Demo mahasiswa di Kupang, Surabaya, dan Malang – Kota-kota bergolak menolak UU TNI

Sumber gambar, Getty Images
Mahasiswa di berbagai kota bangkit menolak Revisi UU TNI yang telah disahkan DPR pada 20 Maret lalu. Aksi demonstrasi diwarnai intimidasi, kekerasan, dan penangkapan oleh aparat keamanan—yang melibatkan tentara.
Di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, sekitar 200 mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD. Mereka membakar kardus dan merangsek ke dalam gedung DPRD sekira pukul 13.00 WITA.

Sumber gambar, Eliazar Robert
Massa sempat meluapkan emosi karena tidak ada satu pun perwakilan anggota DPRD yang menemui mereka. Akibat aksi ini beberapa pintu kaca hancur dan meja lobi juga sempat dirusak, seperti yang dilaporkan wartawan Eliazar Robert untuk BBC News Indonesia.

Sumber gambar, Eliazar Robert
Aksi kericuhan kemudian berlanjut dengan pemukulan oleh seorang pegawai DPRD terhadap mahasiswa.
“Saya dipukul pakai tempat sampah kemudian ditonjok,” kata mahasiswa bernama Melianus Maimau sembari menunjukkan pelipisnya yang lecet.
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Tak lama setelah insiden itu, massa pengunjuk rasa kemudian diterima dan berdialog dengan ketua DPRD dan Wakapolda NTT.

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Di Surabaya, Jawa Timur, ratusan mahasiswa berdemonstasi di depan Gedung Negara Grahadi.
Dalam aksi tersebut, mereka membawa berbagai poster, membakar ban di tengah jalan, dan bergantian berorasi menolak UU TNI yang telah direvisi.
Gedung Grahadi sendiri telah dijaga ketat kepolisian lengkap dengan kawat berduri, seperti dilaporkan wartawan Roni Fauzan untuk BBC News Indonesia.

Sumber gambar, Roni Fauzan
Menjelang sore, peserta demonstrasi mulai merobek umbul-umbul dan melakukan pelemparan.
Polisi membalasnya dengan semburan dari meriam air ke arah demonstran.

Sumber gambar, Roni Fauzan
Aparat keamanan sudah memberi peringatan kepada aksi massa untuk mundur, namun massa masih melakukan perlawanan dengan melempar botol air mineral ke arah petugas yang menjaga Gedung Grahadi.
Selama aksi tersebut, sebanyak 25 orang pendemo ditahan serta dua jurnalis mengalami kekerasan dan intimidasi aparat keamanan, menurut KontraS Surabaya dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya.
Fatkhul Khoir, salah satu personel tim advokasi massa aksi dari KontraS Surabaya, mengatakan masih berupaya menemui para pendemo yang ditahan Mapolrestabes Surabaya.
“Kepolisian tidak memberikan akses kepada kami untuk melakukan pendampingan,” ungkap Fatkhul Khoir.
Sementara itu, dua jurnalis menjadi korban kekerasan dan intimidasi polisi. Kedua wartawan itu adalah Wildan Pratama, wartawan Suara Surabaya, serta Rama Indra, wartawan Beritajatim.com.
Dari kronologi yang diterima AJI Surabaya, Wildan dipaksa oleh seorang polisi untuk menghapus foto puluhan pendemo yang ditangkap dan dikumpulkan di sebuah ruangan di Gedung Negara Grahadi.
Adapun Rama, jurnalis Beritajatim.com, mengaku dipukul dan dipaksa menghapus rekaman video saat dirinya merekam tindakan sejumlah polisi berseragam dan tidak berseragam memukul dua pendemo di Jalan Pemuda. Kejadian itu terjadi sekitar pukul 18.28 WIB.
Menanggapi kejadian tersebut, Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris, mengecam keras intimidasi dan kekerasan yang dilakukan polisi terhadap jurnalis Suara Surabaya dan Beritajatim.com.
“Tindakan polisi tersebut membuktikan bahwa polisi tidak paham tugas jurnalis. Apa yang dilakukan polisi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata dia, Senin (24/03).
Mapolrestabes Surabaya belum memberikan respons atas rangkaian insiden tersebut.
Di Kota Malang, Jawa Timur, demonstrasi mahasiswa berlangsung pada Minggu (23/03). Dalam demonstrasi tersebut, ada enam orang yang ditahan kepolisian. Kini, seluruh mahasiswa yang ditahan telah dibebaskan.
Proses pembebasan itu melibatkan Daniel Alexander Siagian dari LBH Surabaya Pos Malang yang mendampingi tiga mahasiwa yang tersisa di dalam tahanan.
Pengacara publik dari LBH Pos Malang, Tri Eva Oktaviani, mengonfirmasi kabar pembebasan tersebut kepada BBC News Indonesia. “Sudah keluar semua, tiga orang itu.”

