KUBET – Wisma tamu India di Makkah terseret sengketa warisan puluhan tahun

Wisma tamu India di Makkah terseret sengketa warisan puluhan tahun

Pemandangan Masjidil Haram di Makkah dalam potret yang diambil pada awal abad ke-20

Sumber gambar, Perpusatakan Universitas Leiden

Keterangan gambar, Pemandangan Masjidil Haram di Makkah dalam potret yang diambil pada awal abad ke-20

  • Penulis, Neyaz Farooquee
  • Peranan, BBC News, Delhi

Ketika musim haji tahunan usai, sebuah sudut di Makkah—yang menjadi pusat ibadah haji umat Islam—secara tak terduga menimbulkan kegemparan di India. Ini bukan karena signifikansi spiritual Makkah, melainkan perselisihan warisan yang sudah berlangsung selama setengah abad.

Inti dari sengketa ini adalah Keyi Rubath, wisma tamu abad ke-19 yang dibangun pada 1870 oleh Mayankutty Keyi di Makkah.

Mayankutty Keyi adalah pedagang kaya India dari Malabar (kini bernama Kerala) yang kerajaan dagangnya membentang dari Mumbai di India hingga Paris di Eropa.

Terletak di dekat Masjid Haram—situs paling suci bagi umat Islam—bangunan ini dihancurkan pada 1971 demi perluasan Makkah.

Sebagai kompensasi, otoritas Saudi menyimpan 1,4 juta riyal (sekitar US$373.000 atau setara Rp6 miliar dengan nilai tukar saat ini) di kas negara, karena saat itu tidak ada ahli waris sah yang dapat diidentifikasi.

Puluhan tahun kemudian, uang tersebut—yang masih tersimpan di kas kerajaan Arab Saudi—telah memicu perselisihan sengit antara dua cabang keluarga Keyi.

Masing-masing pihak kini berusaha membuktikan silsilahnya dan mengeklaim apa yang mereka anggap sebagai warisan sah mereka.

Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Sejauh ini, belum ada yang berhasil. Selama beberapa dekade, pemerintahan India yang berkuasa—baik pemerintah pusat maupun di Kerala—telah mencoba dan gagal menyelesaikan kebuntuan ini.

Masih belum jelas apakah otoritas Saudi bersedia mengeluarkan kompensasi, apalagi menyesuaikannya dengan angka inflasi seperti yang sekarang dituntut beberapa anggota keluarga. Beberapa di antaranya mengklaim nilainya bisa lebih dari US$1 miliar (setara Rp16,2 miliar) saat ini.

Mereka yang mengikuti kasus ini menyoroti bahwa properti tersebut merupakan wakaf—sebuah bentuk sumbangan amal dalam Islam. Artinya, keturunan hanya punya hak untuk mengelola properti, namun tak dapat memilikinya secara penuh.

Hingga kini, badan Saudi yang bertanggung jawab atas properti wakaf belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari BBC. Pemerintah Saudi juga belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait hal ini.

Namun itu tidak menghentikan spekulasi, baik tentang uang tersebut maupun siapa yang berhak memilikinya.

Sedikit yang diketahui tentang wisma tamu tersebut, namun keturunan Mayankutty Keyi mengeklaim wisma itu berdiri hanya beberapa langkah dari Masjidil Haram.

Keyi Rubath memiliki 22 kamar dan beberapa aula yang tersebar di lahan seluas 1,5 hektare.

Menurut cerita keluarga, Mayankutty Keyi mengirimkan kayu dari Malabar untuk membangun wisma tamu ini dan menunjuk seorang manajer dari Malabar untuk mengelolanya—sebuah tindakan yang ambisius, meskipun tidak biasa pada saat itu.

masjidil haram, haji, India

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Pemandangan Masjidil Haram di Makkah dengan jemaah yang sedang melakukan ibadah haji.

Arab Saudi bisa dibilang negara yang miskin pada masa itu. Ladang minyak bumi di negara itu baru akan ditemukan beberapa dekade kemudian.

Ibadah haji dan pentingnya kota itu bagi umat Islam menyebabkan sejumlah umat Islam India kerap menyumbangkan uang atau membangun infrastruktur bagi para jemaah haji asal India di sana.

Dalam buku Mecca: The Sacred City yang diterbitkan pada 2014, sejarawan Ziauddin Sardar mencatat bahwa selama paruh kedua abad ke-18, kota tersebut memiliki karakter khas India.

