KUBET – Terobosan baru pengobatan kanker kurang dari satu detik, bagaimana cara kerjanya?

Terobosan baru pengobatan kanker kurang dari satu detik, bagaimana cara kerjanya?

Radioterapi.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Satu perawatan baru menjanjikan penanggulangan kanker yang lebih luas, dengan efek samping lebih sedikit ketimbang terapi radiasi konvensional.

  • Penulis, David Cox
  • Peranan, BBC Future

Para ilmuwan mengenalkan perawatan baru yang menjanjikan untuk penanggulangan kanker, dengan efek samping lebih sedikit ketimbang radioterapi konvensional. Perawatan ini juga hanya memakan waktu kurang dari satu detik.

Di gua bawah tanah pinggiran Jenewa, Swiss, tengah berlangsung sejumlah eksperimen yang suatu hari nanti dapat menciptakan mesin-mesin radioterapi generasi baru.

Perangkat ini diharapkan dapat menyembuhkan tumor otak yang kompleks, memusnahkan kanker yang sudah menyebar ke organ lain, dan secara umum mengurangi dampak pengobatan kanker pada tubuh manusia.

Eksperimen ini dilakukan di European Laboratory for Particle Physics (Cern), yang pernah mengembangkan Large Hadron Collider, alat untuk mempercepat perkembangan partikel hingga mendekati kecepatan suara.

Cikal bakal teknologi ini sudah ada sejak sebelas tahun lalu, saat Marie-Catherine Vozenin, ahli radiologi yang sekarang bekerja di Geneva University Hospital (Hug), dan kawan-kawannya merilis sebuah penelitian.

Penelitian itu menggarisbawahi perubahan paradigma dalam pendekatan pengobatan radioterapi, yang mereka sebut sebagai Flash.

Pendekatan Flash itu dilakukan dengan cara memberikan radiasi dengan dosis sangat tinggi selama kurang dari satu detik.

Menurut hasil penelitian itu, pendekatan ini dapat menghancurkan tumor pada hewan pengerat, sementara jaringan lain di sekitar penyakit itu tetap sehat.

Para ahli internasional menyebut temuan itu sebagai terobosan.

Ahli radiologi lainnya lantas melakukan eksperimen masing-masing menggunakan pendekatan Flash untuk mengobati berbagai tumor pada hewan pengerat, binatang peliharaan, dan kini manusia.

Konsep Flash ini membawa pengaruh besar karena dapat mengatasi berbagai keterbatasan radioterapi yang ada selama ini, salah satunya untuk pengobatan kanker.

Biasanya, penderita kanker diberikan radiasi X-ray atau partikel lainnya secara bertahap selama kira-kira delapan pekan agar efek sampingnya lebih ringan.

Namun dengan konsep Flash, jumlah partikel yang seharusnya diberikan dalam waktu delapan pekan itu langsung ditembakkan dalam waktu 2-5 menit saja.

Pengobatan kanker.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Biasanya, penderita kanker diberikan radiasi X-ray atau partikel lainnya secara bertahap selama kira-kira delapan pekan.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Para spesialis kanker sejak lama meyakini peningkatan dosis radiasi semacam ini dapat menaikkan kemampuan menyembuhkan pasien pengidap kanker yang sulit diobati.

Contohnya, salah satu riset mengindikasikan bahwa menaikkan dosis radiasi dapat meningkatkan potensi kesembuhan pada pasien kanker paru-paru yang tumornya sudah menyebar sampai ke otak.

Namun, radiasi yang ditembakkan juga dapat merusak sel-sel baik di sekitar kanker.

Dalam tiga dekade terakhir, pencitraaan dan mesin radiologi yang canggih sebenarnya sudah dapat menyasar target tumor dengan presisi. Namun, risiko kerusakan sel baik masih tetap terjadi.

Vozenin kemudian membahas contoh pada pengobatan tumor otak anak. Biasanya, tumor itu bisa disembuhkan dengan menembakkan radiasi ke otak, tapi risikonya sangat tinggi.

“Pasien sering kali hidup dengan kecemasan dan depresi, sementara dampak radiasi juga berpengaruh pada perkembangan otak, membuat IQ turun secara drastis,” katanya.

“Kita [terkadang] dapat menyembuhkan anak-anak itu, tapi harga yang dibayar terlalu tinggi.”

