KUBET – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kirim pelajar ‘bandel’ ke barak militer – Apa akibatnya?

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kirim pelajar ‘bandel’ ke barak militer – Apa akibatnya?

Para siswa mengikuti program Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan yang dicetuskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Sumber gambar, Enza

Keterangan gambar, Para siswa mengikuti program Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan yang dicetuskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Kegiatan ini digelar di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Gagasan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengirim sejumlah pelajar yang dicap “nakal” ke barak militer untuk menjalani pendidikan karakter selama 14 hari dipertanyakan sejumlah pengamat lantaran tidak ada dasar hukumnya, tidak ada kajiannya, dan tidak ada panduan kurikulumnya.

Alih-alih menjadi tidak “nakal”, anak-anak itu justru dikhawatirkan mempelajari nilai-nilai yang tidak cocok dengan usianya, semakin agresif, dan bahkan kehilangan daya kreativitas.

Namun Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, yang setuju menjalankan ide tersebut berkata program ini sebagai bentuk nyata pemerintah menyelamatkan generasi muda yang disebutnya mengalami degradasi moral.

Ia juga mengeklaim tidak semua anak bisa masuk barak militer, tapi hanya yang dinilai membutuhkan intervensi serius yang dibawa.

Bagaimana reaksi para siswa dan orang tua?

Apa saja rutinitas para pelajar di barak militer?

Puluhan pelajar tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari berbagai sekolah di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, menjalani rutinitas baru di markas militer Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha.

Selama 14 hari mereka akan tidur dan makan di aula yang disulap menjadi ruang serba guna. Pasalnya di sana tersedia velbed atau tempat tidur lipat, meja makan, dan kelas untuk belajar.

Keseharian mereka dimulai dari tidur pukul 22:00 WIB, kemudian bangun jam 04:00 WIB, dilanjutkan dengan salat berjamaah dan sarapan bersama.

Sembari mengenakan pakaian loreng ala-ala tentara dan rambut cepak, para siswa lantas diajarkan baris-berbaris serta latihan fisik seperti lari dan push-up.

Di kanal YouTube Dedi Mulyadi yang diunggah pada Sabtu (03/05), ia mengunjungi bocah-bocah itu dan bertanya beberapa hal: “Apakah mereka mau berubah?”, “Apakah makanannya enak?”, “Apakah senang latihan di barak?”.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berbincang dengan sejumlah siswa saat meninjau program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (5/5/2025).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berbincang dengan sejumlah siswa saat meninjau program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (05/05).

Jawaban mereka serempak diawali kata: “Siap!” dengan posisi tegak berdiri persis tentara.

Masih di hari yang sama, anak-anak itu kemudian belajar bela diri: karate. Setelahnya makan siang bersama.

Mereka lantas mendapatkan pelajaran soal bela negara dan kedisiplinan dari seorang tentara. Sesudahnya disambung dengan pelajaran Bahasa Indonesia yang diampu oleh seorang guru.

garis

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

garis

Kepala Dinas Pendidikan Purwakarta, Purwanto, menuturkan para pelajar itu tetap mendapatkan pelajaran dari sekolah.

“Ada guru yang bergiliran ditugaskan [mengajar] di sana sesuai dengan mata pelajarannya dan ada guru konseling yang membimbing masing-masing tiga siswa,” jelas Purwanto.

Di sana, kata dia, pelajar tersebut juga diharuskan mencuci baju sendiri. Intinya klaim Purwanto, aktivitas mereka dipantau selama 24 jam.

Apa yang diharapkan dengan membawa pelajar ke barak militer?

Bocah-bocah itu adalah uji coba untuk program bernama Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan yang dicetuskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Dedi mengumpulkan anak-anak yang disebutnya “susah diatur” semisal kecanduan gim online, merokok, mengonsumsi alkohol dan narkotika, hingga tawuran ke barak militer sebagai respons atas kekhawatiran meningkatnya “degradasi moral remaja”.

Baca juga:

Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, mengeklaim program ini sebagai bentuk nyata pemerintah menyelamatkan generasi muda.

