KUBET – Warga sipil ‘diteror’ karena komentar soal judi online – ‘Saya diancam didatangi di rumah, mereka tahu keluarga saya’

Warga sipil ‘diteror’ karena komentar soal judi online – ‘Saya diancam didatangi di rumah, mereka tahu keluarga saya’

situs judi online

Sumber gambar, ADITYA AJI/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Gambar situs judi online.

  • Penulis, Faisal Irfani
  • Peranan, Wartawan BBC News Indonesia

Sejumlah orang pengguna laman platform X mengaku diintimidasi ‘nomor tak dikenal’ setelah mengunggah status yang merespons berita mengenai dugaan keterlibatan salah satu pejabat di DPR—sekaligus elite partai politik—dengan bisnis judi online. Oleh pelaku, mereka diminta menghapus unggahan tersebut.

BBC News Indonesia mewawancarai tiga korban intimidasi.

Ketiganya menyebut insiden yang dialami sebagai “bentuk teror” dan “serangan yang terencana” lantaran “muncul dalam waktu yang hampir bersamaan.”

Sementara organisasi sipil dan praktisi teknologi mengatakan “tekanan di ruang digital ini ditempuh guna melemahkan psikologis korban” supaya “tidak lagi mengeluarkan kritik.”

Akademisi menilai praktik intimidasi kepada masyarakat sipil menunjukkan “demokrasi berjalan mundur jauh ke belakang.”

Sebelum serangan via aplikasi percakapan WhatsApp, publik lebih dulu disuguhkan serangkaian intimidasi yang menargetkan penulis opini di laman detik.com hingga mahasiswa penggugat Undang-Undang TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Intimidasi dalam konteks pemberitaan judi online mencuat dengan pola serupa, setelah BBC News Indonesia melihat bukti tangkapan layar (screenshot) antara ketiga korban dan pelaku.

Keterangan dari korban lain, yang BBC News Indonesia peroleh di linimasa X, turut menunjukkan hal yang sama.

Korban, misalnya, diminta menghapus konten yang menanggapi—lewat reply atau quote—berita tentang dugaan keterhubungan pejabat DPR itu dengan praktik judi online.

Lalu, pelaku menghubungi nomor pribadi korban yang terpasang di WhatsApp.

Ketika permintaan tersebut tidak diiyakan, pelaku meningkatkan tekanan dengan menyeret anggota keluarga atau mengancam bakal menyebarkan hoaks soal korban serta memviralkannya ke media sosial.

Pejabat yang dimaksud dalam pusaran intimidasi ini ialah Wakil Ketua DPR RI dan Ketua Harian DPP Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.

Pada awal April lalu, Majalah Tempo mengeluarkan liputan investigasi mengenai judi online berjudul “Tentakel Judi Kamboja.”

Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Penelusuran Majalah Tempo menemukan dugaan hubungan Dasco dengan perusahaan pengelola kasino di Kamboja.

Dasco sendiri tidak memberikan pernyataan ihwal laporan Majalah Tempo.

Bantahan datang dari aktivis maupun politikus lainnya.

Mereka menyatakan investigasi Majalah Tempo terhadap Dasco adalah bentuk penghakiman sepihak, fitnah yang sangat keji, hingga upaya intelijen asing menggembosi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

BBC News Indonesia telah mengirimkan upaya konfirmasi kepada Dasco pada Selasa (27/5) sore, dan belum ada balasan hingga artikel ini dipublikasikan.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Hasbi, tidak pula menanggapi permintaan komentar BBC News Indonesia saat dihubungi secara terpisah.

Dasco, lewat unggahan di X, Selasa (27/5) siang, membantah dirinya merupakan pihak di belakang serangan intimidasi ke warga.

“Ini confirm saya dikerjain lagi. Saya diisukan ini [dan] itu aja saya masih cermati aja. Dan sekarang saya dibilang yang minta hapus-hapus unggahan di X,” tulis Dasco lewat akun resmi pribadinya.

“Ini saya sudah bantah, ya. Saya tegaskan saya tidak minta hal itu.”

judi online

Sumber gambar, ADITYA AJI/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Inspeksi dan sosialisasi larangan judi online.

‘Saya kira yang diminta dihapus thread soal korupsi’

Intimidasi kepada warga sipil berlangsung pada 25 dan 26 Mei 2025. Ada pula yang mengalaminya jauh-jauh hari, 10 serta 16 Mei 2025.

