KUBET – Jam malam bagi pelajar di Jawa Barat, apa pro dan kontranya?

Jam malam bagi pelajar di Jawa Barat, apa pro dan kontranya?

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berbincang dengan sejumlah siswa di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (05/05).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berbincang dengan sejumlah siswa di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (05/05). Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menerapkan pembatasan aktivitas pelajar di luar rumah pada pukul 21.00 hingga 04.00, per 1 Juni lalu.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menerapkan pembatasan aktivitas pelajar di luar rumah pada pukul 21.00 hingga 04.00, per 1 Juni lalu.

Melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 51/PA.03/Disdik, aturan itu menetapkan bahwa mulai pukul 21.00 hingga 04.00 WIB, pelajar dilarang berada di luar rumah, kecuali untuk kegiatan pendidikan, keagamaan, atau keperluan ekonomi mendesak—itu pun harus didampingi orang tua.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meminta para bupati dan wali kota untuk mengatur penerapan jam malam ini hingga ke tingkat kecamatan dan desa.

Sebagian kalangan sepakat dengan kebijakan itu dengan klaim para pelajar kerap terlibat aktivitas “membahayakan seperti tawuran”. Di sisi lain, kebijakan ini dikritik karena “mengobjektifikasi pelajar”.

Petugas gabungan di Purwakarta, pada Minggu (01/06), mengingatkan para pelajar untuk tidak keluar rumah pada pukul 21.00 hingga 04.00 WIB.

Sumber gambar, Enza

Keterangan gambar, Petugas gabungan di Purwakarta, pada Minggu (01/06), mengingatkan para pelajar untuk tidak keluar rumah pada pukul 21.00 hingga 04.00 WIB.

Minggu malam, 1 Juni 2025, suasana di kawasan kuliner Situ Buleud, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, masih ramai. Lampu-lampu di tenda dagangan menyala terang dan obrolan santai para remaja terdengar di antara gelak tawa mereka.

Namun, suasana itu mendadak berubah ketika sirene petugas gabungan mulai mendekat. Razia jam malam dimulai.

Sejak hari itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi memberlakukan aturan jam malam bagi pelajar.

Kedatangan para petugas yang hendak menegakkan aturan baru itu menimbulkan kekagetan para remaja. Dafa (16), pelajar kelas dua SMK, menjadi salah satu yang terkena razia. Ia tampak terkejut saat didatangi petugas.

“Baru tahu ini pas kena razia, kaget. Soalnya lagi main sama teman-teman,” ujarnya.

Baginya, malam hari justru menjadi waktu satu-satunya untuk berkumpul dengan teman setelah sehari penuh ia habiskan untuk sekolah dan membantu orang tua.

Dafa tampak menganggukkan kepalanya ketika salah seorang petugas menerangkan perihal aturan jam malam.

“Tadi juga langsung disuruh pulang. Besok-besok enggak mau kena razia lagi, jadi harus di rumah lebih cepat,” katanya, sebagaimana dilaporkan wartawan Enza di Purwakarta untuk BBC News Indonesia.

Suasana Jalan Braga, Kota Bandung, pada Minggu (01/06). Tidak tampak penegakan aturan jam malam bagi pelajar pada malam itu.

Sumber gambar, Yuli Saputra

Keterangan gambar, Suasana Jalan Braga, Kota Bandung, pada Minggu (01/06). Tidak tampak penegakan aturan jam malam bagi pelajar pada malam itu.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Lain halnya dengan Andra (16), pelajar yang berkumpul bersama teman-temannya selepas bermain futsal. Ia memahami aturan tersebut, tapi dia merasa perlu ada ruang diskusi.

“Setuju sih, tapi mungkin perlu dikaji lagi. Enggak semua pelajar tinggal sama orang tua. Ada yang sama kakaknya, ada juga yang memang waktu luangnya cuma malam,” paparnya.

Menurut Andra, tidak semua aktivitas malam itu negatif. “Saya main futsal, olahraga, itu kan kegiatan positif juga,” kilahnya.

Ia berharap aturan jam malam bisa sedikit lebih fleksibel. “Mungkin bisa mundur ke jam 22.00, supaya yang punya hobi atau aktivitas produktif tetap punya ruang,” tambahnya.

Sementara itu di kawasan Braga, Kota Bandung, sejumlah rombongan remaja yang usianya masih tergolong pelajar tampak bersenda gurau, pada Minggu (01/06).

Beberapa aparat kepolisian, Satpol PP, dan Dinas Perhubungan Kota Bandung tampak berjaga di sekitar kawasan itu. Namun mereka belum mendapat intruksi apapun terkait kebijakan jam malam.

“Belum ada intruksi (patroli jam malam), mungkin tim lain. Tugas saya menjaga di sini,” kata petugas Satpol PP Kota Bandung, Deni Kusdiana, kepada wartawan Yulia Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Baca juga:

Sagrath, pelajar SMA di Kota Bandung, langsung menyatakan ketidaksetujuan atas penerapan jam malam bagi pelajar.

Ia berkilah, kegiatan negatif, seperti geng motor, mabuk-mabukan, dan tawuran tidak hanya dilakukan oleh pelajar, tapi juga orang dewasa lainnya.

Sagrath menilai peraturan itu sebatas omong-omong yang hanya akan dijalankan di awal-awal saja. Menurutnya, lebih penting meningkatkan sistem keamanan dan pengamanan ketimbang menerapkan aturan jam malam bagi pelajar.

“Saya ngerasa kurang efektif,” cetusnya.

Mengapa jam malam diberlakukan?

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan kebijakan jam malam pelajar tersebut setelah mengisi kuliah umum nilai-nilai budaya dan tata kelola pemerintahan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada Selasa, 27 Mei 2025, seperti dikutip dari laman Tempo.co.

“Nanti di tahun ajaran baru kami ingin menekankan bahwa anak-anak yang berstatus pelajar. Ingat loh, yang berstatus pelajar mereka itu jam keluar rumahnya sampai jam 9 malam,” kata Dedi.

Sejumlah siswa berada di barak militer Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (05/05).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Sejumlah siswa berada di barak militer Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (05/05).

Penerapan aturan ini salah satunya buntut terjadinya insiden tawuran antarsiswa sekolah dasar (SD) di Depok pada Sabtu, 10 Mei 2025.

Namun kebijakan ‘jam malam’ ini sebenarnya telah diterapkan oleh Dedi Mulyadi saat menjabat sebagai bupati Purwakarta, meski dalam konteks yang berbeda.

Dalam Peraturan Bupati nomor 70 tahun 2015 tentang Desa Berbudaya, para pasangan, muda maupun tua, tidak boleh berpacaran lewat dari pukul 21.00.

Apakah surat edaran soal jam malam bagi pelajar mengikat secara hukum?

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 15 Tahun 2019), Surat Edaran tidak termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 7 Ayat 1, hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut.

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
  • Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
  • Peraturan Pemerintah (PP)
  • Peraturan Presiden (Perpres)
  • Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
  • Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota

Karena termasuk dalam hierarki ini, surat edaran memiliki kekuatan hukum mengikat secara umum (erga omnes).

Meski begitu, dalam pasal 8 ayat 1-2 UU ini juga menyebut surat edaran bisa saja diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum jika diperintahkan UU.

Lebih lanjut, dalam pasal 9 ayat 2 disebutkan “Terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dapat dilakukan pengajuan ke Mahkamah Agung.”

Jadi, surat edaran bisa diuji materiil jika mengandung norma mengikat umum.

Sementara itu menurut praktisi hukum sekaligus pengurus DPD Kongres Advokat Indonesia Jawa Barat Indra Mulyadi, surat edaran Gubernur Dedi Mulyadi juga tidak mengikat.

“Dari sisi ide dan gagasan, saya kira ini cukup bagus. Tapi surat edaran itu hanya penjabaran teknis dari peraturan perundang-undangan. Karena bentuknya surat edaran, maka bukan produk hukum dan tidak mengikat. Masyarakat boleh melaksanakan, boleh juga tidak,” kata Indra seperti dikutip dari Tribuncirebon.com

Siapa yang mengawasi?

Dedi Mulyadi juga telah meminta agar bupati dan wali kota mengoordinasikan pemberlakuan jam malam ini hingga tingkat kecamatan serta desa.

“Mudah-mudahan para bupati, wali kota sama dengan gubernur Jawa Barat,” kata Dedi dikutip dari siaran pers Humas Jawa Barat (30/5).

Para pihak yang dituju oleh surat edaran tersebut juga diperkirakan turut dalam pengawasan, seperti kepala desa, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, serta Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Dalam upaya pengawasan itu, Dedi juga menyebut bahwa pihaknya sudah membuat memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan TNI/Polri.

“Dengan Satpol PP, RT/RW semua kita menjadi bagian, minimal nurunin deh,” kata Dedi Mulyadi, seperti dikutip dari laman Tempo.co.

Apa yang akan terjadi terhadap para pelanggar?

Dengan pemberlakuan aturan jam malam itu, pemerintah provinsi tidak akan menanggung atau memberi bantuan pada pelajar yang terlibat kenakalan dengan unsur kekerasan yang terjadi pada saat pemberlakuan jam malam.

Dedi mencontohkan, jika pelajar tersebut membutuhkan penanganan medis di fasilitas kesehatan akibat tawuran, perkelahian, dan sejenisnya saat pemberlakuan jam malam.

“Setelah gubernur memberlakukan jam malam, kalau ada anak Jawa Barat yang berkelahi, tawuran, kemudian ia harus masuk rumah sakit, Pemda Provinsi Jabar tidak akan membantu pembiayaan,” kata Dedi Mulyadi.

Adakah aturan pengecualian untuk jam malam ini?

Surat edaran memuat sejumlah pengecualian yang memungkinkan pelajar beraktivitas pada malam hingga dini hari, satu di antaranya adalah alasan mengikuti kegiatan sekolah atau lembaga pendidikan resmi.

  • Peserta didik mengikuti kegiatan keagamaan dan sosial di lingkungan tempat tinggal atas sepengetahuan orang tua atau wali
  • Peserta didik sedang berada di luar rumah bersama orang tua atau wali
  • Kondisi keadaan darurat atau bencana
  • Kondisi lainnya sepengetahuan orang tua atau wali.

Jam belajar lebih pagi

Gubernur Dedi Mulyadi juga mengajak bupati dan wali kota di daerahnya menerapkan jadwal belajar baru bagi siswa SMP dan SMA. Siswa akan bersekolah dari Senin hingga Jumat, dengan jam masuk mulai pukul 06.00 WIB.

Sejumlah siswa SD menyeberangi Sungai Cicadas menggunakan rakit di Desa Karanganyar, Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (27/05).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Sejumlah siswa SD menyeberangi Sungai Cicadas menggunakan rakit di Desa Karanganyar, Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (27/05). Sejumlah siswa dan warga dari Kampung Sampora serta Kampung Cijigud terpaksa menyeberangi sungai Cicadas menggunakan rakit menuju sekolah atau mengakses pelayanan publik sejak 1984 guna memangkas waktu perjalanan menjadi 10 menit dibandingkan dengan jalur darat yang mencapai satu jam.

“Saya mengajak kepada Bupati dan Wali Kota (para pelajar) hari belajarnya sampai hari Jumat, Sabtu-Minggu libur,” kata sosok yang akrab dipanggil Kang Dedi Mulyadi (KDM) itu dikutip dari detikJabar, Selasa (03/06).

“Dulu waktu jadi Bupati Purwakarta, saya Bupati pertama yang membuat hari belajar sampai hari Jumat dan jam pelajarannya mulai pukul 06.00 pagi,” jelasnya.

Rencana ini belum dirumuskan aturan hukumnya. Tapi Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Purwanto menyebut usulan gubernur ditanggapi dengan serius dan pihaknya kini tengah menggodok aturan terkait sistem baru tersebut.

Apa kata para guru?

Ryan, seorang guru di Bekasi menyatakan setuju dengan pemberlakuan jam malam ala gubernur Jawa Barat. “Saya melihat sendiri anak-anak melakukan tawuran dengan pedang panjang di daerah Bekasi. Itu sangat-sangat mengkhawatirkan.”

Dia berharap kebijakan tersebut mampu mengurangi kenakalan remaja, meski dia juga menekankan ada tanggung jawab besar pada keluarga.

“Akar masalah-masalah terkait jenis-jenis kenakalan remaja ada pada level pendidikan keluarga di mana orang tua harus jadi role model,” ujarnya.

Ryan berharap kebijakan ini juga menyentuh akar lainnya dari permasalahan yaitu kurangnya ruang ekspresi.

“Saya khawatirnya kebijakan ini hanya gimmick untuk keren-kerenan Pak Gubernur, jadi kebijakan ini hanya bersifat reaktif dan hanya untuk menekan jumlah siswa yang keluar malam hari. Tapi kebijakan tidak menyelesaikan masalah sesungguhnya,” tutup Ryan.

Seorang tentara memberikan pengarahan kepada ratusan peserta program Pembinaan Karakter dan Bela Negara saat pemberangkatan di Balai Kota, Depok, Jawa Barat, Sabtu (31/05/2025). Pemerintah Kota Depok memberangkatkan sebanyak 100 siswa dari sejumlah sekolah di Depok ke barak militer Kostrad 1 Cilodong Depok, Jawa Barat.

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Seorang tentara memberikan pengarahan kepada ratusan peserta program Pembinaan Karakter dan Bela Negara saat pemberangkatan di Balai Kota, Depok, Jawa Barat, Sabtu (31/05/2025). Pemerintah Kota Depok memberangkatkan sebanyak 100 siswa dari sejumlah sekolah di Depok ke barak militer Kostrad 1 Cilodong Depok, Jawa Barat.

Ketua Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengatakan kebijakan ini “konkret dan antisipatif”. Di sisi lain, menurutnya, kebijakan tersebut “sporadis’ dan belum holistik”.

“Jadi bukan hanya dari segi jam malamnya saja yang mengobjektifikasi siswa ya—seolah-olah mereka ini akan selalu berbahaya ketika di luar rumah. Tetapi juga langkah-langkah lain. Misalkan, bahwa orang tua juga harus dilibatkan. Orang tua juga harus diedukasi, diberikan pemahaman bahwa waktu terbaik ketika di rumah adalah interaksi,” paparnya.

Kebijakan ‘jam malam’ bersama dengan usulan untuk mengubah jam masuk sekolah menjadi jam 6 pagi, menurut Iman, adalah bagian dari kebijakan gubernur Jawa Barat yang “sporadis” dan tidak berdasarkan kajian.

“Misalkan kebijakan jam malam, kami belum melihat bagaimana petunjuk teknisnya, apa dasar filosofi pendidikannya jam malam dan jam dipagikan ini. Ini kan harusnya dijawab oleh dinas pendidikan, tapi dinas pendidikannya tidak bersuara. Menurut kami ini juga tidak sehat,” paparnya.

Bagaimana respons orang tua?

Di sisi lain, suara orang tua terdengar jauh lebih mendukung. Ali Novel (55), seorang ayah yang anaknya duduk di bangku kelas 1 SMA di Purwakarta, menyambut baik aturan tersebut.

“Alhamdulillah saya setuju dan mendukung. Ini langkah bagus untuk menjaga anak-anak kita dari hal-hal negatif seperti nongkrong di jalan atau bahkan terlibat geng motor,” ujarnya.

Ali mengaku telah menerapkan pengawasan ketat terhadap anaknya, termasuk mewajibkan untuk selalu melapor saat berada di luar rumah.

Ali Novel, salah seorang orang tua pelajar di Purwakarta, menyambut baik aturan jam malam bagi pelajar.

Sumber gambar, Enza

Keterangan gambar, Ali Novel, salah seorang orang tua pelajar di Purwakarta, menyambut baik aturan jam malam bagi pelajar.

Ia juga berharap pemerintah benar-benar menindaklanjuti aturan ini dengan tindakan nyata di lapangan.

“Kami butuh peran serta aparat seperti Satpol PP, polisi, bahkan masyarakat. Jangan cuma jadi aturan di atas kertas. Anak-anak sekarang sudah mulai berani melakukan hal-hal ekstrem. Kita perlu bersama-sama menyelamatkan generasi muda,” tambahnya.

Senada dengan Ali, Ida Alaida (47), seorang ibu rumah tangga sekaligus pedagang, mendukung aturan jam malam.

Ia menilai aturan ini bisa mencegah anak-anak terlibat dalam aktivitas negatif di malam hari.

“Sering lihat anak-anak nongkrong, kadang malah ngejekin orang lewat atau bikin keributan. Kalau ada jam malam, mereka bisa takut keluar dan akhirnya tetap di rumah,” jelasnya.

Ida menambahkan bahwa ia tidak mengalami kesulitan mengontrol anaknya karena selain hanya memiliki satu anak, usahanya pun tutup lebih awal sehingga aktivitas keluarga berfokus di rumah.

“Biasanya anak diajak ke masjid, atau kalau ada tugas ya dikerjakan di rumah. Yang penting anak ada di rumah malam-malam,” katanya.

Safitri Ristagitania Ahtar, salah seorang orang tua pelajar di Kota Bandung, menilai aturan jam malam bagi pelajar harus dibarengi dengan edukasi di tingkat keluarga.

Sumber gambar, Yulia Saputra

Keterangan gambar, Safitri Ristagitania Ahtar, salah seorang orang tua pelajar di Kota Bandung, menilai aturan jam malam bagi pelajar harus dibarengi dengan edukasi di tingkat keluarga.

Di Bandung, salah seorang orang tua pelajar, Safitri Ristagitania Ahtar, menilai kebijakan itu tidak akan efektif bila tidak dibarengi dengan pemahaman di tingkat keluarga.

“Peraturan kayak gitu tidak bisa hanya dari luar. Yang utama itu dari dalam, dari keluarga, kemudian sekolah, dan juga lingkungan masyarakat. Itu semua kan support system ya.