“Kalau orang tua sudah menyerah, maka negara harus hadir. Ini bukan hukuman, ini penyelamatan,” katanya.

Puluhan siswa SMP mendapat pembelajaran bela negara dan kedisiplinan dari salah satu anggota TNI di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Sumber gambar, Enza

Keterangan gambar, Puluhan siswa SMP mendapat pembelajaran bela negara dan kedisiplinan dari salah satu anggota TNI di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Ia menjelaskan proses seleksi untuk mengirim pelajar ke barak militer dilakukan secara ketat dan melalui konseling serta survei.

Tidak semua anak, sebutnya, bisa dibawa ke sini. Hanya yang dianggap membutuhkan intervensi serius alias tidak bisa ditangani lagi oleh keluarga di rumah.

Prosesnya dimulai dari pemantauan pihak sekolah terhadap murid-muridnya yang dinilai memiliki “perilaku menyimpang”.

Pihak sekolah lalu menghubungi para orang tua siswa soal program tersebut. Jika setuju, maka anak mereka akan “dititipkan” ke barak militer.

“Selama tiga hari ini [sejak 1 Mei] memang anak-anak sudah menunjukkan berbagai hal positif, mereka sudah biasa bangun pagi, kemudian ikut salat berjamaah. Terus mereka juga walaupun dalam kondisi hari libur, mereka tetap menjalankan aktivitas yang positif seperti ikut baris-berbaris,” papar Saepul Bahri.

Puluhan siswa yang sedang menjalani pendidik berkarakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat,

Sumber gambar, Enza

Keterangan gambar, Puluhan siswa yang sedang menjalani pendidik berkarakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, sedang mengikuti kajian keagamaan usai menjalani salat dzuhur berjamaah.

Ia juga menjamin selama menjalani pendidikan karakter seluruh hak siswa dipenuhi. Bahkan gizi anak-anak, klaimnya, diberikan yang terbaik.

“Kami pastikan hak-hak siswa seperti kesehatan, kebebasan bertanya, dan pendidikan tetap dijaga. Dokter dan psikolog siaga setiap hari.”

“Jadi orang tua tak perlu khawatir, di tempat pelatihan ini, anak dijamin mulai sarapan, makan siang hingga makan malam. Dipastikan juga menerima gizi dengan baik.”

Satu anak menolak dibawa ke barak militer

Total pelajar yang ikut kegiatan ini, kata Purwanto, berjumlah 39 orang dari yang sebelumnya disebut 40 pelajar SMP.

Satu anak sempat dikabarkan melarikan diri. Tapi Purwanto menepis kabar itu.

Dia bilang, satu pelajar tersebut memang tidak pernah hadir karena memilih untuk memperbaiki dirinya di rumah saja.

“Saya sudah tanya langsung ke orang tua dan anaknya sendiri. Mereka bilang memang enggak jadi ikut. Anak tersebut justru sudah sadar duluan. Katanya dia janji enggak bakal bolos sekolah lagi, bakal nurut, jadi anak baik-baik. Ya itu kan bagus, sebelum ikut pembinaan udah insaf.”

Para siswa mengikuti latihan karate.

Sumber gambar, Enza

Keterangan gambar, Para siswa mengikuti latihan karate.

Ketua Dewan Pendidikan Purwakarta, Agus Marzuki, juga menegaskan hal serupa.

Ia mengatakan siswa berinisial MR itu tidak mengikuti pendidikan karakter lantaran permintaannya sendiri.

“Dia tidak ingin ikut dan berjanji akan berubah menjadi anak baik dan itu disetujui oleh orang tuanya.”

Apa reaksi orang tua siswa?

Elly, salah satu orang tua siswa SMP yang dikirim ke barak militer, bercerita anaknya kerap bolos sekolah.

Tapi beberapa hari setelah mengikuti pendidikan karakter mulai ada perubahan, ungkapnya.

“Saya tidak tahu lagi harus bagaimana, tapi setelah ikut program ini, anak saya mulai berubah. Dari laporan gurunya, anak saya sekarang sudah terbiasa bangun pagi dan rajin beribadah, semoga anak saya tetap seperti itu setelah lepas menjalani pendidikan,” harap Elly.