Rieswin Rachwell, pemilik akun @niwseir, pertama kali menerima intimidasi pada Senin (25/5) malam sekitar pukul sembilan.

Nomor tak dikenal tersebut masuk ke ponselnya dan meminta Rieswin menghapus unggahan tertentu di X, dengan menyertakan tautan yang dimaksud.

Keesokan harinya, Selasa (26/5) pagi, tepatnya pukul 11.00 WIB, nomor tak dikenal lagi-lagi meminta Rieswin menghapus unggahannya di X—disertai link-nya.

Kedua nomor tak dikenal itu mengirimkan link berisikan unggahan yang sama, berjumlah dua buah.

Setelah dicek, unggahan yang dimaksud menyebut—dan me-mention—nama Sufmi Dasco Ahmad.

Unggahan pertama, tertanggal 6 April 2025, Rieswin mencolek akun Dasco di atas—quoteposting-an Tempo yang sedang mempromosikan liputan judi online.

“Oh, gitu, @bang_dasco,” tulis Rieswin, yang pernah bekerja untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Unggahan kedua, dua hari setelahnya, Rieswin me-reply unggahan Dasco di X mengenai pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri dengan kalimat yang singkat: “P info depo.”

Penggunaan kata “depo” merujuk pada istilah populer dalam dunia judi online, deposit, yang berarti menyetor uang dengan jumlah tertentu sebelum bermain.

“Saya kaget dengan pesan tersebut, karena saya kira yang diminta untuk dihapus adalah thread—utas—terkait korupsi atau semacamnya,” ungkap Rieswin kepada BBC News Indonesia, Selasa (27/05).

“Tapi, ternyata, yang diminta hapus adalah kedua unggahan receh tersebut. Benar-benar recehan dan shitpost.”

tangkapan layar

Sumber gambar, Dokumentasi Pribadi Rieswin

Keterangan gambar, Bukti tangkapan layar intimidasi yang dilakukan (Dokumentasi Rieswin)

Tidak jauh berbeda dengan Rieswin, Fahmi Fadhila, pemilik akun @fahmi_fadhila_, mendapatkan teror pada 26 Mei 2025, sekitar jam 20.00 WIB. Fahmi baru membaca pesan itu 20 menit setelahnya.

Pelaku teror, Fahmi bercerita, “mengirimkan salah satu foto dirinya yang pernah di-upload di X” serta “memintanya untuk menghapus unggahan tertentu.”

Fahmi melihat unggahan yang diminta dihapus ialah tertanggal 8 April 2025. Waktu itu, Fahmi membalas konten Dasco yang menggambarkan pertemuan Prabowo-Megawati dengan kalimat: “Info link gacor, dong, Prof. Dasco.”

Di semesta judi online, kata “gacor” marak dipakai, mendeskripsikan sesuatu yang luar biasa—semacam euforia.

Fahmi menemukan kejadian serupa dihadapi “pengguna akun lain” yang “membahas keterkaitan orang tersebut dengan kasus judi online.”

Pesan dari peneror tak Fahmi balas lantaran ia “bingung” dan “takut salah langkah.”

“Lalu saya membuat unggahan dan meng-quote-nya ke unggahan milik korban lainnya dengan meng-capture isi pesan [teror] tersebut,” terangnya.

tangkapan layar

Sumber gambar, Dokumen Pribadi Fahmi

Keterangan gambar, Bukti tangkapan layar intimidasi dari Fahmi.
poster, judi online

Sumber gambar, ADITYA AJI/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Pemasangan spanduk setop judi online.

Pengakuan korban lainnya: ‘Mereka tahu nama istri saya’

Ketika mengajukan wawancara dengan Farizal, wartawan BBC News Indonesia diminta memperlihatkan tanda bukti bahwa yang bersangkutan memang bekerja di BBC News Indonesia. Ia mengambil langkah itu “untuk preventif.”

Alasan Farizal sangat valid. Pemilik akun @omdjin ini mengalami intimidasi dan kekerasan verbal oleh nomor tak dikenal pada 16 Mei 2025.

Peneror mengirimkan pesan pada pukul 13.00 WIB, dan langsung meminta Farizal menghapus—lagi-lagi—unggahan yang spesifik.

