Menkeu Sri Mulyani paparkan kondisi APBN saat ini defisit – Mengapa menjadi sorotan dan apa saja diketahui sejauh ini?

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dua bulan sekaligus—Januari dan Februari 2025—pada Kamis (13/03) hari ini.
Pengumuman ini sempat disorot sejumlah pengamat lantaran pemerintah belum mengumumkan kinerja APBN untuk dua bulan pertama tahun 2025. Selain itu, ini adalah merupakan laporan APBN tahun pertama untuk pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Pelaksanaan APBN adalah pelaksanaan instrumen keuangan negara yang begitu penting untuk mencapai tujuan-tujuan prioritas presiden,” ujar Sri Mulyani membuka paparan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) yang disiarkan secara langsung melalui kanal resmi Kementerian Keuangan pada Kamis (13/03).
“Oleh karena itu, tema mengenai agility [ketangkasan APBN] namun tetap menjaga kehati-hatian APBN menjadi sangat penting.”
Pada awal paparannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan APBN sampai dengan tanggal 28 Februari 2025 mengalami defisit Rp 31,2 triliun atau sebesar 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
“Terjadi defisit Rp 31,2 triliun untuk posisi akhir Februari atau sebesar 0,13% dari PDB,” ujar Sri Mulyani.
Menkeu mengatakan angka itu masih berada di dalam target postur APBN 2025.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
“Saya ingatkan kembali APBN didesain dengan defisit Rp 616,2 triliun, jadi defisit 0,13% masih dalam target desain APBN sebesar 2,53% dari PDB,” imbuhnya seperti dilansir Detik.
Konferensi pers ini menyusul pertemuan antara Menkeu dan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan di Jakarta pada Rabu (12/03) yang berlangsung selama dua jam, seperti diberitakan Antara.
Setelah bertemu dengan presiden, Sri Mulyani sempat dicecar wartawan mengenai berbagai isu termasuk ihwal anjloknya penerimaan pajak pada bulan Januari.
Namun, Menkeu menolak berkomentar dan meminta agar publik menunggu konferensi pers pada Kamis (13/03).
Sejumlah kebijakan baru di bidang fiskal yang diterapkan sejak awal tahun diperkirakan berdampak pada realisasi APBN.
Apa saja yang kita ketahui sejauh ini dan mengapa pengumuman kinerja APBN—yang biasanya dilakukan secara berkala ini—patut untuk diamati?

Sumber gambar, Kompas.com/Dok. Kemenkeu
Dokumen kinerja APBN Januari yang ditarik Kementerian Keuangan
Sejumlah media sebelumnya menyoroti tindakan Kementerian Keuangan yang menarik kembali dokumen data penurunan penerimaan pajak pada kinerja APBN Januari 2025 dari situs resminya.
Data yang memperlihatkan penurunan penerimaan pajak dilaporkan tertulis dokumen kinerja APBN Januari 2025 yang sempat diunggah Kementerian Keuangan pada Rabu (12/03) di situs resmi mereka.
Sejumlah media seperti Kompas.com dan Reuters menyebut dokumen tersebut tidak dapat diakses tidak lama setelah diunggah.
Perwakilan dari Kementerian Keuangan mengonfirmasi penarikan dokumen tersebut dan mengatakan konferensi pers yang akan dipimpin Sri Mulyani pada Kamis (13/03) hari ini akan menjelaskannya secara lebih komprehensif.
Pengumuman APBN yang pertama dalam dua bulan terakhir

Sumber gambar, ANTARA
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Selain data yang sempat ditarik tersebut, laporan publik mengenai kinerja dan realisasi APBN 2025 ini sebetulnya sempat tertunda sekitar satu bulan.
Menurut Kompas.com, konferensi pers APBN digelar pada awal Januari 2025 untuk untuk realisasi APBN 2024.
Setelahnya Kementerian Keuangan masih belum melaporkan realisasi APBN 2025 untuk periode Januari dan Februari 2025.
Pada Kamis (13/03), Menkeu Sri Mulyani membuka paparannya dengan menjelaskan konferensi APBN pada bulan Februari tidak ada karena data saat itu masih “sangat belum stabil karena berbagai faktor”.
“Banyak pertanyaan dari teman-teman media, kenapa bulan Februari tidak dilakukan [pemaparan] untuk bulan Januari,” ujar Sri Mulyani.
“Kita pertimbangkan untuk menunggu sampai data cukup stabil sehingga kami bisa memberikan suatu laporan […] dengan dasar yang jauh lebih bisa stabil dan diperbandingkan.
“Istilahnya mangga dengan mangga, sehingga tidak terjadi salah interpretasi.”
Penerimaan negara dilaporkan turun, apa maknanya?
Berdasarkan data yang dirilis pada Selasa (11/03) malam, pendapatan Indonesia dilaporkan turun 28,3% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp157,3 triliun pada bulan Januari, seperti dilansir Reuters.
Reuters melaporkan pemerintah mencatatkan defisit anggaran pertama untuk bulan tersebut sejak puncak pandemi empat tahun lalu dengan tingkat belanja yang kurang lebih sama pada bulan Januari.
Secara keseluruhan, data yang beredar jauh ini menunjukkan bahwa di awal tahun 2025, kondisi keuangan negara menghadapi tantangan dengan adanya penurunan baik dalam penerimaan maupun belanja negara.
Kompas.com melaporkan berdasarkan dokumen APBN edisi Februari yang sempat diakses menunjukkan adanya penurunan dalam penerimaan dan belanja negara.
Realisasi pendapatan negara hingga 31 Januari 2025 tercatat sebesar Rp157,32 triliun, yang merupakan 5,24 persen dari target tahunan sebesar Rp3.005,13 triliun.
Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar 28,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dimana realisasi mencapai Rp219,31 triliun.
Penurunan ini didorong oleh penurunan penerimaan perpajakan, yang hanya mencapai Rp115,18 triliun atau 4,62 persen dari target.
Angka ini juga menunjukkan penurunan tajam sebesar 34,5 persen dari realisasi tahun lalu yang mencapai Rp175,80 triliun.
Penerimaan perpajakan ini terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp88,89 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp26,29 triliun.
Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp42,13 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp9,8 miliar.
Dari sisi belanja negara, realisasi hingga 31 Januari 2025 adalah sebesar Rp 180,77 triliun, atau 4,99 persen dari pagu anggaran Rp 2.701,44 triliun.
Angka ini juga menunjukkan penurunan sebesar 1,84% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Belanja negara ini terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 86,04 triliun, yang juga mengalami penurunan sebesar 10,75% dibandingkan tahun sebelumnya.
Penerimaan pajak anjlok?
Achmad Nur Hidayat, ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta mengatakan penerimaan pajak Indonesia pada Januari 2025 yang hanya mencapai Rp88,89 triliun atau hanya 4,06% dari target tahunan “menjadi alarm keras bagi stabilitas fiskal Indonesia”.
“Angka ini turun drastis hingga 41,86% dibandingkan periode yang sama tahun 2024, dan bahkan menjadi penerimaan Januari terburuk dalam lima tahun terakhir, jika dibandingkan persentase terhadap target APBN tahunan,” ujar Achmad kepada BBC News Indonesia pada Kamis (13/03).
“Bila di tahun-tahun sebelumnya, rata-rata penerimaan pajak Januari mampu menyumbang 7,5% hingga 9,2% dari target setahun, maka posisi 2025 yang baru 4,06% menunjukkan potensi kekurangan penerimaan yang sangat serius.”
Menurut Achmad, apabila tren ini berlanjut, maka penerimaan negara bisa mengalami shortfall hingga Rp300 hingga Rp400 triliun yang otomatis menggembungkan defisit.
“Saya memperkirakan kinerja APBN Februari masih akan tertekan, bahkan bisa lebih buruk dari Januari. Mengapa? Karena Coretax belum sepenuhnya pulih, berdasarkan berbagai laporan lapangan hingga awal Maret 2025,” ujarnya.
Pemerintah, sambung Achmad, tidak bisa menunda lagi untuk mengakui secara jujur masalah Coretax dan penerimaan negara.
“Transparansi menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan pasar dan masyarakat,” ujarnya.
Achmad menekankan pentingnya audit menyeluruh Coretax dengan melibatkan BPK, KPK, dan lembaga independen.
Selain itu, Achmad mendesak pemerintah membuka layanan darurat administrasi perpajakan, termasuk secara temporer kembali membuka layanan manual supaya wajib pajak bisa tetap setor dan melapor pajak.
Achmad juga mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi ulang belanja negara.
“Memangkas belanja tidak prioritas, termasuk menunda atau mengurangi sebagian program populis yang membebani APBN,” ujarnya.
Apa itu Coretax?

Sumber gambar, ANTARA
Coretax adalah sistem inti administrasi perpajakan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Sistem ini dirancang untuk memodernisasi dan mengintegrasikan seluruh proses bisnis inti administrasi perpajakan di Indonesia.
Meskipun bertujuan baik untuk modernisasi administrasi perpajakan, Coretax memunculkan kritik karena persoalan teknis dan aksesibilitas.
Banyak wajib pajak dilaporkan kesulitan dalam mengakses dan menggunakan sistem Coretax. Hal ini menyebabkan frustrasi dan menghambat pemenuhan kewajiban pajak.
Beberapa pihak mempertanyakan kesiapan DJP dalam mengimplementasikan sistem yang kompleks ini secara menyeluruh.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat dicecar wartawan mengenai isu Coretax setelah bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto pada Rabu (12/03), tetapi yang bersangkutan enggan berkomentar dan meminta agar publik menunggu keterangan pada konferensi pers.
Berita ini akan diperbarui secara berkala.