KUBET – ’39 Paus pertama adalah pria menikah’ – Mengapa selibat menjadi kewajiban bagi rohaniwan Katolik?

’39 Paus pertama adalah pria menikah’ – Mengapa selibat menjadi kewajiban bagi rohaniwan Katolik?

Patung Santo Petrus di Vatikan

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Santo Petrus, yang diabadikan di Vatikan, adalah seorang pria yang menikah.

Paus Leo XIV terpilih sebagai Paus baru setelah 133 kardinal dari seluruh dunia berkumpul di Vatikan untuk memilih pemimpin bagi 1,4 miliar umat Katolik di dunia.

Secara teknis, setiap pria Kristen yang telah dibaptis dapat memenuhi syarat jabatan tersebut. Namun, sejak 1378, semua Paus berasal dari jajaran para kardinal yang memilih pemimpin tertinggi gereja Katolik.

Pada Kamis (08/05) malam waktu setempat, konklaf yang berlangsung selama tiga sesi dan 24 jam memilih Robert Prevost, yang sekarang dikenal sebagai Paus Leo XIV.

Sesuai tradisi Gereja Katolik, para imam—termasuk Paus Leo XIV—mengambil sumpah selibat. Mereka tidak menikah agar bisa fokus sepenuhnya pada tugas-tugas keagamaan mereka.

Selama berabad-abad, tuntutan agar para rohaniwan tetap selibat telah memicu perdebatan sengit di dalam Gereja.

Seruan untuk menerima pria menikah—dan perempuan—dalam imamat sering terdengar.

Akan tetapi, penekanan pada selibat ini bukanlah sesuatu yang mutlak sedari awal. Dalam Gereja Kristen kuno, banyak imam—dan lebih dari satu Paus—adalah pria menikah.

Paus yang menikah di Gereja perdana

Paus Hormisdas

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Paus Hormisdas yang kemudian digantikan putranya sendiri

Vatikan mencatat 266 Paus secara berurutan. Daftar ini dimulai dari Santo Petrus, yang merupakan pria beristri.

Dilansir BBC Mundo, Injil bahkan menceritakan bagaimana Yesus menyembuhkan ibu mertua Santo Petrus..

Artikel di situs resmi Vatikan mengakui pada masa-masa awal, “para uskup, imam, dan diakon perdana Gereja Katolik sering kali adalah pria berkeluarga.”

“Pada abad-abad berikutnya, para rohaniwan yang menikah, baik dalam jumlah besar maupun kecil, merupakan hal yang biasa dalam kehidupan Gereja,” lanjut artikel tersebut.

Disebutkan pula terdapat sejumlah Paus yang menikah, “contohnya Paus Hormisdas (514-523), yang merupakan ayah dari Paus Silverius yang menjadi penggantinya.”

Baca juga:

Banyak sejarawan Kristen awal meyakini Petrus dan Hormisdas bukanlah satu-satunya Paus yang menikah.

“39 Paus pertama adalah pria yang menikah,” ungkap Linda Pinto, salah satu ketua gerakan Catholic for Choice di Amerika Serikat, organisasi yang memperjuangkan imamat yang lebih inklusif.

Pinto adalah mantan biarawati yang meninggalkan Gereja Katolik untuk menikah dengan seorang mantan imam. Dia berargumen, tidak ada perintah eksplisit tentang selibat dalam ajaran Yesus.

Para ahli lain yang diwawancarai BBC juga sepakat, banyak pemimpin gereja pertama kemungkinan besar memiliki istri.

Baca juga:

Salah satunya adalah ahli tentang Kekristenan awal, Profesor Kim Haines-Eitzen dari Cornell University, AS.

“Pada tahap paling awal, terdapat bukti yang jelas bahwa para rohaniwan menikah,” ujarnya.

Menurut Haines-Eitzen, agama Katolik mengalami perubahan tatkala menyebar dari akarnya dalam tradisi Yahudi ke dunia Yunani-Romawi.

Katolik, sambung dia, mengadopsi gagasan tentang praktik asketik seperti pengendalian diri, kesendirian, dan selibat.

Seperti diketahui, Kaisar Konstantinus menjadikan agama Katolik sebagai agama negara sehingga para Paus memperoleh peran politik aktif.

“Para Paus biasanya berasal dari keluarga bangsawan Romawi atau teman-teman kaisar Jerman yang berkuasa,” jelas Niamh Middleton, mantan profesor teologi dan filsafat di Dublin City University.

Paus Alexander VI

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Paus Alexander VI (1492 hingga 1503) sangat dikritik karena pergaulan bebasnya

Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi pada abad ke-5, sebuah kerajaan kecil di sekitar Roma kemudian dikenal sebagai Negara Kepausan (756-1870) dengan Paus sebagai penguasanya.

Gereja pun mengakumulasi kekayaan dan kekuasaan, yang sekaligus mengawali era intrik politik.

“Dulu, adalah hal yang biasa bagi para Paus, uskup, dan imam untuk menikah. Bahkan memiliki selir,” kata Middleton kepada BBC

“Semua ini, ditambah lagi dengan keamoralan seksual pada masa ‘Abad Kegelapan’ Kepausan, serta masalah praktik jual beli jabatan dan fungsi gerejawi untuk mendapatkan uang, mendorong Gregorius untuk memulai reformasi penting dalam Gereja,” lanjutnya.

Terpisah, Diarmaid MacCulloch, profesor emeritus Sejarah Gereja di St Cross College, Universitas Oxford, mengatakan “sebagian besar rohaniwan Gereja Timur dan Barat hingga abad ke-12 kemungkinan besar menikah dan tentu saja memiliki anak”.

MacCulloch, yang menulis buku Lower than the Angels: A History of Sex and Christianity merujuk pada dua pusat kekuasaan Gereja awal di Roma dan Konstantinopel.

Lebih lanjut, dia menyebut pandangan Gereja Katolik tentang selibat saat ini sebagian besar terbentuk dari “kumpulan ide-ide teologis yang muncul pada abad ke-11 dan ke-12”.

Apa yang dikatakan Alkitab tentang selibat imam dan bagaimana hal itu menjadi aturan?

Para pendukung gagasan agar para imam tetap selibat sering kali menjadikan Yesus sebagai contoh langsung—dalam keempat Injil Perjanjian Baru, tidak ada catatan tentang seorang istri.

Dalam Matius pasal 19, Yesus juga merekomendasikan selibat bagi mereka yang sanggup melakukannya “demi Kerajaan Surga”.

Dalam surat-surat yang dianggap ditulis oleh Paulus, sang rasul mengatakan bahwa akan lebih baik bagi semua orang untuk tetap melajang dan selibat seperti dirinya.

Foto Alkitab

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Baik pendukung maupun penentang selibat mengutip ayat-ayat dari Kitab Suci.

Namun, dalam surat pertama Yesus kepada Timotius, dia mengatakan para uskup hendaknya hanya menikah satu kali.

Pada kenyataannya, mejauhkan diri dari hubungan seksual sering kali dipuji oleh umat Kristen awal.

Dua teolog paling berpengaruh dalam Gereja, Santo Agustinus dan Santo Thomas Aquinas, mendukung selibat klerikal sebagai cara untuk lebih mengabdikan diri pada pencarian spiritual.

Baca juga:

Di sisi lain, proses selibat untuk menjadi norma yang seragam dan wajib dalam Gereja merupakan jalan yang panjang dan penuh kontroversi.

Pada 325 Masehi, Konsili Nicea, yang diadakan Kaisar Romawi Konstantinus, membahas praktik selibat imam.

Pada 692 Masehi, Konsili Trullo menetapkan selibat sebagai persyaratan wajib bagi para uskup, meskipun praktik ini belum diikuti secara seragam.

Selibat rohaniwan menjadi salah satu hal yang menyebabkan keretakan antara Gereja Katolik dan Ortodoks pada abad ke-11 yang dikenal sebagai Skisma Besar.

Hal yang sama terjadi pula dalam Reformasi Protestan lebih dari 400 tahun kemudian.

Dua biarawati

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Selibat di dalam Gereja adalah topik yang telah memicu banyak perdebatan.

Pembaharuan Gregorian pada abad ke-11 dan dua Konsili Lateran pada 1123 dan 1139 memberlakukan pantangan (menjauhi hubungan seksual) dengan cara yang lebih ketat.

Akhirnya, selibat menjadi tanda pembeda imamat Katolik tata cara Barat setelah masa pembaharuan abad keenam belas dan Konsili Trente (1545-1563).

Kepada BBC, Dr. James Kelly dari Durham University mengatakan sejak saat itulah pandangan Katolik tentang imamat “tidak membolehkan imam untuk menjadi seperti pria lain dan mempunyai istri… karena dia mewakili Kristus, yang tidak menikah, saat misa”.

“Keluarga imam menjadi jemaatnya. Jadi, harapan dari Gereja dan umat biasa adalah bahwa seorang imam harus selibat,” tambahnya.

Siapa saja rohaniwan Katolik yang melanggar selibat?

Pada kenyataannya, terdapat sejumlah Paus yang menikah secara sah sebelum menerima Tahbisan Suci.

Ketika dia terpilih menjadi Paus, Santo Hormisdas (514-523) yang disebutkan di awal artikel ini diyakini adalah seorang duda.

Setelah Hadrianus II (867-872) diangkat menjadi Paus pada usia 75 tahun, istri dan putrinya tinggal bersamanya di istana Lateran.

Menurut catatan sejarah San Bertín dari abad ke-9, mereka kemudian diculik dan dibunuh.

Yohanes XVII (1003) dan Klemens IV (1265-1268) juga diyakini telah menikah sebelum menjadi Paus.

Belum lagi terdapat Paus yang memiliki hubungan terlarang lalu menjadi ayah dari anak-anak di luar nikah.

 Lucrezia Borgia

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Ayah Lucrezia Borgia adalah Paus Alexander VI

Dua tokoh perempuan Italia yang berpengaruh—Lucrezia Borgia dan Felice della Rovere—dikenal sebagai anak perempuan di luar nikah dari para kardinal yang kemudian menjadi Paus.

Ayah dari bangsawan Borgia adalah Aleksander VI (1492-1503), Paus yang barangkali paling dikritik karena pergaulan bebasnya.

Sementara Della Rovere, salah satu perempuan paling berkuasa dan ulung di Renaisans Italia, adalah putri dari Paus Julius II (1503-1513).

Baik Borgia maupun Della Rovere menjadi bagian dari persaingan politik dinasti pada masa itu. Berbagai keluarga Italia yang kuat memperebutkan pengaruh dan Kepausan.

Borgia bahkan mendapat reputasi sebagai perempuan yang penuh intrik, tukang zina, dan toksik.

Menurut Middleton, masa-masa awal kehidupan Luther, sang reformator abad keenam belas, terjadi pada era Kepausan Borgia yang terkenal korup.

“Paus Borgia kedua, Aleksander VI, memiliki beberapa anak di luar nikah,” ungkap Middleton.

“Dia [Martin Luther] juga meyakini bahwa selibat yang dipaksakan dapat menyebabkan amoralitas seksual.”

Selain itu, dipercaya bahwa beberapa Paus pada abad ke-15 dan ke-16 memiliki anak-anak di luar pernikahan.

BBC telah menghubungi Vatikan dan beberapa lembaga Katolik lainnya untuk memberikan komentar mengenai sejarah para paus dan selibat, tetapi tidak ada tanggapan yang diterima.

Masa depan selibat

Aturan Gereja sebenarnya telah dilonggarkan untuk mengakomodasi imam-imam menikah dari Gereja Anglikan dan gereja-gereja Kristen lainnya.

Kelapangan ini juga mencakup pria menikah yang telah lama ditahbiskan menjadi imam dalam ritus Timur.

Namun, pada kenyataannya, baik Paus Fransiskus maupun pendahulunya, Benediktus XVI, membela selibat imam.

Paus Benediktus XVI maupun Paus Fransiskus

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Baik Paus Benediktus XVI maupun Paus Fransiskus membela selibat

Profesor Haines-Eitzen berharap agar Gereja Katolik pada akhirnya akan menerima imam-imam menikah di daerah pedesaan—dan menahbiskan perempuan.

Namun, dia tetap mengakui bahwa “kemungkinan kita akan melihat seorang Paus yang menikah di abad ke-21 sangat kecil.”

Linda Pinto, mantan biarawati Fransiskan, kini menjadi seorang ibu dan nenek. Baru-baru ini dia merayakan ulang tahun pernikahannya yang ke-50.

Dia tidak berharap akan ada perubahan dalam hal selibat.

“Mereka tidak akan memperluasnya kepada orang-orang yang telah lahir, dibaptis, dan tumbuh besar di dalam Gereja Katolik,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan