KUBET – Kontak senjata terulang di Intan Jaya Papua, warga sipil jadi korban

Kontak senjata terulang di Intan Jaya Papua, warga sipil jadi korban

Distrik Sugapa, Intan jaya

Sumber gambar, Jubi/Dok. Warga Intan Jaya

Keterangan gambar, Para penggungsi yang tiba di Distrik Sugapa, Intan Jaya.

  • Penulis, Faisal Irfani
  • Peranan, Wartawan BBC News Indonesia

Konflik bersenjata di Distrik Sugapa pekan lalu menambah panjang daftar kekerasan di wilayah Intan Jaya, Papua Tengah, yang menyebabkan warga sipil sebagai korban. Pengamat isu Papua menyebut ada dimensi lain yang tak bisa dipisahkan dari konflik di Papua, yakni “pengelolaan sumber daya alam.”

Kontak senjata antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) meletus di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, Rabu (14/05) pagi.

Versi TNI, yang diwakili Satuan Tugas (Satgas) Habema di lapangan, menyebut telah terjadi “operasi penindakan terhadap kelompok bersenjata” di sejumlah titik di Sugapa: Titigi, Ndugusiga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Zanamba.

“Berdasarkan laporan resmi dari lapangan, sebanyak 18 anggota OPM tewas dalam kontak senjata,” terang Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, Kamis (15/05).

Pernyataan TNI dibantah TPNPB-OPM. Jumlah anggota TPNPB-OPM yang meninggal dunia adalah tiga orang akibat “bom ranjau militer Indonesia yang tidak diketahui pasukan TPNPB-OPM,” menurut keterangan tertulis yang diterima BBC News Indonesia.

Keadaan di Intan Jaya makin pelik dengan adanya rencana eksplorasi Blok Wabu, yang digadang-gadang mempunyai potensi kandungan emas menyentuh 4,3 juta ore di atas area seluas lebih dari 40 ribu hektare.

Riset yang disusun koalisi sipil memberi petunjuk indikasi-indikasi berkaitan relasi militer, meningkatnya pengamanan, dan Blok Wabu.

Korban mencapai belasan orang

Bupati Intan Jaya, Aner Maisini, dalam video yang diterima BBC News Indonesia, Sabtu (17/05), mengungkapkan korban terkait kontak senjata TNI dan TPNPB-OPM mencapai 12 orang.

Rinciannya: tiga orang luka-luka karena tembakan dibawa ke Timika, dua orang meninggal dan telah dikremasi (satu kepala desa & satu dari TPNPB-OPM), serta tujuh orang lainnya masih menunggu dievakuasi.

BBC News Indonesia belum dapat memverifikasi apakah tujuh orang yang menanti evakuasi ini masih hidup atau sudah meninggal dunia. Belum bisa diverifikasi pula apakah mereka termasuk kelompok sipil atau dari TPNPB-OPM.

Dari TNI sendiri tidak ada korban jiwa maupun luka-luka.

Pemerintah Kabupaten Intan Jaya menetapkan status tanggap darurat sampai 27 Mei mendatang sehubungan kontak senjata ini, dan berharap “situasi lekas pulih,” tutur Aner.

Prajurit TNI Yonif 113 Jaya Sakti menaiki kapal TNI AL untuk diberangkatkan dari Pelabuhan Umum Krueng Geukuh, Aceh Utara, Aceh, Senin (5/5/2025). Sebanyak 450 pasukan elite TNI Yonif 113 Jaya Sakti Aceh diberangkatkan ke Papua untuk menjaga keamanan dan kedaulatan NKRI. /foc.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rahmad

Keterangan gambar, Prajurit TNI Yonif 113 Jaya Sakti menaiki kapal TNI AL untuk diberangkatkan dari Pelabuhan Umum Krueng Geukuh, Aceh Utara, Aceh, Senin (05/05/2025). Sebanyak 450 pasukan elite TNI Yonif 113 Jaya Sakti Aceh diberangkatkan ke Papua untuk menjaga keamanan dan kedaulatan NKRI.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Perwakilan Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Papua yang mendampingi komunitas terdampak konflik menjelaskan eskalasi senjata antara TNI dan TPNPB-OPM memicu penduduk di Sugapa dan sekitarnya mengungsi ke hutan.