Perekonomian dan keuangan kota itu juga disebut bergantung dengan umat Islam India.

“Hampir 20% dari penduduk kota tersebut, yang merupakan mayoritas terbesar, adalah keturunan India—orang-orang dari Gujarat, Punjab, Kashmir, dan Deccan—yang secara kolektif dikenal secara lokal sebagai orang Hindi,” tulis Sardar.

Seiring dengan temuan ladang minyak dan melonjaknya kekayaan Arab Saudi pada abad ke-20, proyek-proyek pembangunan besar-besaran mengubah bentuk Makkah.

Keyi Rubath dihancurkan tiga kali, terakhir kali pada awal 1970-an.

Saat itulah kebingungan seputar kompensasi tampaknya mulai dimulai.

Baca juga:

Menurut mantan sekretaris Dewan Wakaf Pusat India, BM Jamal, konsulat India di Jeddah saat itu menulis surat kepada pemerintah, mencari rincian ahli waris sah Mayankutty Keyi.

“Menurut pemahaman saya, pihak berwenang mencari ahli waris untuk menunjuk pengelola properti, bukan untuk membagikan uang kompensasi,” kata Jamal.

Meskipun demikian, dua faksi keturunan Mayankutty Keyi akhirnya maju: Keyis, keluarga pihak ayah Mayankutty dan Arakkals, keluarga kerajaan dari Kerala yang dinikahinya.

Kedua keluarga tersebut secara tradisional menganut sistem pewarisan matrilineal—sebuah adat yang tidak diakui menurut hukum Saudi, sehingga menambah kerumitan lebih lanjut.

Keluarga Keyi mengeklaim Mayankutty meninggal tanpa keturunan, sehingga anak-anak saudara perempuannya menjadi ahli waris sahnya berdasarkan tradisi matrilineal.

Namun keluarga Arakkal mengeklaim Mayankutty memiliki satu putra dan putri, dan oleh karena itu, berdasar hukum India, anak-anaknya menjadi ahli waris yang sah.

Sebuah potret Masjid Haram dari abad ke-19, diambil oleh Abd al-Gaffar, salah satu fotografer paling awal yang diketahui berasal dari Makkah.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Sebuah potret Masjid Haram dari abad ke-19, diambil oleh Abd al-Gaffar, salah satu fotografer paling awal yang diketahui berasal dari Makkah.

Seiring berlanjutnya sengketa, kisah ini pun berkembang dengan sendirinya.

Pada 2011, setelah beredar rumor bahwa ganti rugi tersebut dapat bernilai jutaan, lebih dari 2.500 orang membanjiri kantor distrik di Kannur, mengaku sebagai keturunan Keyi.

“Ada orang yang mengaku bahwa nenek moyang mereka telah mengajari Mayankutty di masa kecilnya,” kata seorang anggota keluarga senior Keyi, yang tidak mau disebutkan namanya, kepada BBC.

“Yang lain mengaku bahwa nenek moyang mereka telah menyediakan kayu untuk wisma tamu,” tambahnya.

Penipuan pun terjadi. Pejabat negara mengatakan pada 2017, penipu yang menyamar sebagai keturunan Keyi menipu penduduk setempat agar menyerahkan uang, dengan menjanjikan sebagian dari kompensasi.

Hingga kini, kasus tersebut masih belum terselesaikan.

Beberapa keturunan mengusulkan cara terbaik untuk mengakhiri sengketa ini adalah dengan meminta pemerintah Saudi menggunakan uang kompensasi untuk membangun wisma tamu lain bagi jemaah haji, seperti yang dimaksudkan Myankutti Keyi saat membangun Keyi Rubath.

Namun, ada pula yang menolaknya, dengan alasan bahwa wisma tamu tersebut adalah milik pribadi sehingga segala ganti rugi merupakan hak keluarga.

Beberapa berpendapat bahwa meskipun keluarga tersebut membuktikan garis keturunan dengan Mayankutty Keyu, tanpa dokumen kepemilikan, mereka tak akan memperoleh apa pun.

Bagi Muhammed Shihad, warga Kannur yang ikut menulis buku tentang sejarah keluarga Keyi dan Arakkal, perselisihan itu bukan hanya soal uang, tetapi tentang menghormati akar keluarga.

“Jika mereka tidak mendapatkan kompensasi, ada baiknya mengakui secara terbuka hubungan keluarga dan wilayah tersebut dengan tindakan mulia ini,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan