Kota di Jepang memanfaatkan kotoran sapi sebagai sumber energi

Sumber gambar, Getty Images
- Penulis, Paul Carter dan Kitty Knowles
- Peranan, BBC Future
Di Jepang, kotoran sapi diolah kembali menjadi bahan bakar bersih yang dapat menggerakkan mobil dan traktor.
Puluhan sapi terlihat sedang mengamati kami dengan curiga. Suara napas yang keluar dari hidung sapi-sapi itu mengingatkan dengan adegan pada film-film kartun.
Saat itu cuaca pagi tengah cerah dan bersalju di Hokkaido, sebuah pulau di utara Jepang.
Udara dingin membawa aroma khas kotoran sapi—yang tercium tidak sedap namun begitu familiar terasa di wilayah tersebut karena industri susu yang berkembang pesat di sana.
Hokkaido mencakup 20% daratan negara Jepang, yang juga merupakan pulau terbesar kedua di negeri tersebut.
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Pulau ini juga menjadi rumah bagi lebih dari satu juta sapi, yang menghasilkan lebih dari separuh susu dan produk susu negara ini.

Sumber gambar, Getty Images
Bagaimana proses mengubah kotoran sapi menjadi sumber energi?
Kami mengunjungi satu peternakan di Hokkaido yang berambisi mengubah sumber aroma menyengat di udara ini menjadi sesuatu yang berharga: mengubah kotoran sapi menjadi hidrogen.
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Saat dibakar, hidrogen tidak mengeluarkan karbon. Hal ini menjadikannya alternatif yang menarik untuk bahan bakar fosil.
Dengan begitu, muncul harapan di masa depan bahwa hidrogen dapat digunakan sebagai bahan bakar berkelanjutan, seperti untuk kebutuhan rumah tangga dan menggerakkan mobil, kereta api, pesawat terbang, hingga kapal di masa depan.
Namun, cara yang paling umum untuk memproduksi hidrogen saat ini melibatkan penggunaan metana—bahan bakar fosil yang disalurkan dari bawah tanah, yang berarti masih terkait dengan emisi karbon yang signifikan.
Hidrogen juga dapat diproduksi dengan memisahkan air menggunakan listrik, tetapi ini bisa mahal dan hanya rendah karbon jika menggunakan sumber listrik terbarukan.
Namun, Ladang Hidrogen Shikaoi menggunakan sumber yang berbeda, yakni kotoran sapi, yang merupakan limbah melimpah di Hokkaido. Sekitar 20 juta ton kotoran sapi dihasilkan di Hokkaido setiap tahunnya.
Jika tidak diolah dengan benar, kotoran tersebut dapat menjadi beban lingkungan.
Kotoran sapi bisa menimbulkan emisi metana yang signifikan serta mempengaruhi kualitas air jika dibiarkan bocor ke sungai dan anak sungai.
Jadi, dapatkah kotoran tersebut digunakan sebagai sumber energi berkelanjutan?
“Proyek ini bertujuan memproduksi hidrogen dari kotoran ternak yang berasal dari Jepang dan merupakan proyek unik di tempat ini,” kata Maiko Abe dari Air Water, salah satu dari beberapa perusahaan yang terlibat dalam proyek ini.

Sumber gambar, Getty Images
Proyek ini diluncurkan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang pada 2015.
Misinya adalah mengubah produk turunan pertanian dan peternakan menjadi hidrogen untuk bisa digunakan masyarakat pedesaan setempat dalam ekonomi sirkular.
Kotoran dan urin sapi dikumpulkan dari peternakan sapi perah setempat sebelum dimasukkan ke dalam digester anaerobik di fasilitas pusat.
Baca juga:
Di sini, bakteri memecah limbah organik untuk menghasilkan biogas dan pupuk cair.
Biogas kemudian dimurnikan menjadi metana yang digunakan untuk memproduksi hidrogen.
Pabrik tersebut kini memiliki kapasitas produksi hidrogen sebesar 70 meter kubik (18.500 galon), dengan stasiun pengisian bahan bakar di lokasi yang dapat mengisi sekitar 28 kendaraan per hari yang dilengkapi dengan sel bahan bakar hidrogen, kata Abe.
Meskipun bahan bakar tersebut dapat digunakan oleh mobil dengan sel bahan bakar, stasiun pengisian bahan bakar pabrik itu telah dirancang khusus untuk mengakomodasi kendaraan pertanian, seperti traktor dan truk forklift.
Kendaraan pertanian ini sulit dialiri listrik dengan baterai karena ukurannya yang besar dan jenis pekerjaan yang dilakukannya.
Kendaraan bertenaga hidrogen digunakan di sekitar lokasi pertanian, mengurangi emisi yang akan dihasilkan dengan menggunakan sumber bahan bakar lain.
Tantangan industri memanfaatkan hidrogen dari kotoran sapi
Hidrogen hasil ternak ini disimpan dalam tabung yang diangkut untuk menyediakan listrik dan panas ke fasilitas lain di area tersebut, termasuk budidaya ikan sturgeon lokal dan Kebun Binatang Obihiro di dekatnya.
Namun, penyimpanan hidrogen juga punya tantangan tersendiri.
Hidrogen perlu disimpan dalam tangki bertekanan tinggi sebagai gas, dan rentan bocor karena berat molekulnya yang rendah.
Hidrogen juga dapat merusak wadah penyimpanan logam, membuatnya rapuh, dan mudah terbakar sehingga memerlukan tindakan pencegahan keselamatan tambahan saat menanganinya.
Hidrogen juga dapat disimpan dalam bentuk cairan dengan mendinginkannya hingga suhu kriogenik di bawah –253 derajat Celcius, Tetapi cara ini dapat menghabiskan banyak energi dan memerlukan infrastruktur tambahan dalam jumlah besar.
Hidrogen memiliki kandungan energi hampir tiga kali lipat dari bensin jika diukur berdasarkan massanya saja. Namun, berat molekulnya yang rendah juga berarti bahwa berdasarkan volume, energi yang dikemas dalam satu liter hidrogen cair adalah seperempat dari bensin.
Lebih banyak ruang penyimpanan yang dibutuhkan untuk hidrogen dibandingkan dengan bahan bakar fosil seperti bensin, solar, dan gas alam. Ini juga berarti memproduksi dan menyimpannya dalam skala besar membutuhkan energi dan infrastruktur yang besar.

Sumber gambar, Getty Images
Di luar isu penyimpanan, proyek energy hidrogen di Hokkaido juga menghadapi tantangan lain, yakni iklim yang khas di Jepang bagian utara.
Musim di Hokkaido yang sangat dingin mendesak pengembangan teknologi baru untuk memproduksi hidrogen secara stabil, tanpa pembekuan uap air dalam metana.
Penggunaan limbah pertanian sebagai sumber metana untuk menghasilkan hidrogen relatif jarang, namun menggunakan proses bernama reformasi uap, yang biasa digunakan untuk menghasilkan hidrogen dari gas alam.
Di sini, uap yang dipanaskan hingga 800 derajat Celcius bereaksi terhadap metana untuk menghasilkan hidrogen, bersama dengan produk turunan karbon monoksida dan karbon dioksida (CO2).
Namun, dalam kasus kotoran sapi, kata Abe, proyek tersebut tetap berkelanjutan karena karbon ini berasal dari rumput yang digembalakan sapi: “Karena awalnya berada di atmosfer, maka karbon ini dianggap netral.”
Selain itu, hal ini membantu mencegah metana yang seharusnya dikeluarkan dari kotoran sapi yang merupakan gas rumah kaca yang kuat agar tidak masuk ke atmosfer.
Sisa dari kotoran ternak, setelah biogas diekstraksi, disemprotkan sebagai pupuk ke ladang-ladang di dekatnya, sementara asam format—yang digunakan dan dibuat oleh proses tersebut—dapat diberikan sebagai bahan pengawet untuk pakan ternak, kata Abe.

Sumber gambar, Getty Images
Saat ini, listrik yang dibutuhkan untuk memproduksi dan menyimpan hidrogen berasal dari jaringan listrik nasional.
Namun Abe mengatakan ada potensi untuk beralih ke energi hijau, mengingat potensi laut, angin, dan panas bumi Hokkaido yang menjanjikan, sehingga mengurangi emisi karbon dari listrik ini.
Namun, masih ada tantangan lain.
Biaya hidrogen yang tinggi jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil dan juga permintaan yang rendah membuat perluasan operasi menjadi sulit.
“Biaya konstruksi stasiun hidrogen sangat tinggi,” kata Abe.
“Karena kendaraan hidrogen belum tersebar luas, kami menjaga kapasitas pengisian tetap rendah untuk mengelola investasi tahap awal. Seiring dengan meningkatnya adopsi, kami akan memperluas pasokan.”
Untuk mendorong adopsi kendaraan hidrogen di wilayah tersebut, harga hidrogen disubsidi oleh pabrik, yang disesuaikan dengan biaya bensin.
Stasiun pengisian bahan bakar hidrogen juga sedang dikembangkan di kota-kota besar Hokkaido seperti Sapporo dan Muroran.
Tren pemanfaatan hidrogen
Jepang adalah pemimpi dalam kendaraan hidrogen di dunia dan telah berinvestasi besar dalam pengembangan teknologi tersebut.
Namun, untuk saat ini kendaraan listrik bertenaga baterai masih lebih murah daripada kendaraan bertenaga hidrogen.
Meskipun kecil kemungkinan kotoran sapi saja dapat memenuhi permintaan hidrogen di Jepang.
Kotoran sapi dinilai berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan, semntara Shikaoi tengah menciptakan model ekonomi sirkular yang diharapkan memangkas ongkos produksi.
Di sisi lain minat yang semakin besar di belahan dunia lain untuk menggunakan bahan limbah untuk menghasilkan hidrogen, dengan kotoran babi, limbah unggas, dan bahkan sabut kelapa telah dieksplorasi sebagai bahan baku potensial.
Di Thailand, produsen kendaraan Toyota bahkan tengah menjajaki penggunaan hidrogen yang terbuat dari limbah ayam untuk bahan bakar kendaraannya.

Sumber gambar, Getty Images
Sementara itu, para insinyur di University of Illinois Chicago di AS baru-baru ini mengembangkan metode lain yang menjanjikan untuk membuat hidrogen dengan menggunakan pupuk kandang.
Mereka menggunakan pupuk kandang, bersama dengan limbah tebu dan kulit jagung, untuk membuat biochar, zat kaya karbon yang sangat mengurangi jumlah listrik yang dibutuhkan untuk mengubah air menjadi hidrogen.
Sementara itu, di kota Fukuoka di Jepang selatan, di Kyushu, produk limbah lain digunakan untuk memproduksi hidrogen, dan di sini kotorannya berasal dari manusia.
Selama lebih dari satu dekade, hidrogen telah dibuat di pabrik pengolahan limbah kota untuk bahan bakar kendaraan. Baru-baru ini, hidrogen telah digunakan untuk bahan bakar armada truk sampah.

Sumber gambar, Getty Images
Akira Miyaoka, manajer pemanfaatan hidrogen Kota Fukuoka, mengatakan bukan pabrik besar yang berkontribusi paling besar CO2 di kota itu, melainkan truk-truk yang mengangkut kebutuhan sehari-hari.
“Jadi, kami berupaya mengurangi emisi CO2 dari truk komersial,” katanya.
Inisiatif ini dimulai sebagai kerja sama antara Universitas Kyushu dan Kota Fukuoka, dan sekarang melibatkan beberapa perusahaan besar termasuk Toyota.
“Limbah adalah sesuatu yang terus-menerus dibuang setiap hari dalam kehidupan sehari-hari warga, jadi dengan memanfaatkan limbah tersebut secara efektif dan mengekstraksi hidrogen sebagai energi, kita dapat mencapai produksi dan konsumsi energi lokal,” kata Miyaoka.
Pembuatan hidrogen dari limbah manusia dimulai dengan air dari berbagai sumber rumah tangga—termasuk pancuran, mesin pencuci piring, dan toilet—yang tiba di pabrik pengolahan.
Saat air dibersihkan, lumpur yang tersisa disimpan sebagai sumber biogas dan diubah menjadi hidrogen.
“Limbah dan biogas mengandung berbagai kotoran, jadi prosesnya dimulai dengan proses pembuangan kotoran tersebut, yang menurut saya sedikit berbeda dari proses produksi hidrogen lainnya,” kata Miyaoka.

Sumber gambar, Getty Images
Pada tahun 2024, Toyota membantu kota tersebut meluncurkan armada kendaraan layanan bertenaga hidrogen pertama di Jepang, termasuk ambulans, mobil van pengiriman, dan truk sampah.
Pejabat di pabrik pengolahan limbah mengatakan bahwa pabrik tersebut mampu memproduksi 300 kg hidrogen dalam 12 jam—cukup untuk bahan bakar 30 truk.
Truk sampah berangkat dari jam enam malam setiap minggu, masing-masing mengumpulkan 1,7 ton sampah. Truk tersebut berjalan dalam senyap dan bebas emisi.
Stasiun pengisian bahan bakar bersumber limbah di Fukuoka telah ada sejak 2015, dan beberapa negara lain di seluruh dunia kini mengadopsi pendekatan serupa.
Concord Blue telah mengembangkan pabrik pengolahan limbah menjadi energi di Jerman, India, Jepang, dan AS. Di sana mereka mengubah limbah dan biomassa menjadi hidrogen dan bioenergi.
Beberapa lembaga pemerintahan yang mengurusi air di Inggris juga tengah mengerjakan proyek untuk memperoleh hidrogen dari limbah.
Sebuah mobil balap prototipe juga telah dikembangkan menggunakan hidrogen yang berasal dari limbah di Inggris.
Warwick Manufacturing Group (WMG), bermitra dengan Severn Trent Water, memanfaatkan mikroba yang menghasilkan bahan bakar hidrogen dari limbah. Mereka mengantisipasi hal tersebut bisa menjadi teknologi arus utama dalam waktu lima tahun.
Dalam skala yang lebih besar, penerbangan menyumbang 2% dari emisi karbon global, dan para peneliti di laboratorium Inggris telah mengembangkan bahan bakar jet yang seluruhnya terbuat dari limbah manusia.
Namun, terlepas dari harapan tersebut, semua teknologi ini belum dapat diterapkan dalam skala yang signifikan.
Baik di lanskap pedesaan maupun perkotaan, proyek-proyek Jepang yang ada sangat menginspirasi karena berfokus pada komunitas lokal.
Meskipun adopsi mobil hidrogen telah terhenti, adopsi truk hidrogen meningkat secara bertahap. Kendaraan industri yang lebih besar dan lebih berat inilah yang berkontribusi paling signifikan terhadap emisi gas rumah kaca perkendaraan.
Dengan menata ulang limbah sebagai sumber daya, proyek-proyek ini menunjukkan bahwa energi dapat ditemukan, bahkan di tempat-tempat yang paling tidak mungkin.
—
Artikel Bahasa Inggris berjudul The Japanese town turning cowpats into hydrogen fuel dapat Anda baca di BBC Future.