Cantika, orang tua siswa yang menjalani pendidikan karakter di barak militer juga menceritakan putranya sudah terpapar aktivitas merokok dan nongkrong bersama teman-temannya tanpa batas waktu.

Cantika, salah satu orang tua siswa yang anaknya dikirim ke barak militer mengaku putranya yang sudah terpapar aktivitas merokok dan nongkrong bersama teman-temannya tanpa batas waktu.

Sumber gambar, Enza

Keterangan gambar, Cantika, salah satu orang tua siswa yang anaknya dikirim ke barak militer mengaku putranya yang sudah terpapar aktivitas merokok dan nongkrong bersama teman-temannya tanpa batas waktu.

Ia berharap dengan mengikuti kegiatan ini, anaknya bisa berubah.

“Karena salah pergaulan, jadi suka merokok, terus kurang tanggung jawab, seperti PR enggak dikerjain, ibadahnya juga suka kelewat. Yah harapannya, bisa berubah jadi lebih positif lah anak saya.”

Sehari sebelum menjalani program tersebut, Cantika mengaku menyiapkan sendiri kebutuhan sang anak, seperti pakaian olahraga, seragam hitam-putih, dan ikat pinggang.

Termasuk perlengkapan alat mandi dan cuci pakaian.

Ia pun mengaku tak khawatir anaknya menjalani hari-hari di barak militer.

“Enggak khawatir, karena percaya sama pemerintah dan TNI yang mengawasinya langsung. Pemerintah juga jamin kebutuhan anak, seperti makan sehari-harinya dan juga anak kan tetap belajar seperti biasa.”

Mengapa program ini dianggap bukan solusi?

Dosen Fakultas Psikologi dari Universitas Pancasila, Aully Grashinta, mengatakan untuk mengubah perilaku remaja “nakal” bukan perkara gampang dan tak bisa dilakukan dalam waktu yang sangat singkat hanya 14 hari.

Sebab pada dasarnya, kata dia, perilaku usia beranjak dewasa dipengaruhi oleh beberapa hal: perubahan fisik, emosional, dan kognitif, serta faktor eksternal semisal keluarga, teman sebaya, dan lingkungan masyarakat.

Yang membuat kemampuan mereka mengambil keputusan sering kali “tidak dipikirkan secara matang”.

“Tapi itu memang ciri khas dari remaja,” tuturnya kepada BBC News Indonesia via telepon.

Siswa berada di barak militer saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (5/5/2025).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Siswa berada di barak militer saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (05/05).
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

“Sebagai remaja ada dorongan untuk mencari jati diri, menemukan apa yang menjadi kebutuhan dia, akhirnya mengarah kepada hal-hal yang berbahaya dan “nakal” atau disebut juvenile delinquency.”

Itu mengapa, menurut Ully, mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas apa yang mereka perbuat. Karena perkembangan kognitif seorang anak dimulai dari pola asuh di dalam keluarga.

Seperti, apakah anak-anak tersebut tumbuh dengan cinta kasih dan nilai-nilai yang cukup. Termasuk apakah mereka sudah diajarkan kedisiplinan sejak dini.

“Nah hasilnya apa yang dilihat saat ini adalah hasil dari pola asuh yang selama belasan tahun mereka hadapi.”

Kalaupun memang dibutuhkan koreksi atas tindakan mereka, menurut Ully, maka harus dengan pendekatan yang terstruktur.

Tidak bisa dalam waktu singkat, apalagi cuma 14 hari.

Itupun tergantung pada masalah apa dan solusi apa yang diinginkan.

“Jadi tidak bisa hanya dimasukkan ke barak militer, diajarkan sesuatu yang sifatnya agresif, tentu hasilnya juga tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan,” paparnya.

“Tapi harus dibuatkan kurikulum yang dirancang khusus untuk menumbuhkan rasa empati terhadap orang lain, pengambilan keputusan dan konsekuensinya.”

“Kalau hanya dua minggu, ya tidak akan terjadi perubahan yang signifikan.”

