Ketika pemimpin tertinggi Iran keluar dari persembunyian, apa yang akan dihadapinya?

Sumber gambar, Pacific Press via Getty Images
-
- Penulis, Kasra Naji
- Peranan, Koresponden khusus, BBC Persia
Setelah hampir dua pekan berada di bunker rahasia saat perang Iran dan Israel berlangsung, pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mungkin ingin menggunakan kesempatan gencatan senjata untuk keluar dari persembunyiannya.
Pria berusia 86 tahun itu diyakini bersembunyi dan memisahkan diri karena takut dihabisi oleh Israel. Bahkan pejabat tinggi pemerintah Iran tampaknya juga tidak berkontak dengannya.
Ia disarankan untuk berhati-hati, meski telah ada gencatan senjata yang dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Emir Qatar.
Sebab, walau Presiden Trump dilaporkan menyampaikan kepada Israel untuk tidak membunuh pemimpin tertinggi Iran tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak mengesampingkan opsi tersebut.
Ketika—atau jika—ia keluar dari persembunyiannya, pemandangan yang akan dilihatnya adalah kematian dan kehancuran. Dia masih akan muncul di stasiun televisi nasional untuk mengeklaim kemenangan dalam konflik ini. Ia juga akan membuat rencana untuk mengembalikan citranya. Namun, ia bakal menghadapi realitas baru—bahkan era baru.
Akhir dari Paling banyak dibaca
Perang telah membuat Iran melemah secara signifikan dan pengaruh Khamenei ikut berkurang.
Pergunjingan di tingkat atas
Selama perang, Israel dengan cepat menguasai sebagian besar wilayah udara Iran dan menyerang infrastruktur militernya. Komandan tertinggi Garda Revolusi dan tentara dibunuh dengan cepat.
Tingkat kerusakan pada militer Iran masih diperdebatkan dan belum jelas, tapi pengeboman berulang terhadap tentara, pangkalan Garda Revolusi, beserta fasilitasnyanya menunjukkan kemunduran kekuatan militer Iran secara signifikan. Militerisasi telah lama menghabiskan banyak sumber daya bangsa itu.
Fasilitas nuklir Iran yang diketahui membuat negara itu hampir dua dekade terkena sanksi AS dan internasional, dengan perkiraan biaya ratusan miliar dolar, kini rusak akibat serangan udara—meski sejauh ini masih sulit untuk dinilai. Namun, banyak yang bertanya kemudian, untuk apa itu semua?

Sumber gambar, Getty Images
Sejumlah besar masyarakat Iran akan menganggap Ayatollah Khamenei, yang pertama kali menjadi pemimpin pada tahun 1989, bertanggung jawab membawa Iran terlibat bentrokan dengan Israel dan AS yang mengakibatkan kehancuran cukup besar bagi negara dan rakyatnya.
Masyarakat akan menyalahkan Khamenei karena mengejar tujuan ideologis yaitu menghancurkan Israel—sesuatu yang tidak didukung oleh banyak orang Iran.
Mereka juga akan menyalahkan keyakinannya bahwa mencapai status nuklir akan membuat rezimnya tak terkalahkan. Rangkaian sanksi telah melumpuhkan ekonomi Iran, dari eksportir minyak teratas menjadi miskin seperti yang pernah terjadi dulu.
“Sulit untuk memperkirakan berapa lama lagi rezim Iran dapat bertahan di bawah tekanan yang begitu signifikan, tetapi ini terlihat seperti permulaan dari berakhirnya rezim,” kata Profesor Lina Khatib, seorang pengajar tamu di Universitas Harvard.
“Ali Khamenei kemungkinan akan menjadi ‘Pemimpin Tertinggi’ terakhir Republik Islam.”

Sumber gambar, Getty Images
Ada pergunjingan di jajaran atas pemerintahan. Saat perang berlangsung, kantor berita semi-resmi Iran melaporkan bahwa beberapa mantan petinggi rezim telah mendesak para cendekiawan Iran yang berbasis di kota suci Qom dan terpisah dengan Ayatollah, untuk campur tangan dan mendorong pergantian pemimpin.
“Akan ada perhitungan,” menurut Profesor Ali Ansari, direktur pendiri Institut Studi Iran di Universitas St Andrews.
“Cukup jelas bahwa ada ketidaksepakatan besar dalam kepemimpinan, dan ada juga ketidaksenangan besar di antara masyarakat.”
‘Kemarahan dan frustrasi yang mengakar’
Selama dua minggu terakhir, banyak masyarakat Iran bergulat dengan perasaan yang saling bertentangan—di satu sisi ingin mempertahankan negara, sedangkan di sisi lain ada perasaan sangat benci terhadap rezim.
Mereka bersatu demi negara, bukan untuk membela rezim, tapi untuk saling menjaga antarwarga. Ada laporan terkait solidaritas dan kebersamaan yang kian meluas.
Warga di kota dan desa di luar daerah perkotaan membuka pintu mereka kepada orang-orang yang melarikan diri dari pengeboman. Pemilik toko memberikan harga miring pada barang kebutuhan dasar, tetangga saling mengetuk untuk menanyakan apakah mereka membutuhkan sesuatu.
Akan tetapi, banyak warga yang juga menyadari bahwa Israel mungkin mengincar perubahan rezim di Iran.
Perubahan rezim merupakan sesuatu yang diinginkan banyak orang Iran. Namun, mereka memiliki batas untuk tidak tunduk pada perubahan rezim yang direkayasa dan diberlakukan oleh kekuatan asing.

Sumber gambar, Getty Images
Sepanjang hampir 40 tahun pemerintahannya, Ayatollah Khamenei telah memusnahkan segala jenis oposisi di negaranya.
Para pemimpin politik yang bertentangan dengannya dipenjara atau melarikan diri dari negara itu.
Di luar negeri, tokoh-tokoh oposisi tidak dapat merumuskan sikap yang padu. Mereka tidak berdaya mendirikan organisasi atau gerakan yang bisa mengambilalih politik dalam negeri ketika ada kesempatan.
Selama dua minggu perang, ketika runtuhnya rezim bisa menjadi sebuah kemungkinan dan perang berlanjut tanpa henti, banyak yang meyakini skenario selanjutnya bukan pengambilalihan kekuasaan oleh oposisi, melainkan situasi negara yang kian kacau dan kekosongan hukum.
“Tidak mungkin rezim Iran akan digulingkan melalui oposisi domestik. Rezim tetap kuat di dalam negeri dan akan meningkatkan penindasan di dalam negeri untuk melibas perbedaan pendapat,” kata Prof Khatib.

Sumber gambar, Getty Images
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Saat ini, masyarakat Iran dilanda ketakutan tindakan kekerasan yang makin membabi buta dari rezim. Setidaknya enam orang telah dieksekusi dalam dua minggu terakhir sejak dimulainya perang dengan Israel atas tuduhan mata-mata Israel. Pihak berwenang mengatakan mereka telah menangkap sekitar 700 orang atas tuduhan ini.
Seorang perempuan Iran mengatakan kepada BBC Persia yang ditakutkannya lebih dari sekadar kematian dan kehancuran perang, tapi justru rezim yang merasa terhina sehingga mengalihkan kemarahannya dengan menyasar rakyatnya sendiri.
“Jika rezim tidak mampu memasok barang dan jasa berkaitan dengan kebutuhan dasar, maka akan ada kemarahan dan frustrasi yang meningkat,” kata Prof Ansari.
“Saya melihatnya sebagai proses bertahap. Saya tidak melihatnya sebagai sesuatu yang, tentu saja, dalam arti populer, akan mengakar sampai lama setelah pengeboman berakhir.”
Hanya sedikit warga Iran yang berpikir bahwa gencatan senjata melalui mediasi Senin lalu akan bertahan. Mereka percaya bahwa upaya Israel belum tuntas karena menguasai langit Iran.
Gudang rudal balistik Iran
Satu hal yang tampaknya lolos dari kehancuran adalah banyak gudang rudal balistik Iran yang sulit ditemukan oleh Israel karena ditempatkan di terowongan di bawah pegunungan di seantero negeri.
Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel, Eyal Zamir, mengatakan Israel meluncurkan serangan awal terhadap Iran karena mengetahui bahwa “Iran memiliki sekitar 2.500 rudal permukaan-ke-permukaan”. Rudal yang ditembakkan Iran menyebabkan kematian dan kehancuran yang cukup besar di Israel.
Israel cemas terhadap kemungkinan 1.500 rudal yang masih tersisa di pihak Iran.
Ada juga kekhawatiran serius di Tel Aviv, Washington, dan ibu kota negara Barat lainnya bahwa Iran mungkin masih berambisi untuk membangun bom nuklir. Sesuatu yang sebelumnya selalu dibantah untuk dilakukan.

Sumber gambar, Getty Images
Meski fasilitas nuklir Iran hampir pasti telah menurun dan bisa jadi tidak lagi berguna selama pengeboman oleh Israel dan AS, Iran mengatakan telah memindahkan persediaan uranium yang sangat diperkaya ke tempat rahasia yang aman.
Stok 60% uranium itu, jika diperkaya hingga 90%, cukup untuk membuat sekitar sembilan bom, menurut para ahli. Tepat sebelum perang dimulai, Iran telah mengumumkan bahwa mereka telah membangun fasilitas rahasia baru lainnya untuk pengayaan uranium yang akan segera diluncurkan.
Parlemen Iran telah memilih untuk mengurangi kerja sama dengan pengawas Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Keputusan ini masih membutuhkan persetujuan, tetapi jika disahkan menjadi satu langkah lagi untuk keluar dari Perjanjian non-Proliferasi nuklir yaitu NPT.
Seperti diketahui, sebagian besar parlemen Iran merupakan sosok berhaluan garis keras yang mendukung pemimpin tertinggi dan mendorong terobosan Iran untuk membuat bom.
Saat ini, Ayatollah Khamenei mungkin yakin bahwa rezimnya telah bertahan. Namun pada usia 86 tahun dan sakit-sakitan, ia juga memahami waktunya makin menipis.
Untuk itu, ia mungkin ingin memastikan kesinambungan rezim dengan transisi kekuasaan secara rapih—kepada ulama senior lain atau bahkan dewan kepemimpinan.
Dia telah memilih tiga ulama senior sebagai kandidat untuk menggantikannya jika dia meninggal, sebagaimana dilaporkan the New York Times.
Khamenei juga diyakini merancang orang-orang pengganti di bawah rantai komando militernya jika banyak petinggi militer terbunuh.
Bagaimanapun, para komandan Garda Revolusi yang tersisa dan setia kepada sang pemimpin tertinggi mungkin berusaha untuk memegang kekuasaan dari balik layar.