Jumlahnya, kata perwakilan yang menolak disebut namanya karena alasan keamanan ini, “belum dapat dipastikan.”

Dalam foto-foto yang diperoleh BBC News Indonesia, terlihat warga beramai-ramai angkat kaki dari kampung mereka dengan mengangkut barang bawaan seadanya. Beberapa bahkan sudah masuk ke hutan.

BBC News Indonesia belum dapat mengonfirmasi ke mana tujuan mereka.

Narasumber dari GKII khawatir dengan warga masuk ke hutan, TNI akan menganggapnya sebagai bagian dari TPNPB-OPM.

Tim penanganan konflik yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Intan Jaya, terang narasumber tersebut kepada BBC News Indonesia, “tengah mendata masyarakat terdampak konflik.”

Sementara perwakilan GKII lainnya, yang juga memberikan keterangan secara anonim karena alasan keamanan, menjelaskan kontak senjata yang terjadi baru-baru ini adalah buntut ketegangan dua pihak dalam beberapa bulan belakangan, dipicu “rencana penambahan pos militer Indonesia di Distrik Sugapa.”

Perang klaim TPNPB dan militer Indonesia

Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambon, mengatakan operasi militer Indonesia di Intan Jaya merupakan salah satu penyebab lahirnya kontak senjata pada Rabu (14/05) silam.

Operasi militer tersebut, klaim TPNPB-OPM, telah menyebabkan sipil menderita, seperti dialami satu keluarga yang terdiri dari ibu dan dua anak.

Ketiganya mengalami luka-luka di bagian tangan dan telinga sebab tembakan tentara Indonesia dan kini sudah dibawa ke rumah sakit terdekat untuk menjalani perawatan.

Organisasi Papua Merdeka, TNPB-OPM, Papua

Sumber gambar, Sebby Sambom

Keterangan gambar, TPNPB-OPM mengeklaim operasi militer Indonesia di Intan Jaya merupakan salah satu penyebab lahirnya kontak senjata pada Rabu (14/05) lalu.

Sebelum kontak senjata terjadi, kata TPNPB-OPM, militer Indonesia lebih dulu melakukan penyisiran di beberapa lokasi seperti Titigi, Ndugusiga, Jaindapa, Sugapa Lama, serta Zanamba.

TPNPB-OPM turut menyoroti keberadaan pos-pos militer “di permukiman warga sipil dari Sugapa sampai perbatasan Ilaga” dan meminta pemerintah Indonesia mencabutnya.

Baca juga:

TNI membantah pernyataan TPNPB-OPM seraya mengatakan setiap operasi militer di Papua “dilakukan secara terukur, profesional, dan mengutamakan keselamatan warga sipil,” menurut Kapuspen TNI, Mayjen Kristomei Sianturi.

Kristomei menambahkan kehadiran TNI di Intan Jaya “bukan untuk menakut-nakuti rakyat” melainkan “melindungi dari kekerasan dan intimidasi yang dilakukan kelompok bersenjata” dengan tujuan “memastikan warga memperoleh pelayanan publik secara aman.”

Dalam kontak senjata Rabu lalu, TNI mengaku diadang oleh TPNPB-OPM ketika tengah melakukan pelayanan kesehatan dan edukasi kepada warga di Sugapa. TNI lalu meresponsnya dengan operasi penindakan, terang Kristomei.

Kepada BBC News Indonesia, Senin (19/05) sore, Sebby mengatakan pernyataan TNI adalah “satu pihak dan dipakai untuk membenarkan diri.”

“Mereka [TNI] menduduki rumah warga, gereja, untuk dijadikan pos-pos keamanan, militer,” ucapnya.

“Mereka mengambil alih hak masyarakat Papua. Ketika mereka ambil alih tempat masyarakat, masyarakat tidak bebas.”

Baca juga:

Kristomei, saat dihubungi BBC News Indonesia, Senin (19/05) malam, mengungkapkan pembangunan pos-pos militer ditujukan untuk “menjaga masyarakat dari intimidasi kelompok TPNPB-OPM” sehingga “ruang gerak mereka dapat dibatasi.”

Keberadaan TPNPB-OPM, ucap Kristomei, “menakut-nakuti masyarakat [di Intan Jaya].”

