KUBET – ‘Kisah yang sangat seksi’ – Bagaimana cerita Santa Maria ‘sang pemberontak’ dari Mesir jadi populer pada Abad Pertengahan

‘Kisah yang sangat seksi’ – Bagaimana cerita Santa Maria ‘sang pemberontak’ dari Mesir jadi populer pada Abad Pertengahan

Ilustrasi Maria dari Mesir.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Pada Abad Ke-11 di Inggris, seorang santa berkulit hitam dengan masa lalu yang sangat bebas, Maria dari Mesir, menjadi ikon keagamaan dan kebudayaan yang mendobrak batasan.

  • Penulis, Donna Ferguson
  • Peranan, BBC Culture

Pada Abad Ke-11 di Inggris, seorang santa berkulit hitam menjadi ikon keagamaan dan kebudayaan yang mendobrak batasan. Studi terbaru diharapkan dapat menegaskan kembali posisinya dalam sejarah.

Saat masih muda, seorang perempuan berkulit gelap hidup dengan sangat bebas dan menikmati hubungan seksual. Namun, ia kemudian menolak kehidupan duniawi dan menghabiskan 47 tahun hidup tanpa busana di gurun.

Dia adalah Santa Maria dari Mesir. Maria berubah bijaksana dan menjadi guru yang mengajarkan ayat-ayat Kristen dengan sangat baik, sehingga pembaca pada Abad Ke-11 percaya.

Kisah luar biasa Santa Maria ini pertama kali diterjemahkan dari bahasa Latin ke dalam bahasa Inggris Kuno oleh seorang penulis anonim, lebih dari 100 tahun lalu.

Setelah itu, kisahnya langsung populer, hingga dicetak beberapa kali dan diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Nordik Kuno, Welsh, Irlandia, dan bahasa Inggris Masa Pertengahan.

Kini, Cambridge University mencoba memecahkan misteri mengenai bagaimana dan mengapa kisah santa “pemberontak” itu menarik perhatian pembaca pada Abad Ke-11.

Mereka juga ingin memantapkan sejarah Santa Maria, seorang perempuan Mesir lanjut usia, sebagai panutan umat Kristen di Inggris di Abad Pertengahan.

“Belum pernah ada studi mendalam mengenai alasan legenda ini sangat terkenal di Inggris,” ujar Alexandra Zhirnova, mahasiswa Cambridge yang mengisi acara bincang-bincang soal Santa Maria dari Mesir dalam Cambridge Festival pada 22 Maret lalu.

“Saya ingin menyoroti kisah ini karena menghapuskan segala stereotipe negatif kita mengenai Abad Pertengahan, dan bagaimana orang Eropa di masa itu punya persepsi negatif tentang perempuan, terutama yang berkulit gelap,” ucap Zhirnova kepada BBC.

“Pembahasan saya menyoroti bagaimana Maria dinobatkan sebagai santa di Inggris, di saat Gereja sangat memperhatikan norma-norma gender dan bagaimana perempuan seharusnya bersikap.”

Maria dari Mesir.

Sumber gambar, British Library

Keterangan gambar, Kisah Maria saat bertemu seorang biarawan.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Pada masa itu, menobatkan seorang menjadi santa bukanlah proses gerejawi yang formal.

“Hanya butuh orang-orang memuja kalian sebagai santa dan kisah kalian diketahui banyak orang,” tutur Zhirnova.

Maria dari Mesir, yang diyakini hidup di Abad Ke-4, sebenarnya sudah dinobatkan sebagai santa di kawasan Eropa.

“Namun, baru ketika kisahnya diterjemahkan ke bahasa Inggris Kuno, cerita itu dapat diakses orang biasa di Inggris,” kata Zhirnova.

Menurut Zhirnova, legenda Maria dari Mesir benar-benar mendobrak anggapan umum mengenai bagaimana seharusnya penampilan seorang perempuan suci, dan aturan tentang bagaimana perempuan harus bertindak secara seksual.

Legenda ini diceritakan dari perspektif seorang biarawan arogan yang mengaku pernah bertemu Maria di gurun, setelah santa itu tinggal tanpa busana di sana selama 40 tahun.

“Dia menolak dunia sampai dia tak lagi mengenakan pakaian, karena dia tidak butuh,” ujar Zhirnova.

Maria kemudian menjadi “seperti pendeta” bagi biarawan itu. Dia menjelaskan apa yang salah pada hubungan biarawan itu dengan Tuhan, sembari mengutip ayat-ayat, walau dia tidak pernah membaca Alkitab.

Walau hidupnya tak terikat apa pun, dia pernah punya beberapa kekasih di masa mudanya. Biarawan itu pun sangat menghormati Maria, dan menyadari bahwa selama ini dia belum memahami Kristen yang sesungguhnya.