Ia juga bilang dengan mengirimkan siswa-siswa itu ke barak militer sama saja keluarga, sekolah, dan pemerintah melempar tanggung jawab mereka dalam mendidik anak.

Ratusan siswa SMA/SMK dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat yang memiliki perilaku khusus seperti terlibat tawuran, terafiliasi geng motor, kecanduan permainan daring (game online), menjalani program pendidikan karakter dan kedisiplinan selama 14 hari.

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Ratusan siswa SMA/SMK dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat yang memiliki perilaku khusus seperti terlibat tawuran, terafiliasi geng motor, kecanduan gim daring, menjalani program pendidikan karakter dan kedisiplinan selama 14 hari.

Karena nilai-nilai universal seperti kejujuran, kedisiplinan, empati, serta baik dan buruknya tindakan harus ditanamkan oleh orang tua dan sekolah.

“Jika hal itu tidak didapat, mereka bisa dipengaruhi oleh lingkungan luar atau pertemanan untuk terjerumus dalam narkoba, tawuran, dan sebagainya.”

Karenanya, dia menekankan, tanpa kurikulum yang jelas serta keterlibatan orang tua, sekolah, dan pemerintah, program Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan yang dicetuskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ini tidak akan berhasil.

Ia justru khawatir lantaran mempelajari hal-hal yang tidak cocok dengan usia mereka, para pelajar malah semakin agresif.

“Jadi jangan asal kirim ke barak akhirnya tidak akan jadi apa-apa bahkan anak-anak ini mungkin akan mempelajari agresivitas.”

Baca juga:

Pakar pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin, sependapat.

Ia mengatakan solusi atas persoalan setiap anak berbeda-beda.

“Anak yang tawuran dan narkoba kan berbeda ‘obatnya’. Tapi ini seperti satu obat untuk semua masalah. Padahal kan tidak begitu.”

“Kalau semua masalah solusinya ke barak, bisa-bisa pelajar itu kena masalah mental, karena dipaksa melakukan seperti ini dan itu.”

Sama halnya seperti Ully, Totok juga mempertanyakan modul atau kurikulum seperti apa yang dijadikan panduan untuk membentuk karakter anak-anak tersebut sehingga berubah menjadi lebih baik.

Tanpa itu, katanya, mereka bakal kehilangan daya kreativitas dan tak punya inisiatif.

“Kunci dari kebersamaan pendidikan itu bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan dan kedisiplinan. Terlalu bebas tidak bagus juga, terlalu disiplin juga sama…”

Sejumlah siswa berjalan memasuki barak militer saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (5/5/2025).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Sejumlah siswa berjalan memasuki barak militer saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (05/05).

“Anak-anak yang terlalu disiplin nanti cuma nunggu perintah saja, tidak ada inisiatif dan kreativitas. Jadi saya khawatir kalau anak-anak ini disuruh disiplin semua, akan menghasilkan warga negara yang isinya pion saja.”

“Itu tidak bagus untuk demokrasi, bisa jadi Korea Utara kalau begitu.”

Oleh sebab itulah, Totok mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk meninjau ulang gagasannya tersebut.

Sebagai sebuah kebijakan publik, menurut dia, perlu ada kajian yang matang dengan melibatkan lintas sektor seperti Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Komisi Pendidikan di DPRD Jawa Barat.

Setelahnya perlu dibuat peraturan yang kuat entah dalam bentuk Surat Keputusan (SK) atau Peraturan Gubernur (Pergub) untuk merincikan tugas pihak-pihak yang terlibat.

Baru kemudian merancang anggarannya diambil dari kantong siapa.

Apalagi Dedi Mulyadi ingin programnya berlangsung antara enam bulan hingga satu tahun setiap angkatan.

“Memangnya satu tahun di barak militer itu mereka tidak makan dan enggak pakai anggaran?”

“Kalau asal ngomong sih mudah, tapi eksekusinya akan sulit. Jadi saya bilang ini gimmick saja, bagus buat konten.”

Wartawan Enza di Purwakarta berkontribusi untuk laporan ini.

Tinggalkan Balasan