Polemik permintaan anggota TNI kepada Bea Cukai untuk loloskan ‘barang oleh-oleh’

Sumber gambar, Kompas.com/ ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Surat “permohonan bantuan” dari komandan distrik militer Jakarta Pusat kepada Bea Cukai untuk meloloskan sejumlah “barang titipan oleh-oleh” di bandara dinilai sebagai bagian dari praktik “korupsi”, kata pegiat antikorupsi. Praktik ini disebut “mengistimewakan” pihak militer.
Pegiat antikorupsi Asri Widayati menyebut praktik ini adalah cermin “tata kelola cukai yang buruk”.
“Bea Cukai bandara yang seharusnya dikelola dengan profesional tetapi justru dikelola dengan sistem ‘komando’ dengan memanfaatkan kedekatan antara Komando Daerah Militer Jayakarta dengan Kepala Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta,” kata Asri Widayati, Rabu (28/05).
Permohonan bantuan mengamankan barang yang datang di bandara oleh anggota TNI ini mencuat di media sosial.
Sebuah akun X mencuitkan surat yang ditandatangani Komandan Distrik Militer 0501/Jakarta Pusat, Letkol Harry Ismail, tertanggal 14 Mei 2025.
Akhir dari Paling banyak dibaca
Surat ini berisi “permohonan bantuan pihak Bea Cukai” untuk masuknya beberapa barang, seperti tas, jam tangan, dan cenderamata milik seorang penumpang di Bandara International Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.
Kepala Pusat Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam) Jakarta Raya, Kolonel Czi Anto Indriyanto, membenarkan surat tersebut dan menyebut akan ada tindakan bila ditemukan pelanggaran terkait hal ini.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, tak memberi respons sampai artikel ini diterbitkan.
Polemik ini mencuat di tengah kontroversi penunjukan Direktur Jenderal Bea Cukai baru yang berlatar tentara, yakni Letnan Djaka Budi Utama, yang disebut sejumlah pihak kental dengan “konflik kepentingan”.
Permohonan bantuan kepada Bea Cukai
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Isu surat “permohonan bantuan” oleh Komandan Komando Distrik Militer 0501/Jakarta Pusat Letnan Kolonel Inf Harry Ismail kepada Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta ini mencuat di media sosial X, pada Selasa (27/05).
Konten ini dicuitkan ulang kira-kira 5.000 kali.
Surat itu berbunyi: “Diajukan permohonan bantuan kepada pihak Bea Cukai terkait barang yang dibawa oleh penumpang penerbangan Emirates dengan nomor penerbangan EK 358 dari Dubai menuju Jakarta”.
Surat ini tidak merinci perihal identitas penumpang tersebut, atau data mengenai afiliasinya dengan pihak militer. Hanya saja, surat tersebut menjelaskan bahwa dia adalah penumpang pesawat hendak masuk ke Jakarta dari Dubai, Uni Emirat Arab.
Klaim permohonan bantuan ini dilandasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/ PMK.04/2017 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
Surat itu juga menyebut permohonan bantuan ini bagian dari “Program kerja kerja Kodim 05/01 JP Kodam Jaya/Jayakarta bidang teritorial, guna memperkuat sinergitas Pemerintah, TNI, dan Masyarakat.”
Lebih lanjut, surat itu menyebut rincian barang-barang “titipan oleh-oleh untuk keluarga yang dibeli dari luar negeri”. Barang-barang ini meliputi jam tangan, beberapa buah tas, jaket, dan cenderamata, yakni magnet kulkas.
Cuitan ini sontak memantik reaksi warganet.
“Masih berdoa supaya ini hoaks dan berita palsu. Soalnya kalau bener sih. Dah kacau. Pake surat resmi instansi, demi barang pribadi. Pake jalur belakang, minta bebas cukai dan bea masuk,” bunyi sebuah cuitan sebuah akun X.
Apa kata TNI mengenai ‘permohonan bantuan’ ini?
BBC News Indonesia mencoba menghubungi pihak Kodam Jayakarta untuk menanyakan perihal keaslian surat yang viral, identitas sang penumpang, serta regulasi yang melandasi permohonan bantuan tersebut.
