mendapat teror beragam dalam satu dua pekan terakhir. Dalam setahun lebih banyak lagi.”
Kendati begitu, dia bilang tidak bisa menyimpulkan apakah ancaman tersebut berkaitan dengan pemberitaan soal RUU TNI sebab “hampir di seluruh liputan Tempo memakai pendekatan kritik,” sambungnya.
Terakhir dia mengungkapkan kondisi Cica baik-baik saja dan tetap bekerja seperti biasa.
Apa pesan dari teror kepala babi?
Dosen antropologi Universitas Indonesia, Geger Riyanto, menjelaskan teror yang menggunakan bangkai hewan atau potongan organ hewan memiliki pesan tersendiri.
Dalam beberapa kasus, ungkapnya, benda-benda itu ditujukan supaya pihak yang selama ini melakukan perlawanan diam dan berhenti berbicara kritis.
Jika tidak, maka “hal buruk bisa terjadi kepada kamu, kira-kira begitu pesannya,” papar Geger Riyanto.
“Karena kepala babi itu kan hal yang sangat negatif dan mengarah ke hal-hal buruk.”
“Jadi ini bentuk teror yang sangat universal karena enggak sulit untuk mendapatkan kepala hewan begitu tinggal dicari di pasar.”

Sumber gambar, Getty Images
Tapi terlepas dari itu, menurut dia, pesan yang ingin disampaikan pelaku teror kepala babi tersebut adalah mengintimidasi kebebasan pers yang artinya jurnalis atau media tidak lagi mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang keliru.
Sepanjang pengamatannya, bentuk-bentuk teror, ancaman, dan intimidasi yang dialami jurnalis sangat beragam.
Yang paling umum terjadi saat ini di antaranya doxing atau perbuatan membuka data diri seseorang dan membagikannya di ruang publik tanpa persetujuan.
Namun ada juga yang berujung pada tindakan kekerasan bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Karenanya, Geger Riyanto mendesak kepolisian agar mengungkap dan menangkap pelakunya.
“Pelaku utamanya pasti menggunakan perpanjangan tangan orang lain. Itu dilakukan agar kita kesulitan mendapatkan ujungnya kemana dan siapa. Kita cuma bisa menduga-duga siapa yang punya kepentingan untuk melakukan teror ini.”