“Kalau dari pemerintah saja satu arah tanpa ada pemahaman di bawah seperti apa dan tanpa ada sosialisasi, kemudian edukasi di tingkat keluarga terutama, menurut saya tidak akan optimal. Jadinya malah timpang,” kata ibu dua anak ini.

Safitri juga mempertanyakan bentuk sanksi atau hukuman bagi pelajar yang melanggar aturan tersebut. Ia berharap, pemerintah tidak asal menghukum, tapi juga melakukan solusi lain yang melibatkan orang tua si anak.

Dalam membuat aturan, Safitri menyarankan agar pemerintahmenangkap aspirasi dari akar rumput atau komunitas-komunitas yang bergerak di level keluarga.

“Memang ada sesuatu yang sifatnya urgent, seperti kenakalan remaja. Cuma kan itu semua harus dilihat di core-nya itu ada apa? Enggak bisa coba main cabut nanahnya tanpa dilihat sumber masalahnya seperti apa,” papar Safitri.

Jam malam di Pati, Jawa Tengah

Selain di Jawa Barat, jam malam bagi pelajar juga diberlakukan di Pati, Jawa Tengah.

Bupati Pati, Sudewo, mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 400.2.1/5 tahun 2025 tentang Penguatan Karakter Anak melalui Pembiasaan di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat.

Melalui SE tersebut, jam belajar anak diimbau berlangsung dari pukul 19.00 WIB sampai 21.00 WIB.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, Andrik Sulaksono, membenarkan SE Bupati Pati Sudewo terkait penerapan jam malam untuk pelajar.

“Iya SE nya bulan Maret sebelum lebaran. Ini salah satu untuk penguatan karakter anak,” kata Andrik.

Andrik berujar, sejak terbit pada 27 Maret, Pemkab Pati masih berupaya secara bertahap menyosialisasikan ke lingkungan sekolah hingga masyarakat.

Menurutnya untuk memuluskan kebijakan tersebut akan dibentuk petugas khusus di setiap Kecamatan di Kabupaten Pati. Saat ini, kata dia, masih memasuki tahap sosialisasi sehingga belum ada penertiban di lapangan.

Orang tua, menurut Andik, diimbau tidak memberikan pekerjaan pada anak di jam-jam belajar. Orangtua juga didorong membatasi penggunaan gawai oleh anak.

Kepala desa dan lurah diinstruksikan melakukan pengawasan serta melaporkan kepada camat secara berkala pada pekan ketiga setiap bulan.

Camat juga diperintahkan agar berkoordinasi dengan Forkopimcam, melaksanakan monitoring, dan melaporkan kepada Bupati Pati secara berkala setiap akhir bulan.

anak-anak menggunakan handphone

Sumber gambar, AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Ilustrasi sejumlah anak menggunakan gawai untuk belajar.

Aprilia, siswi SMA di Pati, menyebut SE yang dikeluarkan pada Maret itu sedikit berdampak di kampungnya. Rekan-rekan sebayanya mulai mengurangi kebiasaan nongkrong hingga tengah malam meski masih saja ada yang tak menggubrisnya.

Hal serupa diutarakan Galang, siswa SMP di Pati. Menurut remaja putra itu, implementasi SE Bupati Pati Sudewo itu cuma bertahan di awal-awal.

“Kebanyakan masih banyak yang keluar. Awalnya sepi tapi lama-lama ramai lagi. Masih banyak yang nongkrong,” ungkap Galang.

Sementara itu, Wulandari (55) selaku orang tua siswa di Pati, menilai SE tersebut cuma teori tanpa praktik nyata di lapangan.

Wulandari menyebut SE tersebut “mentah” karena tidak adanya penertiban dan sanksi.

“Jika SE itu benar ditindaklanjuti dan ada sanksi nyata, saya kira efektif. Dari atas seperti itu tapi tidak sampai bawah ya sama saja. SE ini belum terealisasi maksimal,” pungkas Wulandari.

Kebijakan sporadis dan tanpa kajian

Kembali ke Jawa Barat, Ketua Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menyebut persoalan pendidikan tak cukup diatasi dengan pemberlakuan ‘jam malam’ atau membuat jam pelajaran lebih pagi.

“Indeks Pembangunan Kebudayaan Jawa Barat hanya 51,5%. Jadi pembangunan kebudayaan di Jawa Barat juga tidak bagus-bagus amat. Lalu juga presentase rata-rata lama sekolahnya masih di angka 8,83 tahun. Angka putus sekolahnya juga masih tinggi.”

Karena itulah, katanya, kebijakan pendidikan harus dibuat komprehensif.

“Kebijakan sporadis, karena tanpa kajian sehingga kemudian berhenti di tengah jalan. Nah ini juga kan membuang anggaran,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan