KUBET – Paus Fransiskus vokal mengkritik penguasa – Memperingatkan pemimpin yang memaksakan visi

Paus Fransiskus vokal mengkritik penguasa – Memperingatkan pemimpin yang memaksakan visi

Paus berdoa

Sumber gambar, Reuters

  • Penulis, Aleem Maqbool
  • Peranan, Editor agama

Selama 12 tahun, Paus Fransiskus membawa Gereja Katolik ke wilayah yang belum pernah dijelajahi sebelumnya. Ia melakukan dengan cara-cara yang akan berdampak jauh ke masa depan.

Pengaruh Paus terasa begitu kuat. Ia sering bersuara lantang menentang tindakan berbahaya negara-negara besar sekaligus pegiat perdamaian yang vokal.

Semasa kepausannya, Paus Fransiskus mengutuk negara yang menganggap homoseksual sebagai kejahatan dan menyebut perang di Gaza sebagai “terorisme”.

Dalam forum internasional ia juga memperingatkan negara-negara kaya yang merusak lingkungan dan merugikan negara miskin.

Pada kunjungannya di Indonesia pada 2024 lalu, Paus juga menyinggung “Ketegangan yang timbul karena mereka yang berkuasa ingin memaksakan visi mereka”.

Pidato ini disampaikan setelah menemui Presiden saat itu, Joko Widodo, di Istana Negara, Rabu (04/09/2004).

Dia menyoroti kemunculan konflik-konflik kekerasan yang disebabkan “kurangnya sikap saling menghargai, dan dari keinginan intoleran untuk memaksakan kepentingan sendiri, posisi sendiri dan narasi historis sepihak”.

Menurut Paus Fransiskus, “ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara-negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka bahkan dalam hal-hal yang seharusnya diserahkan kepada otonomi individu-individu atau kelompok- kelompok yang berkaitan.”

Paus Fransiskus tiba di Stadion GBK untuk memimpin Misa Akbar, pada Kamis (05/09/2024).

Sumber gambar, Reuters

Keterangan gambar, Paus Fransiskus tiba di Stadion GBK untuk memimpin Misa Akbar, pada Kamis (05/09/2024).
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Paus Fransiskus datang dengan sikap sederhana dan senyuman yang membuat orang-orang yang ditemuinya merasa nyaman.

Hal ini merupakan simbol sebuah prinsip, yaitu Gereja harus menjangkau dan terhubung dengan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari dan di mana pun.

Di dalam Gereja Katolik, ia juga kerap dikritik. Beberapa kaum tradisionalis sering geram dengan tindakannya yang dianggap terlalu radikal dari ajaran Gereja. Tapi ada juga yang merasa bahwa dia seharusnya lebih progresif.

Sejak terpilih pada 2013, Paus Fransiskus nampak seperti orang yang terburu-buru menggeser pusat gravitasi Gereja, menjauh dari hierarkinya, kemudian mendekat ke umat di mana pun mereka berada.

“Pada awal kepausan saya, saya merasa bahwa kepausan saya akan berlangsung singkat: tidak lebih dari tiga atau empat tahun, menurut saya,” kata Paus Fransiskus dalam otobiografinya, Hope, yang dirilis pada Januari 2025.

Buku ini memberikan wawasan tentang refleksi Paus sendiri tentang peninggalannya.

Keterangan video, Pesan Paus Fransiskus untuk Indonesia: ‘Maju terus Bhinneka Tunggal Ika’

Salah satu tindakan pertamanya sebagai Paus adalah meninggalkan apartemen kepausan di lantai tiga Istana Apostolik. Ia memilih tinggal di wisma yang pernah ditempatinya sebagai kardinal.

Beberapa orang melihat hal ini sebagai tanda bahwa ia telah melepas segala atribut kepausan yang mencolok. Sebaliknya, ia memilih kerendahan hati yang akan membuatnya dikenal. Bagaimanapun juga, ia telah memilih nama santo yang memperjuangkan kepentingan orang miskin.