Billy Loo, profesor radiologi yang menjalankan laboratorium Flash di Stanford University School of Medicine, menjelaskan tumor biasanya tidak benar-benar terlepas dari jaringan tubuh lainnya.

Artinya, hampir mustahil radiasi yang ditembakkan tidak kena ke sel-sel yang sehat. Alhasil, dokter tak dapat serta-merta menggunakan dosis radiasi yang tinggi.

Namun, dalam beberapa tahun belakangan, sejumlah studi pada hewan menunjukkan dengan metode Flash, dokter dapat meningkatkan radiasi ke tubuh, dan meminimalkan dampaknya terhadap sel-sel sehat.

Dalam salah satu eksperimen, tikus laboratorium yang diberikan dua kali radiasi menggunakan metode Flash tidak mengalami efek samping yang biasanya terjadi.

Di studi lainnya, hewan yang dirawat menggunakan metode Flash untuk mengobati kanker pada kepala dan leher juga tak mengalami begitu banyak efek samping, seperti pengurangan produksi saliva atau kesulitan menelan.

Loo optimistis nantinya manfaat-manfaat itu juga bisa dirasakan manusia.

“Metode Flash membuat kerusakan jaringan lainnya lebih kecil dari penembakan radiasi biasanya, tanpa mengurangi efisiensi pengobatan tumor. Metode ini bisa jadi terobosan baik,” ucap Loo.

Ke depannya, metode ini juga diharapkan dapat mengurangi risiko kanker sekunder yang biasanya terjadi akibat radiasi. Namun, hingga kini belum ada yang menguatkan hipotesis ini.

Untuk saat ini, percobaan penggunaan metode Flash pada manusia semakin banyak.

Rumah Sakit Anak Cincinnati di Ohio, Amerika Serikat, sedang merencanakan tahap awal menggunakan Flash pada anak penderita kanker yang sudah menyebar sampai ke tulang dada.

Sementara itu, dokter kanker di Rumah Sakit Universitas Lausanne di Swiss sedang melakukan percobaan kedua untuk pasien kanker kulit.

Dalam fase penelitian lanjutan ini, mereka tak hanya menguji coba Flash bisa diterapkan ke manusia, tapi juga mengidentifikasi radiasi jenis apa yang paling baik.

Pilihan partikel

Ada banyak cara untuk mengantarkan radioterapi, mulai dari menggunakan ion karbon hingga proton dan elektron. Masing-masing tentunya dengan cara penerapan dan tantangannya masing-masing.

Salah satu cara yang paling tepat sasaran adalah terapi hadron yang dikirimkan dengan ion karbon.

Namun, hanya 14 fasilitas kesehatan di dunia yang saat ini bisa memakai metode ini, dengan biaya masing-masing sekitar US$150 juta atau setara Rp2,4 triliun.

Saat ini, terapi tersebut dilakukan menggunakan penghitungan dosis konvensional, di mana radiasi dikirimkan selama beberapa menit.

Namun, dengan protokol Flash, radiasi itu akan ditembakkan dalam waktu kurang dari satu detik.

“Elektron bertenaga tinggi dapat digunakan untuk mengobati tumor di kulit,” ucap ahli onkologi radiasi di Hug, Andre-Dante Durham Faivre, seperti dikutip BBC.

“X-ray atau proton dapat digunakan untuk mengobati tumor yang lebih dalam, sementara ion karbon dan partikel helium kita simpan untuk kasus yang sangat spesial, dan hanya pusat kesehatan yang sangat, sangat besar yang dapat menawarkan perawatan itu.”

“Partikel akselarator yang dibutuhkan untuk memberikan radioterapi ion karbon itu sebesar satu gedung.”

Mesin radioterapi.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Dari menggunakan ion karbon hingga proton dan elektron, ada banyak cara untuk mengantarkan radioterapi.

Inilah salah satu masalah terapi Flash.

Untuk menciptakan partikel subatomik, dibutuhkan akselarator partikel yang sangat kompleks. Maka, perawatan ini hanya dapat dilakukan menggunakan peralatan di pusat kesehatan khusus, dan biayanya mahal.

Artinya, pasien hampir pasti harus menempuh perjalanan jauh untuk perawatan itu, sementara para peneliti berharap Flash bisa diakses semua orang yang membutuhkan.

Sejauh ini, proton masih menjadi pilihan utama untuk percobaan Flash. Pertama, karena proton dapat menembus hingga 30 cm ke dalam tubuh sehingga bisa menjangkau organ internal.

Kedua, mesin-mesin radioterapi proton dapat beradaptasi relatif lebih mudah untuk mengantarkan dosis yang dibutuhkan Flash.

Pada 2020, University of Cincinnati Medical Centre meluncurkan percobaan klinis radioterapi proton Flash untuk pertama kalinya pada pasien yang kankernya sudah menjalar hingga ke tulang.

Hasil awal mengindikasikan perawatan itu sama efektifnya dengan radioterapi konvensional.

Kini, para ahli onkologi radiasi di University of Pennsylvania Perelman School of Medicine berharap dapat meluncurkan percobaan serupa pada pasien yang kembali mengalami kanker kepala dan leher.

“Pasien-pasien ini punya pilihan lebih sedikit karena tumor mereka tak mungkin dimusnahkan dengan operasi,” kata Alexander Lin, profesor onkologi radiasi di University of Pennsylvania.

“Jika mereka harus kembali menjalani radioterapi biasa, mereka dapat mengalami efek samping yang berbahaya, seperti patah rahang, luka mulut, bahkan merusak arteri karotis. Kami yakin proton Flash bisa lebih tak berbahaya.”

Tantangan praktis

Namun, jika nantinya metode Flash disetujui oleh otoritas, Durham Faivre mengatakan tantangan masih tetap ada.

Masalahnya, mesin yang digunakan biasanya besar, sehingga perawatan itu hanya bisa dilakukan di pusat kesehatan tertentu. Dengan demikian, tak semua pasien bisa mengaksesnya.

Saat ini, Cern sedang bekerja sama dengan peneliti di Rumah Sakit Universitas Lausanne dan perusahaan TheryQ untuk mengembangkan akselarator yang dapat membuat radiasi yang dipancarkan lebih banyak.

Menurut Durham Faivre, para peneliti Hug juga sedang berdiskusi dengan rekan-rekan mereka untuk mengembangkan mesin X-ray Flash.

Akselarator itu memungkinkan mesin yang lebih sederhana menerapkan sistem Flash, kata Faivre.

Tujuan akhirnya adalah semua rumah sakit yang punya peralatan radiologi nantinya dapat menawarkan metodologi Flash kepada pasiennya.

“Kami meyakini bahwa mesin X-ray Flash nantinya dapat menggantikan mesin-mesin X-ray konvensional,” ucap Faivre.

Mesin radioterapi.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Mesin yang digunakan untuk metode Flash biasanya besar.

Dia juga optimistis akselarator itu dapat meningkatkan kinerja perawatan untuk berbagai bentuk penyakit metastatis, atau penyakit yang terjadi akibat penyebaran kanker ke organ lainnya.

Lebih jauh, Faivre juga yakin Flash dapat membantu dokter mengatasi tumor yang lebih kompleks, seperti glioblastome.

Glioblastome merupakan jenis kanker otak yang paling umum dan mematikan, dengan tingkat kesembuhan hanya 5 persen.

Menindaklanjuti uji coba yang dilakukan Universitas Cincinnati, dokter juga berharap mesin Flash dapat menyembuhkan pasien kanker yang sebelumnya dianggap tak bisa disembuhkan.

Loo memprediksi Flash juga dapat digunakan untuk menghancurkan tumor utama dan sekunder (metastatis), walau kemudian harus dilanjutkan dengan kemoterapi atau terapi imun untuk memusnahkan sel kanker yang sangat kecil.

“Kanker metastatis biasanya berpengaruh pada sebagian besar volume tubuh karena sebarannya sangat luas,” kata Faivre.

Karena itu, kanker metastatis biasanya sulit disembuhkan, lantaran mustahil menembakkan radiasi ke seluruh jaringan tubuh demi membunuh sel-sel kanker yang hanya terpusat di organ tertentu.

Kalau pun bisa, pasien tidak akan bertahan melawan efek dari radiasi yang digunakan dalam pengobatan sebelumnya.

Meski begitu, berbagai perawatan terbaru dapat mengubah efek itu, terutama pada orang yang metastatisnya masih sedikit.

“Flash menawarkan prospek untuk mengatasi metastatis dengan lebih aman,” ucap Faivre.

Harapan lainnya adalah Flash dapat membantu terapi dapat diakses lebih banyak orang.

Kesenjangan radioterapi

Dalam Kongres Kanker Dunia UCC, wakil presiden lembaga non-profit Bio Ventures for Global Health, Katy Graef, menyoroti perubahan besar dalam dunia kesehatan global yang disebut sebagai “kesenjangan radioterapi”.

Menggunakan data yang dihimpun Komisi Onkologi Lancet, Graef memaparkan hanya 195 mesin terapi radiologi di seluruh sub-Sahara Afrika, terpaut jauh dari AS dan Kanada yang memiliki 4.172 mesin.

Graef kemudian mengungkap jumlah insiden dan kematian akibat kanker di Afrika diperkirakan bertambah dua kali lipat pada 2040.

Dengan demikian, katanya, kawasan itu diperkirakan membutuhkan lebih dari 5.000 tambahan mesin terapi radiologi dalam dua dekade mendatang, yang akan sulit terpenuhi.

Pada Desember lalu, satu riset terkait pengendalian kanker menunjukkan kesenjangan radioterapi ini mulai menyebar ke negara sekitar Afrika yang berpenghasilan rendah.

“Hanya sekitar 10 persen pasien kanker di negara berpendapatan rendah yang punya akses ke terapi radiologi, sementara di negara maju mencapai 90 persen,” tutur Lisa Stevens, salah satu penulis riset itu.

Mesin akselarator radioterapi.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Penelitian mengungkap ada kesenjangan radioterapi di dunia.

Tantangan penyebaran mesin ini bukan hanya ongkos dan harga yang mahal.

Di lingkungan yang lembap, partikel dalam akselarator terapi radiologi kerap kali hancur. Karena teknisi akselarator yang terlatih masih sedikit, perbaikannya akan memakan waktu lama.

Korps Ahli Kanker Internasional (ICEC) pun meluncurkan inisiatif bertajuk Project Stella, bekerja sama dengan Cern dan beberapa universitas di Inggris.

Tujuannya adalah mengembangkan akselarator generasi baru dengan perangkat halus yang dapat memprediksi kesalahan dalam mesinnya, dan langsung mengarahkan cara untuk mengatasinya.

Durham Faivre optimistis mesin Flash juga dapat mempermudah pasien kanker di negara-negara berpendapatan rendah hingga menengah untuk mendapatkan perawatan yang dibutuhkan.

Mereka diharapkan tak lagi harus menempuh perjalanan panjang untuk mengikuti terapi radiologi. Dengan Flash, kata Faivre, pasien-pasien itu dapat mengikuti satu sesi dengan dampak yang besar.

Baca Juga:

Karena setiap perawatan Flash hanya membutuhkan waktu kurang dari satu detik, dokter juga dapat mengobati lebih banyak pasien dalam sehari.

“Jika kita bisa punya mesin berukuran normal yang muat di semua ruang bawah tanah rumah sakit di seluruh dunia, dan bisa memberikan perawatan Flash, negara-negara tentu dapat merawat lebih banyak pasien,” ucap Faivre.

“Jika kita bisa merawat 150 pasien, ketimbang 50 pasien sehari, kita dapat memperbesar kapasitas dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik.”

Banyak ahli merasa perawatan ini juga dapat membuat negara-negara berpendapatan tinggi untuk berhemat, sementara kualitas hidup para pasien juga meningkat.

“Seharusnya biaya perawatan ini lebih efektif ketika investasi awal sudah ditanamkan karena perawatan yang dibutuhkan lebih sedikit,” kata Constantinos Koumenis, profesor radiologi onkologi di University of Pennsylvania Perelman School of Medicine.

Menurut Koumenis, penghematan sistem kesehatan juga dapat tercapai karena kemungkinan rawat inap akibat komplikasi juga lebih kecil.

Langkah pertamanya, kata Koumenis, adalah menyelidiki seberapa baik Flash, dan apakah perawatan itu benar-benar lebih baik dari terapi radiologi biasanya.

Anda dapat membaca artikel ini dalam versi bahasa Inggris dengan judul The ultra-fast cancer treatments which could replace conventional radiotherapy pada laman BBC Future.

Tinggalkan Balasan