KUBET – Penyakit langka di kota terpencil di Brasil – ‘Hampir semua penderitanya lahir dari pernikahan sepupu’

Penyakit langka di kota terpencil di Brasil – ‘Hampir semua penderitanya lahir dari pernikahan sepupu’

Silvana Santos

Sumber gambar, Mariana Castiñeiras/Caroline Souza

Keterangan gambar, Keluarga yang terkena dampak sindrom Spoan di Serrinha dos Pintos hidup tanpa diagnosis sampai ahli genetika Silvana Santos tiba.

  • Penulis, Giulia Granchi dan Vitor Tavares
  • Peranan, Reporter BBC Brasil

Silvana Santos masih ingat para tetangganya yang berasal dari sebuah kota kecil di Brasil. Di sana, banyak anak-anak kehilangan kemampuan berjalan.

Kota terpencil itu adalah Serrinha dos Pintos, di sebelah timur laut Brasil dan berpenduduk kurang dari 5.000 orang.

Serrinha dos Pintos merupakan tempat penelitian ahli biologi dan genetika Silvana Santos dalam mengidentifikasi dan menamai kondisi yang sebelumnya tak diketahui itu: sindrom Spoan.

Sindrom ini disebabkan oleh mutasi genetik dan memengaruhi sistem saraf, yang secara bertahap melemahkan tubuh. Sindrom tersebut hanya muncul ketika gen yang diubah diwariskan dari kedua orang tua.

Penelitian Santos menandai pertama kalinya penyakit ini dideskripsikan di dunia. Atas penelitian-penelitiannya itulah, ia dinobatkan sebagai salah satu dari 100 perempuan paling berpengaruh versi BBC pada 2024.

Tapi sebelum Santos tiba, keluarga di kota tersebut tak memiliki penjelasan tentang penyakit yang menyerang anak-anak mereka.

Kini, warga berbicara dengan percaya diri mengenai sindrom Spoan dan genetika.

“Ia memberikan diagnosis yang tidak pernah kami miliki sebelumnya. Setelah penelitian, bantuan pun datang mulai dari dana, kursi roda, sampai orang,” ujar Marquinhos, salah satu pasien.

Serrinha dos Pintos: Dunia yang terasing

Silvana Santos tinggal di São Paulo, kota terbesar dan terkaya di Brasil. Di kota itu, dia punya sejumlah tetangga yang jika ditelusuri merupakan anggota keluarga besar yang sama dari Kota Serrinha.

Sebagian adalah sepupu dekat, namun menikah satu sama lain.

“Banyak orang yang tidak bisa berjalan, tapi tidak ada yang tahu mengapa,” kata seorang tetangga kepada Santos tentang kondisi warga di Kota Serrinha.

Salah satu putri tetangganya, Zirlândia, menderita kondisi yang membuat seseorang menjadi lemah.

Saat masih kecil, matanya bergerak tanpa sadar dan kerap lunglai sehingga membutuhkan kursi roda untuk bergerak dan embutuhkan bantuan untuk mengerjakan suatu tugas yang paling sederhana.

Keluarga yang terkena sindrom

Sumber gambar, Mariana Castiñeiras/BBC

Keterangan gambar, Inês memiliki dua putra yang terkena Sindrom Spoan.

Penyelidikan selama bertahun-tahun membuat Santos dan tim peneliti dapat mengidentifikasi penyakit ini sebagai gejala kelainan genetik yang sebelumnya tidak terdokumentasi: sindrom Spoan.

Mereka kemudian menemukan 82 kasus lainnya di seluruh dunia.

Arti SPOAN

Atas undangan tetangganya, Santos lantas mengunjungi Kota Serrinha untuk berlibur. Ia menyebut kedatangannya sebagai langkah menuju “dunianya sendiri”.

Sebab, tidak hanya karena pemandangan pegunungan yang indah, tapi juga menjadi sebuah kebetulan yang penting.

Semakin dia berjalan ke kota itu dan berbicara dengan penduduk setempat, makin ia terkejut melihat betapa umum pernikahan sepupu terjadi.

Keterasingan Kota Serrinha dan sedikitnya orang-orang bermigrasi ke sana, berarti bahwa banyak penduduk memiliki hubungan keluarga. Itu mengapa pernikahan antara sepupu menjadi lumrah.

Entrance of Serrinha dos Pintos

Sumber gambar, Mariana Castiñeiras/BBC

Keterangan gambar, Gerbang kota menuju Serrinha dos Pintos.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Banyak pasangan yang tidak menyadari bahwa mereka masih berkerabat hingga setelah menikah.

Sebagian lain tahu, tetapi percaya kalau ikatan semacam itu akan membuat pernikahan bertahan lebih lama dan memberikan dukungan yang lebih kuat pada keluarga.

Pernikahan antarsaudara cukup umum di seluruh dunia—diperkirakan sekitar 10 persen—dan sebagian besar anak yang lahir dari ikatan ini sehat, menurut para ahli.

Namun, pernikahan seperti ini juga menimbulkan risiko lebih tinggi dari kelainan genetik yang diturunkan melalui keluarga.

“Jika pasangan yang tidak berkerabat, kemungkinan memiliki anak dengan kelainan genetik langka atau cacat sekitar 2%-3%. Untuk pernikahan antarsepupu, risikonya meningkat menjadi 5%-6% per kehamilan,” papar ahli genetika Luzivan Costa Reis dari Universitas Federal Rio Grande do Sul di Brasil.

Penelitian selanjutnya menunjukkan lebih dari 30% pasangan di Serrinha masih berkerabat, dan sepertiga dari mereka memiliki setidaknya satu anak penyandang disabilitas.

Grafis spoan

Jalan panjang menuju diagnosis

Santos berangkat untuk mencari tahu jenis penyakit yang mendera penduduk Serrinha. Dia kemudian merencanakan studi genetika terperinci yang memerlukan beberapa kali perjalanan yang akhirnya membuat dia pindah ke wilayah itu.

Ia bolak-balik berkendara sejauh 2.000 kilometer dari dan ke São Paulo pada tahun-tahun awal penelitiannya.

Dia mengumpulkan sampel DNA dari rumah ke rumah, mengobrol sambil minum kopi dan mengumpulkan cerita dari para keluarga, sembari mencoba menemukan mutasi genetika yang menyebabkan penyakit tersebut.

Santos hanya merencanakan kerja lapangan itu selama tiga bulan, tapi lantas berubah menjadi dedikasi selama bertahun-tahun.

Semua itu mengarah pada publikasi studi tim pada 2005 yang mengungkap keberadaan sindrom Spoan di pedalaman Brasil.

Silvana Santos

Sumber gambar, Mariana Castiñeiras/BBC

Keterangan gambar, Santo bermukim selama tiga tahun di pedalaman Brasil untuk meneliti penyakit.

Tim Santos juga menemukan bahwa mutasi genetika tersebut melibatkan hilangnya sebagian kecil kromosom, yang menyebabkan gen memproduksi protein kunci secara berlebihan di sel-sel otak.

“Mereka mengatakan penyakit itu berasal dari Maximiano, seorang tukang selingkuh di keluarga kami,” kenang Lolô, seorang petani yang putrinya bernama Rejane memiliki sindrom Spoan.

Lolô, yang kini berusia 83 tahun, menikah dengan sepupunya dan tidak pernah meninggalkan kota Serrinha. Ia masih menggembalakan ternak dan mengandalkan keluarganya untuk merawat Rejane yang kesulitan beraktivitas.

Namun, mutasi genetika di balik sindrom Spoan jauh lebih tua daripada cerita legenda Maximiano. Mutasi itu kemungkinan muncul lebih dari 500 tahun yang lalu bersama dengan kedatangan para pemukim Eropa awal di timur laut Brasil.

“Studi sekuensing menunjukkan garis keturunan Eropa yang kuat pada pasien, yang mendukung catatan tentang keberadaan orang Portugis, Belanda, dan Yahudi Sephardi di wilayah tersebut,” tutur Santos.