Tapi alasan utama meninggalkan apartemen kepausan, seperti yang dia jelaskan kemudian, menunjukkan karakteristiknya yang lain: bahwa dia senang berada di sekitar orang lain.

Paus berdiri di depan Vatikan.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Pengaruh Paus Fransiskus terasa jauh dan meluas.

Baginya, apartemen itu terasa terpisah dan merupakan tempat yang sulit menyambut tamu. Tapi di wisma, ia dikelilingi para rohaniwan dan jarang sekali menyendiri.

Dalam perjalanan luar negeri ke lebih dari 60 negara, dalam audiensinya di Vatikan, dan dalam berbagai acara yang tak terhitung jumlahnya, sangat jelas bahwa ia dekat dengan orang-orang, terutama kaum muda. Ini adalah sumber kehidupannya.

Persoalan sosial dan ‘umat Katolik yang tidak sempurna’

Sebagai pemimpin agama Katolik, ia mengisyaratkan perubahan radikal dalam beberapa isu sosial.

“Semua orang di Gereja diundang, termasuk orang-orang yang bercerai, termasuk orang-orang yang homoseksual, termasuk orang-orang yang transgender,” tulisnya dalam otobiografinya.

Seperti diketahui, Gereja Katolik tidak mengakui perceraian. Para paus pendahulu juga berbicara homoseksualitas sebagai kelainan, sedangkan Paus Fransiskus menyebutnya sebagai “fakta manusia”. Pernyataan ini sekali lagi mengkhawatirkan kaum tradisionalis.

Namun, Paus tampaknya ingin agar Gereja mengeksplorasi dan memahami pergumulan umat setiap hari dengan cara yang baru. Dia mengakui perjalanannya sendiri dalam melihat sesuatu secara berbeda dengan cara yang dia lakukan di masa lalu.

Kaum progresif menyambut baik belas kasih Paus terhadap apa yang disebutnya sebagai “umat Katolik yang tidak sempurna”. Tapi sikap penerimaan seorang Paus dapat berdampak pada mereka yang berada di luar Gereja.

“Pertama kali sekelompok orang transgender datang ke Vatikan, mereka pulang dengan menangis, terharu karena saya memegang tangan mereka, mencium mereka … seolah-olah saya telah melakukan sesuatu yang luar biasa untuk mereka! Tapi mereka adalah putri-putri Tuhan,” tulisnya dalam Hope.

Paus Fransiskus mengutuk negara-negara yang menganggap homoseksualitas sebagai kejahatan. Dia berbicara tentang perceraian yang terkadang “secara moral diperlukan” dengan mengutip kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Namun, ada beberapa pihak yang berpendapat, Paus seharusnya bisa melangkah lebih jauh mendorong perubahan dalam ajaran Gereja.

Paus Fransiskus sedang memimpin audiensi mingguan.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Paus Fransiskus memimpin audiensi mingguan umumnya di Lapangan Santo Petrus pada tanggal 30 Oktober 2019 di Kota Vatikan,

“Tindakan” homoseksual tetap merupakan dosa dalam agama Katolik, pernikahan hanya boleh dilakukan pria dan perempuan, perceraian belum diakui secara resmi, dan Paus sendiri tetap menentang pergantian jenis kelamin dan sewa rahim untuk memperoleh anak.

Selama masa kepausannya, dan jauh sebelum itu, Paus Fransiskus juga selalu teguh dengan keyakinannya, perempuan tidak boleh menjadi imam.

Namun, ia menggambarkan Gereja sebagai “perempuan” dan mendorong paroki-paroki di seluruh dunia menemukan lebih banyak peran kepemimpinan bagi perempuan dengan cara yang konsisten dengan ajaran Katolik, yaitu tidak mengizinkan perempuan ditahbiskan sebagai pastor.

Baca juga:

Pada 2021, Suster Raffaella Petrini ditunjuk sebagai Presiden Komisi Kepausan untuk Negara Kota Vatikan. Di bawah Paus Fransiskus, Vatikan memulai proses yang sedang berlangsung untuk mengeksplorasi apakah perempuan dapat mengambil peran sebagai diakon, membantu dalam layanan ibadah.

Seorang kardinal duduk tersenyum bersama Suster Raffaella Petrini, dengan pakaian formal.

Sumber gambar, EPA

Keterangan gambar, Suster Raffaella Petrini terlihat bersama seorang kardinal.

Namun demikian, beberapa reformis merasa kecewa karena tidak ada kemajuan yang dicapai dalam hal kesetaraan bagi perempuan.

Pada akhir masa kepausannya, Paus meluncurkan proses konsultasi tiga tahun yang ambisius. Konsultasi ini bertujuan mengukur pendapat sebanyak mungkin dari 1,4 miliar umat Katolik di dunia.

Puluhan ribu sesi mendengarkan di seluruh dunia dimaksudkan mencari tahu isu-isu yang paling dipedulikan umat Katolik. Ternyata, peran perempuan dan cara-cara Gereja dapat menjadi lebih inklusif bagi umat Katolik LGBT+ berada di urutan teratas dalam daftar.

Proses itu sendiri tidak menghasilkan tindakan yang menentukan di kedua sisi. Namun, hal ini menunjukkan keinginan Paus Fransiskus, bahwa kepausannya tidak berakar pada Roma dan para klerus, tetapi pada kehidupan penganut Katolik di seluruh dunia.

Sebuah warisan yang kompleks

Sepanjang kepausannya, ada fokus khusus menjangkau orang-orang marjinal di bidang ekonomi dan politik. Pernyataan dan tindakannya mendorong para imam lebih dekat dengan mereka.

Masalah martabat bagi para migran sangat penting baginya, begitu juga membangun jembatan dengan denominasi Kristen lainnya, agama-agama lain, dan orang-orang yang tidak memiliki keyakinan.

Kadang-kadang, bagi beberapa tradisionalis Katolik, tindakan Paus tampak tidak pantas dilakukan. Misalnya, kunjungan ke sebuah pusat para pencari suaka di luar Roma pada musim semi 2016. Saat itu, ia membasuh dan mencium kaki para pengungsi yang terdiri dari Muslim, Hindu dan Kristen Koptik.

Paus Fransiskus bertemu dengan para migran yang membentuk barisan dan bersalaman dengan mereka.

Sumber gambar, Greek Prime Minister’s Office

Keterangan gambar, Paus Fransiskus bertemu dengan para migran pada 16 April 2016 di Mytilene, Pulau Lesbos, Yunani.

Selain menjadi suara penyemangat bagi para migran—dia pernah meletakkan karangan bunga di perairan tempat banyak orang meninggal dalam perjalanan berbahaya—ia juga mengaitkan dampak perubahan iklim dengan kemiskinan.

Paus Fransiskus juga bicara tentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh negara-negara kaya yang merugikan negara-negara miskin. Hal ini ia sampaikan di hadapan Kongres Amerika Serikat, dan dalam salah satu karyanya yang paling penting, Dekrit Laudato Si.

Sebagai seorang yang sangat antiperang, Paus sering berbicara tentang konflik. Ia menyamakan konflik dengan kegagalan.

Ia juga menyebut perang di Gaza sebagai “terorisme” dan sejak awal ia memohon agar ada gencatan senjata.

Baca Juga:

Dia bertemu dengan keluarga-keluarga warga Israel yang diculik Hamas pada 7 Oktober 2023. Ia juga berbicara dengan penuh kasih tentang penderitaan warga sipil Palestina di Gaza, terutama anak-anak, dan melakukan komunikasi setiap hari ke Gereja Keluarga Kudus di Kota Gaza.

Namun, kadang-kadang kerinduan untuk membangun persaudaraan dipandang beberapa pengamat sebagai penghalang bagi Paus Fransiskus untuk mengambil sikap tegas terhadap kekeliruan.

Di mata banyak orang, ia gagal secara tegas mengecam agresi Rusia di Ukraina atau mengatasi pengawasan dan penganiayaan yang dilakukan China terhadap umat Katolik.

Sejak awal kepausannya, ia juga menghadapi tugas-tugas besar menghadapi kejahatan di negaranya sendiri.