Tautan yang dikirim peneror memuat unggahan pada 14 Mei 2025. Farizal meng-quote unggahan akun lain mengenai usulan anggota DPR untuk melegalkan kasino dengan satu kalimat: “Wakil Ketua DPR-nya aja Sufmi Dasco.”

Farizal menanggapi peneror dengan santai dan tak jarang berujung banyolan. Awalnya Farizal mengira orang tak dikenal ini adalah buzzer—pendengung—biasa. Ia lalu meralat asumsinya setelah si peneror menyebut nama istrinya.

“Mereka tahu nama istri saya, alamat rumah saya, yang di KTP, dan saya berpikir mereka pasti punya akses ke data-data kependudukan masyarakat,” ujarnya kepada BBC News Indonesia, Selasa (27/5).

screenshot

Sumber gambar, Dokumen Pribadi Farizal

Keterangan gambar, Intimidasi yang dihadapi Farizal.

Saling berbalas pesan antara Farizal dan peneror berlangsung cukup panjang, termasuk upaya pelaku menelepon langsung Farizal sebanyak lebih dari tiga kali—yang hanya ia diamkan.

Dan keluarlah ancaman serta kekerasan verbal itu.

Nanti ada tim kita yang dateng ke istrimu.

Bacot kau.

Aku doxxing kau.

Kusebarin data kau di Twitter (X) biar saat kau cari kerja lagi ditolak.

Bacot.

Tak berhenti di pesan percakapan, pelaku teror sempat membalas unggahan Farizal di X memakai akun bot.

Farizal sadar situasi tersebut dan segera meng-quote balasan pelaku—sehingga bisa diketahui pengikut (followers) Farizal. Pelaku langsung menghapus reply-nya.

Walaupun teror berlangsung singkat, Farizal mengatakan sudah mengambil sikap dengan melaporkan insiden ini ke lembaga advokasi yang fokus pada perlindungan digital seperti SAFEnet.

Lalu, ia berpesan kepada istrinya supaya tidak sembarangan membukakan pintu rumah kepada orang asing.

“Pokoknya kalau ada yang enggak dikenal ke rumah, abaikan,” ujarnya.

Dasco: ‘Saya dikerjain’

BBC News Indonesia sudah berupaya meminta konfirmasi dan tanggapan kepada Sufmi Dasco Ahmad pada Selasa (27/05) sore. Ia belum merespons sampai artikel ini diterbitkan.

Pada hari yang sama, Selasa siang, Dasco membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya sehubungan dengan serangan intimidasi terhadap sejumlah warga sipil. Melalui akun pribadi resminya, Dasco menegaskan “ia dikerjain” dan “saya tidak minta hal itu (tekanan).”

“Ini confirm saya dikerjain lagi. Saya diisukan ini [dan] itu aja saya masih cermati aja, dan sekarang saya dibilang yang minta hapus-hapus unggahan di X. Ini saya sudah bantah, ya. Saya tegaskan saya tidak minta hal itu,” katanya.

Hasan Nasbi

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Keterangan gambar, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menjadi pembicara pada diskusi Double Check di Jakarta, Sabtu (10/5/2025). Diskusi yang bertemakan Ada Apa Dengan Prabowo? itu membahas program-program prioritas dari Presiden Prabowo Subianto seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).

Dalam kesempatan terpisah, BBC News Indonesia juga mencoba meminta jawaban kepada pemerintah, diwakili Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, Selasa (27/5). Ia tidak membalas pesan BBC News Indonesia.

Satu hari sebelumnya, Senin (26/5), Hasan mengutarakan “pemerintah tidak antikritik,” menanggapi isu opini mengenai pemilihan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dari kalangan militer yang di-take down dari detik.com.

Penurunan opini tersebut karena faktor keselamatan penulis yang diduga mengalami kekerasan serta intimidasi.

“Tulisan-tulisan opini selama ini pemerintah tidak punya masalah, tidak punya komplain dengan tulisan-tulisan opini. Bahkan kalau perlu, tulisannya dinaikkan lagi,” tandasnya.

Hasan mendorong setiap kasus intimidasi diusut hingga tuntas secara hukum.

Ia meminjam contoh mahasiswa ITB yang penahanannya ditangguhkan usai ditangkap polisi karena meme Prabowo-Jokowi.

Keputusan ini, sebut Hasan, adalah bukti pemerintah tidak alergi kritik lantaran penyelesaian masalah lebih mengedepankan “pembinaan” bukan “hukuman.”