Baca juga:

Teori ini semakin kuat setelah dua kasus sindrom Spoan ditemukan di Mesir dan penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kasus-kasus di Mesir juga memiliki garis keturunan Eropa, yang memperlihatkan asal usul yang sama di Semenanjung Iberia.

“Kemungkinan besar kasus ini berasal dari orang-orang Yahudi Sephardic atau Moor yang melarikan diri dari Inkuisisi,” ujar Santos.

Inkuisisi adalah sebuah pengadilan atau lembaga Gereja Katolik yang dibentuk untuk menyelidiki dan menghukum orang-orang yang dianggap sesat atau menyimpang dari ajaran gereja.

Ia juga yakin kasus-kasus lain mungkin ada di seluruh dunia, terutama di Portugal.

Memahami risikonya

Manoel Firmino dan Rejane

Sumber gambar, Mariana Castiñeiras/BBC

Keterangan gambar, Manoel Firmino, yang dikenal sebagai Seu Lolô, tinggal bersama putrinya Rejane, salah satu pasien Spoan di kota tersebut.

Meskipun kemajuan ke arah penyembuhan belum banyak, pelacakan pasien telah membawa beberapa perubahan.

Rejane mengingat bagaimana orang-orang dulu menyebut mereka “cacat”. Sekarang mereka hanya disebut mengidap Spoan.

Kursi roda tidak hanya memberikan kemandirian, tetapi juga membantu mencegah kelainan bentuk—di masa lalu, banyak penderita kondisi tersebut hanya berbaring di tempat tidur atau di lantai.

Seiring perkembangan sindrom Spoan, keterbatasan fisik bakal memburuk sejalan bertambahnya usia. Dan pada umur 50 tahun, hampir semua pasien menjadi sangat bergantung pada orang lain.

Hal ini terjadi pada anak-anak Inés, yang termasuk paling tua di kota Serrinha.

Chiquinho, 59 tahun, tidak bisa berbicara lagi. Marquinhos, yang berusia 46 tahun memiliki kemampuan komunikasi yang terbatas.

“Sangat sulit punya anak yang ‘istimewa’. Kami mencintai mereka dengan cara yang sama, tetapi kami juga menderita untuk mereka,” ucap Inés yang menikah dengan sepupu keduanya.

Paula, pasien penderita sindrom Spoan.

Sumber gambar, Mariana Castiñeiras/BBC

Keterangan gambar, Berkat penelitian dalam terapi okupasi, Paula dan beberapa pasien lainnya telah menerima kursi roda bermotor.

Larissa Queiroz, 25 tahun, keponakan Chiquinho dan Marquinho, juga menikah dengan seorang saudara jauh. Ia dan suaminya, Saulo, baru mengetahui nenek moyang mereka sama setelah beberapa bulan berpacaran.

“Di Serrinha dos Pintos, kami semua adalah sepupu. Kami memiliki keterikatan dengan semua orang,” kata Larissa.

Pasangan seperti Larissa dan Saulo menjadi fokus proyek penelitian baru yang melibatkan Santos.

Didukung oleh Kementerian Kesehatan Brasil, proyek ini akan menyaring 5.000 pasangan untuk mencari gen yang terkait dengan penyakit resesif serius.

Tujuannya bukanlah untuk menghentikan pernikahan sepupu, namun untuk membantu pasangan memahami risiko genetik mereka, jelas Santos.

Sekarang, Santos menjadi profesor di sebuah universitas. Dia juga memimpin pusat pendidikan genetika dan berupa memperluas pengujian di wilayah timur laut.

Meskipun ia tidak lagi tinggal di Kota Serrinha dos Pintos, setiap kunjungannya terasa seperti pulang ke rumah.

“Rasanya Silvana Santos adalah bagian dari keluarga kami,” ujar Inés.

Silvana Santos

Sumber gambar, Mariana Castiñeiras/BBC

Keterangan gambar, Silvana Santos tidak lagi tinggal di daerah tersebut, tetapi dia terus mengunjunginya.

Tinggalkan Balasan