“TNI tetap membuka dengan tangan terbuka apabila ada anggota TPNPB-OPM yang menyadari kekeliruannya dan ingin kembali menjadi warga negara yang baik, dan sama-sama membangun Papua,” lanjut mantan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) periode 2023-2024 ini.

Beberapa hari usai kontak senjata, dalam unggahannya di Instagram, Satgas Habema—singkatan dari “Harus Berhasil Maksimal,” dicetuskan Panglima TNI Agus Subiyanto pada Februari 2024—mengutarakan komitmennya bersama Pemerintah Kabupaten Intan Jaya untuk membangun pos militer baru.

Dipengaruhi bisnis?

Kontak senjata antara TNI dan TPNPB-OPM di Intan Jaya tidak sekali ini saja terjadi.

Pada Maret 2025, TPNPB-OPM mengklaim telah menembak satu anggota TNI yang dituduh menjadi mata-mata.

TPNPB-OPM meminta militer Indonesia berhenti melakukan intimidasi serta penangkapan terhadap warga sipil yang kerap dianggap sebagai bagian dari TPNPB-OPM.

Klaim TPNPB-OPM ditepis pemerintah Indonesia lewat Satgas Damai Cartenz yang mengatakan korban tewas adalah warga sipil, bukan tentara.

Satgas Damai Cartenz menambahkan sebelum melakukan penembakan, TPNPB-OPM menyerang dua personel Polres Intan Jaya.

Aparat keamanan Indonesia menegaskan tidak akan tinggal diam dalam menanggapi aksi TPNPB-OPM dengan melakukan pengejaran terhadap pelaku.

Prajurit TNI mengikuti Upacara Pemberangkatan Satgas Pamtas RI-Papua Nugini mobile Papua di Batalyon Infanteri Raider 142/Ksatria Jaya, Kasang, Jambi, Jumat (2/5/2025). Sebanyak 450 prajurit Yonif 142/Ksatria Jaya diberangkatkan menuju perbatasan RI-Papua Nugini untuk menjalankan tugas operasi sebagai satuan tugas pengamanan perbatasan dan patroli wilayah selama 6 sampai 12 bulan. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/rwa.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Keterangan gambar, Prajurit TNI mengikuti Upacara Pemberangkatan Satgas Pamtas RI-Papua Nugini mobile Papua di Batalyon Infanteri Raider 142/Ksatria Jaya, Kasang, Jambi, Jumat (02/05/2025).

Mundur ke November 2024, kontak senjata pecah di Kampung Emondi, menyebabkan satu orang tewas. Begitu pula di Sugapa serta Homeyo, masing-masing terjadi pada Agustus dan Mei 2024. Setidaknya dua warga sipil tewas.

Intan Jaya menjadi gambaran bagaimana konflik bersenjata terus terjadi secara intens, bersanding dengan wilayah lain yang mengalami situasi serupa, dari Nduga, Puncak, Maybrat, Yakuhimo, Pegunungan Bintang, dan Fak Fak, menurut data LBH Papua.

Di Intan Jaya, konflik mulai memanas setidaknya sejak akhir 2019, diduga dipicu oleh peristiwa pembunuhan tiga pengemudi ojek di Distrik Sugapa. Setelahnya, pemerintah Indonesia mulai mengerahkan aparat keamanan secara masif.

Laporan koalisi sipil menjelaskan wujud ekspansi keamanan itu dilihat, salah satunya, melalui eksistensi Komando Distrik Militer (Kodim) baru.

Di Hitadipa, militer juga mendirikan markas Koramil Persiapan dengan cara menduduki area yang diperuntukkan sebagai pendidikan—sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Lalu, ada pula pembentukan dua markas polisi, Polres Intan Jaya dan Polsek Sugapa, disusul dengan pengiriman ratusan personel di bawah Operasi Pengamanan Konflik Sosial.

Baca juga:

Koalisi sipil turut menemukan tiga helikopter disiagakan di lapangan terbang Soko Paki, Bilogai, pada akhir 2019.

Sedangkan pantauan Amnesty International lewat citra satelit memperlihatkan 10 pos keamanan berada di sekitar Distrik Sugapa, dengan 8 di antaranya dibangun setelah Oktober 2019.