Upaya merepresi warga

Per Selasa (27/5) terdapat sembilan aduan soal teror WhatsApp untuk penghapusan unggahan di X, jelas Direktur SAFEnet, organisasi perlindungan hak digital, Nenden Sekar Arum, kepada BBC News Indonesia.

Serangan-serangan ini, imbuh Nenden, menggambarkan ada upaya merepresi opini-opini mengenai judi online serta korelasinya dengan salah satu pejabat di DPR.

Hal yang penting disorot, Nenden menerangkan, ialah bagaimana pelaku teror mampu mengetahui secara akurat nomor ponsel—yang terhubung ke WhatsApp—pemilik akun di X yang disasar.

“Ada usaha menggali data pribadi dari orang-orang yang ditarget, dan di sinilah tidak ada perlindungan yang meminimalisir orang-orang dalam mengeksploitasi data pribadi pengguna [di X],” tuturnya.

Intimidasi terkait judi online kian menambah suram pemenuhan atas hak digital yang aman.

Laporan SAFEnet pada awal 2025 menyatakan “pelanggaran hak digital meningkat seiring gelombang resistensi sipil.”

Indikatornya dilihat melalui kasus pembatasan akses internet, pembungkaman kebebasan sipil, dan, yang cukup mengkhawatirkan, serangan digital.

Berdasarkan data yang dihimpun SAFEnet per awal 2025, terdapat 137 kasus serangan digital, dengan 60% di antaranya menargetkan aktivis.

Angka itu “meningkat dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2024.” Dugaan SAFEnet “motif politik—terutama penolakan Revisi UU TNI—melatarbelakangi banyaknya serangan yang terjadi.”

Keadaan itu, tulis SAFEnet dalam laporannya, “menunjukkan ruang digital kita belum menjadi ruang yang bebas, aman, dan inklusif” terutama “bagi mereka yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.”

“Kalau kita lihat dalam beberapa bulan jalannya pemerintahan Prabowo, serangan digital tidak berkurang, dan bahkan targetnya banyak. Tidak hanya yang kritis, tapi orang yang komentar terhadap suatu isu, seperti judi online ini, juga bisa kena,” ucapnya.

Polanya terus berulang, Nenden menambahkan, dengan intimidasi, ancaman, perampasan akses, sampai doxxing, dan ini menggambarkan “belum ada komitmen serius dari pemerintah.”

Tak menutup kemungkinan, “praktik seperti ini akan makin banyak dijumpai,” sebut Nenden.

“Mau tidak mau, ini bentuk kontrol pemerintah sehingga bikin orang untuk segan bersuara,” Nenden menyimpulkan.

Fahmi Fadhila, pemilik akun @fahmi_fadhila_, yang juga korban teror WhatsApp judi online, “merasa miris” lantaran “data pribadi kita diperoleh dan digunakan untuk melakukan teror.”

“Saya merasa ini sudah termasuk bentuk ancaman,” tandasnya.

Sumber masalah: kebocoran data

Sejauh ini, publik mengenal eksistensi buzzer—pendengung—yang “sudah rahasia umum” bermitra dengan pemerintah, terekspos melalui anggaran maupun proses lelang yang ditujukan kepada mereka.

Dalam perjalanannya, buzzer seringkali melakukan serangan digital kepada kelompok warga sipil yang dipandang tidak sejalan dengan pemerintah.

Berbeda dengan buzzer, teror WhatsApp judi online jarang dijumpai, ucap konsultan keamanan digital, Teguh Aprianto, sebab polanya yang begitu spesifik.

Meski begitu, serangan yang dilakukan buzzer dan intimidasi serta teror WhatsApp judi online yang terbuka baru-baru ini kurang lebih memiliki tujuan yang sama.

“Serangan itu secara tidak langsung ingin mengirimkan pesan peringatan kepada sipil untuk tidak lagi bersuara,” terang Teguh memberi perspektif.

“Dengan mereka [pelaku teror] memegang data korban, mereka seperti menegaskan bahwa mereka tahu semua data tentangmu.”

warga

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Jasmine Nadhya Thanaya

Keterangan gambar, Warga menunjukan aplikasi Worldcoin saat pendataan pelaporan di kantor Diskominfostandi, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (08/05/2025). Pendataan korban aplikasi Worldcoin yang digelar oleh Pemerintah kota Bekasi tersebut untuk antisipasi terhadap potensi penyalahgunaan data pribadi warga.

Pelaku teror menganggap “cara itu efektif” dalam “membangun ketakutan,” lanjut Teguh, dan intimidasi semacam itu sama mengerikannya dengan serangan fisik.

“Orang yang diintimidasi yang diserang adalah psikologisnya. Mereka dibuat cemas, was-was, khawatir, sampai akhirnya tidak bisa melakukan apa-apa,” tambahnya.

Untuk melacak mengapa teror ini bisa muncul tidaklah sulit, Teguh menerangkan.

“Kebocoran data memudahkan aksi-aksi teror seperti ini,” katanya. “Di level pribadi, kamu tinggal mencari saja di internet dan kemungkinan dapat [data pribadi].”

“Untuk mendapatkan nomor handphone bukan berarti [meminta] ke provider. Ada third party—pihak ketiga—yang menghimpun data itu,” imbuhnya.

Skenario tersebut adalah di tingkat personal. Prosesnya akan lebih mudah lagi ketika ditarik ke level negara karena “mereka memegang semua data pribadi kita,” Teguh menjelaskan.

Namun, yang perlu digarisbawahi, untuk mengetahui apakah pemerintah punya peran dalam serangan WhatsApp judi online “perlu pembuktian lebih lanjut,” ujarnya.

Kebocoran data memang masalah serius di Indonesia—dan kerap terulang.

Riset ini menunjukkan ada lebih dari 114 juta data yang bocor sejak 2020 hingga kuarter pertama 2025, dikumpulkan melalui 29 ribu database terbuka.

Kalkulasi Teguh menyebut jumlahnya lebih dari itu, atau “sudah ada miliaran data pribadi orang Indonesia yang bocor.”

Kasus-kasus dugaan kebocoran data di Indonesia merentang dari berbagai kementerian, BPJS, NPWP, NIK, sampai aplikasi pembelian bensin di Pertamina.

Teguh menilai berulangnya kebocoran data sebagai bentuk “pembiaran dari pemerintah” serta “ketidakseriusan di tahap implementasi hukum lewat Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).”

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menyatakan perlindungan data pribadi merupakan prioritas utama program kerja kementerian, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengaku akan “merespons secara serius” persoalan perlindungan data pribadi karena “isu ini sudah dikeluhkan masyarakat banyak.”

Meutya Hafid

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Keterangan gambar, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid memberikan keterangan terkait sosialisasi tentang layanan pos komersial di Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Rieswin tak menampik kekecewaan, walaupun ia “tidak heran.”

Pasalnya, Rieswin bercerita, “sejak masih menjadi penyidik di KPK data pribadi saya sudah bocor” dan “disebarkan para buzzer yang ingin melemahkan KPK.”

Pada 2021, Rieswin diberhentikan secara paksa oleh KPK sebab dinyatakan tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), sebuah mekanisme yang dikritik pegiat antikorupsi sebagai cara mempreteli kekuatan KPK.

Saat ini, ia terpikir korban lain yang anggota keluarganya sampai turut diserang dan diintimidasi.

Teguh berpendapat cara yang dapat ditempuh untuk melawan teror adalah dengan melawan balik. Membiarkan pelaku terus mengintimidasi, sebut Teguh, “hanya memberi mereka waktu untuk menang.”

Wujud perlawanan itu, apabila melihat konteks kasus teror WhatsApp judi online, ialah dengan “speak up ke publik” kalau “mereka [para korban] menghadapi serangan digital.”

“Dengan begitu, orang lain bisa aware, mengetahui bahwa ada masalah seperti ini, selain juga memberi dukungan,” pungkas Teguh.

Nilai indeks kebebasan terus anjlok

Teror atas mereka yang memberikan komentar soal judi online seolah menambah gelap kondisi kebebasan sipil di Indonesia, mengingat dalam beberapa waktu belakangan aksi identik bermunculan.

Mahasiswa penggugat Undang-Undang TNI diduga diintimidasi melalui anggota keluarganya. Data pribadi bersangkutan diminta tentara dan ia, secara halus, didorong menghentikan upaya gugatan ke MK.

Penulis opini tentang jabatan sipil yang diisi perwira tentara di Kementerian Keuangan disebut mengalami intimidasi hingga kekerasan.

Opini tersebut, sebelumnya, tayang di detik.com dan kini sudah diturunkan dengan faktor alasan keamanan.

Pada Maret-April 2025, masifnya penolakan atas Revisi UU TNI dibarengi dengan deretan balasan represif.

Ada penangkapan sewenang-wenang ketika demonstrasi massa meletus, dugaan pengintaian, sampai kekerasan aparat.

Di ranah digital, serangan bertubi-tubi datang dan mewujud dalam penyebaran identitas pribadi maupun upaya peretasan.

Makalah berjudul “The Illiberal Turn in Indonesian Democracy” (2020) yang ditulis Iqra Anugrah menerangkan kualitas demokrasi Indonesia stagnan di era Susilo Bambang Yudhoyono, tapi perlahan menurun ketika Joko Widodo menggantikannya—dan kemudian berkuasa satu dekade setelahnya, 2014-2024.

Jokowi, yang digadang-gadang membawa perubahan dalam lanskap demokrasi dan politik sebab tidak “terafiliasi dengan elite dan militer,” ternyata justru menancapkan secara cukup dalam pembungkaman ekspresi sipil melalui serangkaian kebijakan maupun konsolidasi kekuatan yang ia tempuh.

Jokowi, tulis Iqra, mengejar agenda-agenda pembangunan demi capaian pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan maka dari itu ia memerlukan stabilitas politik.

Stabilitas politik ini lantas diterjemahkan dengan pembungkaman, menyasar mereka yang dicap “mengganggu agenda pemerintah,” termasuk aktivis, organisasi sipil, atau masyarakat yang terdampak pembangunan itu sendiri.

Sedangkan rezim Prabowo Subianto, tulis analisis berjudul “From Political Pariah to President: Prabowo Subianto and the Perils of Populism in Indonesia” (2021) yang disusun Simon Watmough, akan menjadi momentum penting untuk melihat ke mana arah kebebasan sipil Indonesia.

Latar belakang Prabowo sebagai seorang militer, jelas Simon, membuka peluang bahwa ia akan memusatkan kekuasaannya dan menepikan proses checks and balances di pemerintahan.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Wisnu Prasetya Utomo, mengungkapkan kebebasan sipil di Indonesia “mundur dalam enam bulan pertama pemerintahan Prabowo,” tergambarkan dengan “indikasi teror dan tekanan kepada aktivis, jurnalis, akademisi, maupun elemen sipil lainnya.”

Wisnu menyebut Indonesia memasuki “otoritarianisme kompetitif.”

“Institusi demokrasi memang ada secara formal. Tapi, secara substansial, kehadirannya dirusak pelan-pelan,” ia menjelaskan.

“Dan dalam konteks otoritarianisme kompetitif, berbagai tekanan atau represi bukan kebetulan terjadi melainkan bagian dari konsolidasi kekuasaan.”

Wisnu menegaskan demokrasi di Indonesia “hanya terlihat di permukaan” dan realitanya “partisipasi publik sudah dikontrol elite.”

Teror, lanjut Wisnu, diciptakan untuk melahirkan “spiral ketakutan” sehingga warga merasa “hopeless dan enggan bersuara.”

“Kekuatan represif, pada akhirnya, akan lebih mudah untuk menjalankan kerja-kerja politiknya dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya,” tandas Wisnu kepada BBC News Indonesia, Rabu (28/5).

Kondisi di lapangan berbanding lurus dengan penilaian terhadap demokrasi di Indonesia.

Sejak 2017 sampai 2025, skor kebebasan di Indonesia terus mengalami penurunan, menurut Freedom House, lembaga pemantau kebebasan sipil global.

Pada 2022, misalnya, skor Indonesia berada di angka 59—dari 100.

Setahun berikutnya, 2023, angkanya turun menjadi 58, disusul 57 dan 56 masing-masing pada 2024 serta 2025. Nilai tertinggi diperoleh pada 2017 di angka 65.

Indonesia memperoleh predikat “sebagian bebas” (partly free), menandakan meski sistem pemilihan umum diterapkan, jaminan atas ruang-ruang sipil yang tidak terusik kontrol pemerintah belum terealisasi.

Laporan Freedom House menyoroti pemenuhan sekaligus perlindungan kepada kebebasan kelompok sipil masih perlu dibenahi karena ancaman signifikan, dari isu Papua, penanganan korupsi, kelompok marginal, hingga hak-hak digital yang terepresi secara sistematis.

Tinggalkan Balasan