Seorang aktivis LGBT memegang poster bergambar Paus Fransiskus dengan gambar hati berwarna pelangi, dalam acara Avellino Pride 2019, 15 Juni 2019 di Atripalda, Italia.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Seorang aktivis LGBT memegang poster bergambar Paus Fransiskus dengan gambar hati berwarna pelangi, dalam acara Avellino Pride 2019, 15 Juni 2019 di Atripalda, Italia.

Dugaan korupsi telah lama ditujukan pada para petinggi Gereja Katolik. Sejak awal, Paus Fransiskus menutup ribuan rekening bank Vatikan yang tidak sah. Lantas pada paruh kedua masa jabatannya, ia memperkenalkan aturan baru tentang transparansi keuangan.

Cara dia dalam menangani kengerian pelecehan seksual terhadap anak oleh orang-orang yang terkait dengan Gereja Katolik, jelas terlihat bahwa ia tahu hal itu adalah sesuatu yang akan membuatnya dihakimi.

“Sejak awal kepausan saya, saya merasa dipanggil untuk bertanggung jawab atas semua kejahatan yang dilakukan oleh para imam tertentu,” tulisnya dalam Hope.

Seorang pengunjuk rasa mengangkat poster beberapa simbol agama yang menarasikan tentang cinta sebagai kasih Tuhan.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Homoseksual selalu menjadi masalah kontroversial dalam Gereja Katolik.

Sebagai gambaran tentang skala masalah yang masih ada, pada 2020 Gereja Katolik merilis daftar anggota klerus yang masih hidup di Amerika Serikat dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual—ini termasuk para klerus yang terkait dengan pornografi dan pemerkosaan anak. Jumlahnya sekitar 2.000 orang.

“Dengan rasa malu dan pertobatan, Gereja harus meminta pengampunan atas kerusakan mengerikan yang disebabkan oleh para klerus tersebut dengan pelecehan seksual mereka terhadap anak-anak, sebuah kejahatan yang menyebabkan luka yang sangat menyakitkan,” tulisnya baru-baru ini.

Pope in a wheelchair waving to cardinals dressed in red.

Sumber gambar, AFP

Keterangan gambar, Paus Fransiskus menyapa para kardinal pada sebuah acara (2025).

Di antara inisiatif lainnya, Paus Fransiskus memperkenalkan aturan anggota Gereja memiliki tanggung jawab melaporkan pelecehan jika mereka mengetahuinya. Jika tidak, mereka berisiko dicopot dari posisinya.

Namun, dia juga membuat kesalahan dalam menilai. Kadang-kadang secara terbuka mendukung para klerus meskipun mereka diduga gagal menangani pelecehan. Paus Fransiskus dengan cepat meminta maaf atas kesalahannya sendiri dan atas kegagalan Gereja yang mendalam.

Baik di Vatikan maupun di luar negeri, ia sering bertemu dengan para korban pelecehan Gereja. Mengatakan “maaf” atas pelecehan adalah fokus utama dari beberapa perjalanan ke luar negeri.

Paus Fransiskus

Sumber gambar, Getty Images

Sebagian besar warisan Paus Fransiskus adalah caranya mengubah wajah pejabat teras Gereja Katolik melalui pemilihan kardinal baru.

Faktanya, sekitar 80% kardinal yang akan memilih paus berikutnya ditunjuk Paus Fransiskus. Yang mencolok dari pemilihan tersebut adalah keragamannya: berasal dari Amerika Selatan, Afrika, dan Asia.

Hal ini merupakan bagian dari misi Paus Fransiskus mengonsolidasikan perubahan pusat gravitasi agama Katolik dari Eropa yang sedang mengalami kemunduran ke tempat-tempat di mana agama Katolik berkembang pesat. Kemudian, merefleksikannya dalam kepemimpinan Gereja.

Curahan penghormatan yang diberikan kepadanya secara anumerta dari seluruh dunia mungkin merupakan salah satu tanda, bahwa mungkin, pergeseran itu berhasil.

Tinggalkan Balasan