Konsekuensi dari pengerahan aparat keamanan ini adalah selain peningkatan kontak senjata, juga pelanggaran terhadap hak asasi manusia, termasuk pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing).

Data Amnesty International menerangkan Intan Jaya merupakan wilayah di Papua dengan kasus extrajudicial killing tertinggi oleh pasukan keamanan Indonesia.

Terdapat 8 kasus dan 12 korban yang dicatat Amnesty International pada 2020 dan 2021, semuanya dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia.

Data korban tersebut merepresentasikan “lebih dari seperempat (27%) dari jumlah total korban dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Provinsi Papua dan Papua Barat pada periode yang sama.”

“Amnesty International tidak mendokumentasikan adanya pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh anggota pasukan keamanan Indonesia di Kabupaten Intan Jaya dalam dua tahun sebelumnya, 2018 dan 2019,” tulis laporan Amnesty International yang dipublikasikan pada 2022.

Baca juga:

Salah satu kasus yang menyita perhatian publik yakni pembunuhan keluarga Zanambani.

Pada April 2020, Apinus dan Luther Zanambani, keduanya bersaudara, tewas dibunuh anggota militer Indonesia setelah diinterogasi di Koramil Sugapa, Intan Jaya, karena dituding bagian dari TPNPB-OPM.

Tak hanya dibunuh, jenazah keduanya dibakar untuk menghilangkan bukti. Sembilan prajurit disebut bertanggung jawab atas insiden pahit ini, dengan tiga di antaranya, klaim TNI, sudah diserahkan ke kepolisian.

Masih pada tahun yang sama, September 2020, giliran paman mereka, Yeremia Zanambani, seorang pendeta, tewas dibunuh aparat militer.

Yeremia, 68 tahun, ditemukan tak bernyawa di kandang babi miliknya di Distrik Hitadipta, Intan Jaya, dengan luka tembak di lengan kiri, tusuk di bagian punggung, serta bekas jeratan.

Pendeta Yeremia tewas ditembak pada Sabtu, 19 September 2020 di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Sumber gambar, JUBI

Keterangan gambar, Pendeta Yeremia tewas ditembak pada Sabtu, 19 September 2020 di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

TNI, mulanya, membantah personelnya terlibat dalam pembunuhan itu, dan mengarahkan jari telunjuk ke TPNPB-OPM.

Beberapa hasil investigasi, seperti yang dilakukan Komnas HAM, justru mengatakan sebaliknya: Yeremia dibunuh tentara.

Pelaku pembunuhan keluarga Zanambani sama-sama divonis hukuman ringan, tak sampai dua tahun, oleh Peradilan Militer.

Putusan itu, beberapa organisasi HAM menilai, “menunjukkan jika praktik Peradilan Militer tidak memberikan keadilan kepada korban ataupun keluarga.”

Dalam lanskap yang lebih luas, kasus Zanambani merupakan wajah kelam pemenuhan atas hak asasi di Papua.

Per Agustus 2024, setidaknya terjadi 132 kasus pembunuhan di luar hukum. Korbannya mencapai 242 warga sipil. Sebagian besar pelakunya ialah anggota keamanan Indonesia, TNI atau Polri, dengan 83 kasus dan 135 korban.

Prajurit TNI mengikuti Upacara Pemberangkatan Satgas Pamtas RI-Papua Nugini di Batalyon Infanteri Raider 142/Ksatria Jaya, Kasang, Jambi, Jumat (2/5/2025). Sebanyak 450 prajurit Yonif 142/Ksatria Jaya diberangkatkan menuju perbatasan RI-Papua Nugini untuk menjalankan tugas operasi sebagai satuan tugas pengamanan perbatasan dan patroli wilayah selama 6 sampai 12 bulan. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/rwa.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Keterangan gambar, Prajurit TNI mengikuti Upacara Pemberangkatan Satgas Pamtas RI-Papua Nugini di Batalyon Infanteri Raider 142/Ksatria Jaya, Kasang, Jambi, Jumat (02/05/2025).

Di luar pembunuhan sewenang-wenang, efek dari penempatan militer di Intan Jaya yaitu intimidasi hingga pembatasan terhadap hak pribadi maupun publik.

Tentara Indonesia dengan mudah mencurigai warga sipil di Intan Jaya sebagai simpatisan, bahkan anggota TPNPB-OPM.

Keadaan di Intan Jaya makin pelik dengan adanya rencana eksplorasi Blok Wabu, kawasan tambang emas yang diserahkan PT Freeport Indonesia pada 2015 sebagai bagian dari kesepakatan negosiasi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Blok Wabu digadang-gadang menjadi tanah yang menggiurkan lantaran mempunyai potensi kandungan emas menyentuh 4,3 juta ore di atas area seluas lebih dari 40 hektare.

Pada 2020, Menteri BUMN, Erick Thohir, berkirim surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), meminta agar pengelolaan Blok Wabu diserahkan ke PT Aneka Tambang (Antam) yang berada di bawah induk MIND ID, gabungan BUMN holding industri pertambangan.

Warga mengantre untuk pembelian emas Antam di Kantor Butik Emas LM Antam, Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/4/2025). Sedikitnya 100 hingga 200 warga rela mengantre tiap harinya untuk melakukan pembelian emas Antam yang dinilai sebagai investasi jangka panjang sejak tren harga emas yang terus mengalami kenaikan. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/foc.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Novrian Arbi

Keterangan gambar, Warga mengantre untuk pembelian emas Antam di Kantor Butik Emas LM Antam, Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/4/2025).

Ada indikasi-indikasi yang memberi petunjuk hubungan antara militer dan Blok Wabu, kata riset yang disusun koalisi sipil.

Lahan konsesi tambang emas itu, misalnya, berdekatan dengan pos militer Koramil Persiapan Hitadipa.

Tak ketinggalan, beberapa purnawirawan TNI-Polri tercatat terafiliasi ke perusahaan-perusahaan yang diprediksi kecipratan konsesi dari Blok Wabu.

Blok Wabu sendiri, sampai kini, belum mengalami perkembangan yang signifikan kecuali wacana eksplorasi yang dicetuskan elite-elite industri pertambangan lima tahun silam.

‘Konflik pengelolaan sumber daya alam’ di balik konflik Papua

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan akademisi di Departemen Antropologi FISIP UI, Cahyo Pamungkas, yang aktif melakukan kajian tentang Papua, menilai, pertama-tama, konflik TNI dan TPNPB-OPM tidak semata-mata mengenai ideologi: “Papua merdeka” atau “NKRI Harga Mati.”

“Tapi, di balik itu, ada dimensi lain yang tidak dapat kita pisahkan, yaitu konflik pengelolaan sumber daya alam,” terangnya kepada BBC News Indonesia, Senin (19/05).

Dalam hal ini, tambahnya, TPNPB-OPM, sebagai bagian dari masyarakat Papua, “memiliki legitimasi untuk mengklaim sumber daya alam itu adalah milik mereka.”

Beberapa kasus menggambarkan bagaimana TPNPB-OPM membingkai penyerangan yang mereka lakukan sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pembangunan Blok Wabu.

Meski begitu, Cahyo menggarisbawahi situasi ekonomi di Intan Jaya tidak secara langsung memengaruhi kenaikan kontak senjata antara TNI dan TPNPB-OPM.

Menurutnya, selama pemerintah Indonesia—yang secara relasi kuasa lebih tinggi daripada TPNPB-OPM—terus menjalankan pendekatan operasi militer, maka kontak senjata dan konflik terus bermunculan, sehingga “jumlah korban sipil akan semakin banyak.”

Baca juga:

Kebijakan pemekaran di Papua yang menambah jumlah provinsi menjadi enam, dari sebelumnya hanya dua, turut berimbas pada lanskap konflik bersenjata, tutur Cahyo. Pemekaran Papua mendukung lahirnya apa yang Cahyo sebut sebagai “keamanan berbasis teritorial.”

“Maka dengan begitu akan ada lebih banyak institusi keamanan seperti Kodim atau Koramil. Dari sini, frekuensi TNI dan TPNPB-OPM bertemu pun meningkat,” ucapnya.

Senada dengan Cahyo, laporan dari TAPOL, organisasi sipil yang berfokus pada isu HAM di Papua, menerangkan walaupun pemerintah Indonesia seringkali membungkus narasi pemekaran di Papua dengan dalih “meningkatkan pembangunan serta kesejahteraan,” tapi realitasnya—secara paradoks—pemerintah “masih terus menggunakan pendekatan keamanan.”

“Strategi tentang lebih banyak lagi pemekaran didasarkan pada informasi intelijen, bukan pada penilaian terhadap kebutuhan rakyat Papua,” tulis TAPOL dalam laporannya.

Anggota TNI bercerita dengan pelajar di kampung Yeflio Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (6/5/2025). TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) yang ke-124 menjadi momentum kemanunggalan TNI berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan stakeholder lainnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pembangunan di daerah melalui bakti sosial, bakti sehat dan bakti pendidikan bagi masyarakat kampung. ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/YU

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Olha Mulalinda

Keterangan gambar, Anggota TNI bercerita dengan pelajar di kampung Yeflio Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (06/05/2025).

Disertasi berjudul Beyond Separatist Conflict: Political Economy of Violence in West Papua (2018) yang ditulis Nino Viartasiwi menjelaskan bahwa narasi arus utama, Papua sebagai wilayah konflik, memberi keuntungan banyak pihak yang terlibat di dalam spektrum tersebut.

Konflik di Papua, tulis Viartasiwi, telah memberdayakan aktor-aktor tertentu secara ekonomi maupun politik sehingga ia terus lahir dan terulang.

Di Papua, konflik bertahan tidak hanya solusi yang sulit menemui titik temu, melainkan elite-elite mengubah perannya menjadi pemangsa dan mengeruk keuntungan dari posisinya sebagai status quo.

Lebih lanjut Viartisiwi mendeskripsikan bahwa konflik di Papua menciptakan kesempatan bagi mereka yang memiliki akses, dari pejabat, tentara, polisi, politikus lokal, kelompok milisi, hingga pemimpin adat.

Mereka memerlukan konflik dan kekerasan guna menciptakan “industri konflik,” papar Viartisiwi.

Laporan Amnesty International mengatakan belum menemukan bukti apa pun sehubungan rencana eksplorasi Blok Wabu dengan intensitas konflik bersenjata di Intan Jaya.

Namun, Amnesty International “khawatir potensi dampak dari pertambangan di Blok Wabu terhadap hak asasi manusia dalam situasi konflik dan represi yang sedang terjadi di Intan Jaya.”

Masyarakat Intan Jaya, sejauh ini, menolak rencana pembangunan Blok Wabu.

Gelombang pengungsi

Konflik bersenjata di Papua telah memicu gelombang pengungsi berskala besar, tidak terkecuali di Intan Jaya.

Data yang dikumpulkan koalisi sipil pada 2021 menyatakan ada 1.237 warga di Intan Jaya yang terpaksa mengungsi, termasuk di dalamnya 331 perempuan dan anak-anak, karena “takut menjadi korban salah sasaran dari baku tembak aparat gabungan TNI-Polri dengan TPNPB-OPM.”

Jumlah tersebut belum mencakup yang dihasilkan dari peristiwa-peristiwa setelah 2021, tak terkecuali yang terjadi pada Mei ini.

Pemandangan pahit tersaji pula di daerah lain seperti Nduga, Pegunungan Bintang, Paniai, sampai Maybrat. Berdasarkan hitung-hitungan LBH Papua, sepanjang 2018-2023, terdapat lebih dari 75 ribu pengungsi di Papua, mencakup di tujuh kabupaten di empat provinsi.

Keadaan yang dihadapi para pengungsi hanya menambah getir nasib, seperti sanitasi yang buruk, kekurangan gizi, trauma, hingga tercerabut dari mata pencaharian.

Ekosistem konflik di Papua, sebut Cahyo, disumbang lewat penyingkiran secara sistemik dan rasisme yang mengakar kuat selama puluhan tahun, dan untuk memutusnya pemerintah harus melakukan pendekatan dialog—mendengarkan aspirasi Orang Asli Papua (OAP).

Sebelum berjalan jauh ke sana, Cahyo mendesak pemerintah lebih dulu dapat mengusut efek dari kontak senjata antara TNI dan TPNPB-OPM, sebagaimana yang muncul di Intan Jaya baru-baru ini, dengan transparan.

“Supaya tidak melahirkan impunitas [kekebalan] hukum bagi pelaku yang memang terindikasi melanggar HAM yang menyebabkan korban di masyarakat sipil,” ucapnya.

Tinggalkan Balasan