Dalam pernyataan tertulis, Kapendam Jakarta Raya Kolonel Czi Anto Indriyanto menerangkan bahwa surat ini merupakan tindak lanjut dari permohonan bantuan dari masyarakat kepada pihak TNI.
“Ini adalah permintaan bantuan pertolongan dari masyarakat ditujukan kepada Dandim 0501/JP untuk membantu kesulitan masyarakat. Dalam hal ini Dandim 0501/JP bisa mempertimbangkan memberikan bantuan atau tidak,” bunyi pernyataan tertulis yang diterima BBC News Indonesia, Rabu (23/05).
Baca juga:
Ia menambahkan bahwa surat Dandim tersebut untuk memohon bantuan kepada petugas kepabeanan di Terminal 3 Bandara Soetta dikarenakan anak penumpang tersebut sedang sakit.
Anto tidak menjelaskan lebih jauh perihal identitas sang penumpang yang ditulis dalam surat tersebut.
Ketika ditanya perihal hubungan antara Dandim Harry dengan sang penumpang, Anto menjawab “kaitan personal.”

Sumber gambar, Instagram Kodam Jayakarta
Anto menjelaskan bahwa permintaan bantuan ini bukanlah bentuk “intervensi” TNI terhadap pihak Bea Cukai agar memuluskan masuknya barang.
“Surat yang dibuat oleh Dandim bukan untuk mengintervensi atau menghindari kewajiban kepabeanan,” ujar Anto.
Anto mengeklaim barang-barang milik sang penumpang masuk ke Indonesia tetap melalui “pemeriksaan secara keseluruhan oleh petugas dan tidak ada barang ilegal.”
Ia juga mengeklaim TNI masih mendalami masalah permohonan bantuan ini. “Apabila ada hal-hal yang tidak sesuai aturan maka tentunya akan ada tindakan untuk yang bersangkutan,” tukas Anto.
BBC News Indonesia juga sempat menghubungi Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, untuk meminta tanggapannya mengenai isu ini. Namun, sampai artikel ini terbit, Nirwala tak memberikan respons.
‘Keistimewaan militer’
Pegiat anti korupsi dari Transparency International Indonesia (TII), Asri Widayati, mengatakan permohonan bantuan masuknya barang dari pihak militer kepada Bea Cukai ini adalah praktik korupsi.
“Fenomena potong kompas dalam perizinan beacukai di bandara tersebut dapat dikategorikan sebagai korupsi,” kata Asri.
“Hal tersebut mengandalkan ‘kedekatan’ dengan pejabat publik yang berwenang dalam perizinan. Itu artinya, ada penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi,” tambahnya Asri.
Kejadian ini, menurut Asri, menunjukkan tata kelola bea cukai yang tidak dikelola secara profesional, justru terkesan militeristik.
“Khususnya bea cukai bandara yang seharusnya dikelola dengan profesional tetapi justru dikelola dengan sistem ‘komando’ dengan memanfaatkan kedekatan antara Komando Daerah Militer Jayakarta dengan Kepala Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta,” ujar Asri.
Dengan mencuatnya permasalahan ini, Asri menyebut “reputasi dari Direktorat Jenderal Bea Cukai semakin memburuk karena kian memberikan ‘keistimewaan’ bagi militer.”
Asri mengatakan praktik ini perlu ditanggapi serius, jika tidak maka akan membawa kerugian bagi negara.
“Pendapatan negara dari perizinan Bea Cukai akan merosot, institusi tersebut kemungkinan akan menjadi sarang korupsi, dan memiliki tata kelola yang buruk, tidak akuntabel dan tidak transparan,” kata Asri.
Isu surat permohonan bantuan pihak militer kepada Bea Cukai ini mencuat tak lama dari kontroversi penunjukan Djaka Budi Utama, sebagai dirjen Bea Cukai.
Djaka yang berlatar belakang militer dilantik pada Jumat, (23/05).
Sejumlah pihak kala itu mengkritik penunjukan Djaka dilatari “konflik kepentingan” karena keterkaitan Djaka dengan Prabowo Subianto, semasa mereka bertugas di Kopassus di masa lampau.