“Dia dipuja sebagai contoh spiritualitas Kristen yang fantastis,” ucap Zhirnova.

Selain Maria dari Mesir, saat itu santa-santa perempuan yang populer adalah mereka yang perawan dan mengalami persekusi karena memutuskan untuk menyerahkan hidup kepada Tuhan.

Namun, sosok Santa Maria—seorang perempuan yang memiliki pengalaman seksual, telanjang, dan lanjut usia—benar-benar mematahkan stereotipe itu.

“Kisah ini menggambarkan bagaimana perempuan ini, yang mematahkan anggapan Gereja mengenai perempuan suci, merupakan pelajaran bagi laki-laki untuk dapat menjadi Kristen yang lebih baik,” tutur Zhirnova.

Identitas Maria yang diberdebatkan

Meski sering digambarkan berkulit hitam, tak benar-benar diketahui apakah Santa Maria memang benar-benar berkulit hitam atau tidak, kata Zhirnova.

Terjemahan Inggris Kuno dari kisah itu menyebutkan bahwa dia “benar-benar hitam karena tubuhnya terbakar matahari.”

Namun, pembaca masa pertengahan tak paham atau memahami perbedaan rasial yang kita ketahui sekarang ini.

“Di titik itu, mereka meyakini orang yang berkulit gelap memang gelap karena tinggal di tempat yang banyak terkena matahari. Misalnya, Ethiopia adalah tempat yang banyak terkena matahari, maka orang dari sana berkulit lebih gelap,” ujar Zhirnova.

Apakah Santa Maria benar-benar keturunan kulit hitam atau hanya terbakar matahari tidak menjadi masalah bagi pembaca di Abad Pertengahan.

“Saya benar-benar tidak tahu seberapa penting masalah itu bagi mereka, tapi saya pikir mereka hanya menganggap bahwa dia dari kebudayaan yang berbeda,” ucap Irina Dimitrescu, profesor Studi Inggris Pertengahan di Universtiy of Bonn, kepada BBC.

“Yang penting dari kulit gelapnya adalah itu menunjukkan bahwa kebudayaan Inggris pertengahan lebih kosmopolitan ketimbang yang diasumsikan orang,” kata Dimitrescu.

“Pandangan mereka lebih luas daripada yang dipikirkan orang, dan mereka senang belajar dan tertarik pada kisah-kisah dari Amerika Utara dan Timur Tengah, jadi imajinasi mereka menjamah area-area itu.”

Dia menambahkan bahwa biasanya, kulit yang lebih terang digambarkan perempuan pada umumnya di Inggris masa pertengahan, dan sering kali dikaitkan dengan keperawanan.

“Kerap kali ada kaitan antara warna kulit terang, rambut pirang, dan kemurnian. Jadi, kulit Maria yang lebih gelap dapat juga dikaitkan dengan seksualitas. Ada perbedaan di sana,” tutur Dumitrescu.

Mengapa kisah Maria sangat populer?

Dumitrescu meyakini bahwa penggambaran Santa Maria sebagai anak muda “yang sangat nakal” bisa jadi berpengaruh terhadap popularitasnya di tengah pembaca masa pertengahan.

“Kisahnya sangat seksi. Banyak detail-detail erotis di dalamnya,” ucapnya.

“Dia berbicara soal bagaimana dia menaiki kapal dari Mesir ke Tanah Suci, dan bagaimana dia mengajar semua orang di dalam kapal dengan tindakan cabul, tanpa kata-kata. Kisah itu sedikit cabul dan menggoda.”

Menurutnya, legenda ini juga begitu populer karena “sangat menunjukan sisi kemanusiaaan ketika mengetahui bahwa Tuhan juga mencintai orang yang tak sempurna.”

“Kisah Maria dari Mesir mengandung pelajaran penting bahwa kita tidak bisa hanya belajar dari kisah santa perawan, yang tentu diberkati Tuhan. Gereja selalu butuh kisah pendosa yang bisa diselamatkan.”

Maria dari Mesir menerima komuni.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Kisah Maria mengandung pelajaran bahwa Gereja juga butuh kisah pendosa yang diselamatkan.

Di masa pembaca elite hidup dalam institusi yang tertutup, kisah Santa Maria mewakili “figur yang sangat mengganggu”. Menurut Dumitrescu, ini juga menjadi salah satu alasan kisah Maria sangat populer.

Tak seperti kisah santa lain yang pergi ke gurun untuk menyerahkan diri pada Tuhan, Maria dari Mesir tidak diam di satu tempat.

“Dia tidak biasa karena dia bahkan tidak berdiam di satu gua kecil. Dia berkelana di gurun. Dia hidup bebas. Dia menjadi satu dengan alam. Dia telanjang. Dia bukan orang biasa,” katanya.

Bagi seorang Kristen yang menjalani hidup “yang sangat teratur”, gagasan seorang perempuan eksotis hidup telanjang dengan bebas di gurun, dan tetap menyatu dengan Tuhan, mungkin juga sangat menarik.

“Dia adalah figur yang anti-institusi. Saya pikir sangat mengagumkan untuk memiliki visi seperti perempuan ini, yang tidak seperti yang orang-orang harapkan, dan Tuhan tetap paling mencintai dia,” tutur Dumitrescu.

Riset Zhirnova mengindikasikan moral ini lah yang menjadi alasan utama kisah ini sangat populer di masa pertengahan di Inggris.

Ketika kisah ini diterjemahkan dan mulai beredar, ada perebutan kekuasaan di Gereja yang mengancam kebebasan perempuan Kristen yang hidup di biara dan menyerahkan hidup mereka untuk Tuhan.

Peran dalam pertarungan gereja

Kalangan reformis dari Ordo Benediktus saat itu mendorong untuk pemisahan antara perempuan dan laki-laki yang bekerja bersama di biara.

“Ada tradisi panjang di Inggris saat itu yang mereka sebut sebagai biara ganda, sehingga di dalamnya ada komunitas lintas gender,” ujar Zhirnova.

“Namun, para reformis mengatakan ini seharusnya tak diperbolehkan karena bisa menciptakan hasrat antara perempuan dan lelaki.”

Para reformis ini ingin biarawati tak terlihat oleh mereka demi perlindungan. Dengan demikian, biarawati diharapkan “diasingkan” dan dipisahkan dari biarawan.

Desakan ini dapat berdampak pada perempuan lansia yang bijak, yang sudah punya posisi dan kekuasaan di biara.

“Bukannya punya posisi yang penting, mereka malah harus terkurung di dalam tembok biara, dan tidak boleh pergi,” ucap Zhirnova.

“Desakan itu juga membatasi aktivitas keagamaan yang bisa diikuti perempuan, seperti mengajar, menulis manuskrip, dan berkhotbah.”

Zhirnova meyakini, kisah Santa Maria dari Mesir kemungkinan diterjemahkan dan disebarkan oleh orang-orang yang tidak setuju dengan perubahan itu.

“Di kisah ini, kita melihat seorang perempuan yang menolak standar otoritas. Perempuan tak diperbolehkan mengajar, tapi Maria mengajar,” kata Zhirnova.

Maria dari Mesir.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Maria dari Mesir mendobrak stereotipe tentang seorang santa.

Santa Maria juga mendobrak standar kecantikan dan perilaku seksual seorang santa.

“Kulit putih selalu dikatikan dengan kecantikan pada periode pertengahan di Inggris, dan banyak santa yang diketahui para pembaca saat itu memiliki kulit putih, muda, dan cantik,” ucap Zhirnova.

Kisah ini menunjukkan bahwa orang-orang di masa pertengahan di Inggris ternyata terbuka pada model kesucian yang tidak putih, muda, dan patuh.

“Salah satu hal kunci mengenai Maria adalah dia menolak objektivikasi kesucian perempuan. Dia sengaja tidak memenuhi standar ini,” tuturnya.

“Saya pikir kulit gelapnya sesuai dengan itu dan menjadi bagian dari citranya sebagai orang yang menolak semua ekspektasi dari seorang perempuan suci.”

Zhirnova berharap studinya bisa menjadi seperti kisah Kehidupan Maria di masa pertengahan dan membuat orang lebih mengenal Santa Maria, dan caranya menjadi “Kristen yang taat”.

Walau Santa Maria menolak norma keagamaan, kata Zhirnova, “dia punya otoritas keagamaan lebih besar ketimbang pria perjaka yang ia ajar.”

“Dia adalah santa pemberontak.”

Zhirnova juga berharap studinya dapat mematahkan sejumlah stereotipe tentang Inggris di Abad Pertengahan seperti yang digambarkan oleh kelompok sayap kanan.

“Banyak orang sayap kanan menggunakan Abad Pertengahan sebagai contoh di mana semua orang berkulit putih dan menganggap kulit putih sebagai sesuatu yang ideal,” kata Zhirnova.

“Dalam kehidupan Maria, kita melihat seorang santa yang tak sesuai dengan konsep pertengahan yang digambarkan Kristen sebagai putih. Ini menunjukkan bahwa orang masa pertengahan di Inggris terbuka pada model-model kesucian yang tidak putih, muda. Dia terbuka pada Maria yang karakternya berbeda.”

Artikel ini tersedia dalam versi bahasa Inggris dengan judul How the legendary tale of ‘rebel’ saint Mary of Egypt became a medieval blockbuster pada laman BBC Culture.

Tinggalkan Balasan