Sumber gambar, ANTARA FOTO
Selain penangkapan, sebanyak 10 orang menjadi korban kekerasan aparat terhadap demonstran aksi menolak Undang-Undang TNI, pada Minggu (23/03) malam. Ke-10 orang itu dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, Sementara itu satu orang lainnya cedera serius pada bagian rahang, tengkorak kepala, dan gigi.
Lembaga Bantuan Hukum Pos Malang menyebut puluhan orang yang menjadi bagian dari tenaga medis mengalami tindakan pemukulan dan intimidasi aparat. Pemukulan juga dilakukan terhadap jurnalis meski mereka telah menunjukkan kartu identitasnya.
‘Aku ditarik, dipukul, dan diinjak-injak’
Ramdan bersama rekan-rekannya dari Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Kota Malang mengaku menjadi korban pemukulan aparat.
“Dari teman-teman pers mahasiswa ada delapan anak yang kena pukul. Beberapa di antaranya sudah menunjukkan kartu pers. Ada juga yang sudah mau balik, tapi tetap dipukul,” katanya kepada BBC News Indonesia.
“Kemarin aku diseret. Hampir dibawa,” kata Ramdan yang mengalami luka-luka di kedua tangannya.

Sumber gambar, Getty Images
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Dia mengaku kakinya agak sulit untuk digerakkan akibat pemukulan tersebut. “Aku merekam saat aparat bergerak maju.”
Saat terdesak Ramdan mengaku tak punya opsi lain selain mundur. “Aku mundur, lari. Tapi enggak lama ada yang narik dari belakang. Lalu aku dipukuli di tempat sama beberapa aparat yang tidak pakai seragam.”
Ramdan mengeklaim dirinya diinjak-injak aparat yang bertameng dan berpentungan, walau mengaku pers.
“Jadi waktu dipukuli aku teriak-teriak. ‘Aku pers, aku pers’. Aku cuma bisa teriak-teriak. Terus ada teman-teman pers mahasiswa yang ngomong, ‘itu pers’. Akhirnya aku dilepaskan,” paparnya.
Di zona aman dia mengaku menyaksikan korban pemukulan lainnya. “Ada ibu-ibu pemulung juga kena pukul.”
Dia juga mendengar pemukulan aparat terhadap tenaga kesehatan.
“Ini jelas bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Harusnya aparat bisa mengevaluasi dengan tegas bagamana cara pengamanan demonstran. Bagaimana membedakan massa, jurnalis, dan medis,” tutupnya.
Bagaimana kronologi kejadian di Malang?
Unjuk rasa menentang pengesahan revisi UU TNI ini dimulai pada Minggu (23/03) pukul 15.45 WIB.
Aksi berjalan dengan relatif lancar, kata Ramdan. Namun, usai berbuka puasa, barulah aksi kekerasan itu meletus.
“Habis magrib muncul mereka yang memakai tameng. Aku juga lihat tentara,” kata Ramdan lagi.
Kronologi dari LBH Pos Malang menyebut bentrokan mulai terjadi sekitar pukul 18.20 WIB saat sekelompok orang merangsek ke dalam Gedung DPRD lewat Pintu Utara. Selang 10 menit kemudian polisi dibantu tentara mulai memukul mundur massa.

Sumber gambar, Getty Images
Dalam video-video yang beredar di media sosial, polisi dilengkapi tameng dan tongkat pemukul dibantu tentara terlihat mengejar massa dan melayangkan tongkat berwarna kuning beberapa kali kepada seseorang yang tidak tampak di dalam video—karena telah dikerubungi aparat keamanan.
Dalam video lainnya sebuah titik api yang besar dapat terlihat di dekat sebuah pos keamanan yang menjadi sasaran pengrusakan.
Video lainnya memperlihatkan seorang anak muda berjaket biru yang kepalanya luka dan dibalut perban dalam keadaan terborgol saat hendak dibawa ke ambulans.
Polisi dan tentara, dalam video lainnya juga terlihat mengerubungi beberapa orang yang tampak memakai atribut medis.
Kepala Humas Polresta Malang, Yudi Risdiyanto, telah merespons pesan BBC NewsIndonesia untuk permintaan wawancara.
Namun Yudi tidak memberikan keterangan tambahan karena dia masih menunggu arahan dari kepala Polresta, “…karena semua satu pintu di Pak Kapolresta,” tulis Yudi dalam pesannya.
Artikel ini akan diperbarui secara berkala.