KUBET – Polri luncurkan robot polisi dan robot anjing, apa gunanya?

Polri luncurkan robot polisi dan robot anjing, apa gunanya?

Robot anjing, Polri

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc

Keterangan gambar, Robot K9 melakukan defile saat upacara HUT ke-79 Bhayangkara di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Selasa (01/07).

    • Penulis, Faisal Irfani
    • Peranan, Jurnalis BBC News Indonesia

Polri memperlihatkan lebih dari 20 robot pada peringatan HUT Bhayangkara ke-79. Robot-robot tersebut muncul dalam bermacam rupa, dari yang menyerupai manusia (humanoid), anjing (robot dog), tank, drone, sampai ropi—akronim “robot pintar”.

Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, membuat klaim pengadaan robot di instansi kepolisian sudah lazim di banyak negara. Dia mencontohkan Thailand, China, serta Singapura.

“Thailand sudah memperkenalkan robot humanoid-nya. Dubai sudah menyatakan juga soal pemanfaatan robot untuk membantu tugas-tugas kepolisian. Bahkan, China sudah uji coba robot polisi untuk patroli dan Singapura mengembangkan kecoak cyborg untuk kegiatan SAR [search and rescue],” ujarnya, Senin (30/6).

Sandi berkata proyek robot itu telah dibahas dalam rencana strategis Polri periode 2025 hingga 2045. Untuk program robot anjing, Polri akan mulai menggunakan anggaran tahun 2026.

Polri menyebut masyarakat Indonesia “masih awam” dengan penggunaan robot-robot dalam tugas keamanan. Meski demikian, Polri menyatakan “antusiasme masyarakat benar-benar di luar ekspektasi” mereka.

Peneliti antikorupsi dan pegiat hukum menyoroti rencana Polri dalam penyediaan robot.

Isu akuntabilitas kebijakan, misalnya, disinggung karena tidak ditemukan dokumen yang menjadi landasan pengadaan robot-robot ini.

Dari tingkat prioritas, kebijakan robot Polri juga dinilai belum terlalu penting. Alasannya, masalah utama kepolisian di Indonesia tidak berkorelasi dengan teknologi.

Kemudian melihat dari sisi pendanaan, satu robot humanoid harganya lebih tinggi ketimbang nilai pagu paket untuk biaya reparasi dan perawatan mobil Brimob di Polda Bengkulu (Rp200 juta) serta perawatan gedung Rumah Sakit Bhayangkara di Blora, Jawa Tengah (Rp89 juta).

Terinspirasi aparat di China dan Dubai

Polri tidak sendiri mengerjakan robot-robot ini. Mereka menggandeng PT Sari Teknologi sebagai mitra. Dalam situs resminya, dijelaskan PT Sari merupakan perusahaan teknologi riset dan edukasi yang berfokus kepada pengembangan robot serta kecerdasan buatan (artificial intelligence).

PT Sari didirikan oleh Yohanes Kurnia pada 2006 di Jakarta. Yohanes meyakini Indonesia memiliki potensi besar untuk menciptakan robot.

“Sari terbentuk karena sebuah ide bahwa Indonesia perkembangan robotnya seharusnya tidak kalah dari negara-negara lain,” jelas Yohanes.

“Tapi, permasalahannya, robot-robot di Indonesia penggunaannya hanya dalam end user atau sebatas di penggunanya saja.”

Intinya, Yohanes melanjutkan, “kami ingin anak Indonesia membuat robotnya sendiri dan tidak cuma membeli dari luar [negeri]”.

Keterlibatan Yohanes dalam industri robot membuat sebuah media massa nasional mendapuknya dengan predikat “Tony Stark dari Cengkareng”.

Robot polisi melakukan atraksi saat upacara HUT ke-79 Bhayangkara di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Selasa (01/07).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Robot polisi melakukan atraksi saat upacara HUT ke-79 Bhayangkara di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Selasa (01/07).

Perjalanan PT Sari dalam mengupayakan terbentuknya ekosistem robotik di Indonesia perlahan membuahkan pengakuan dari banyak pihak, termasuk Polri.

Sebelum bekerja sama dengan kepolisian, portofolio PT Sari merentang panjang. Mereka membikin sistem parkir otomatis, robot jasa pembersih, sampai alat bantu pernapasan dalam konteks pandemi Covid-19.

Di antara itu, nama PT Sari lekat dengan satu produk bernama Robot Pintar Indonesia (Ropi) yang dirancang “memberikan layanan pelanggan yang ramah dan efektif untuk pelanggan industri yang berbeda”.

Secara konsep, robot ini bakal melayani kebutuhan konsumen, baik ketika berbelanja, membeli tiket bioskop, atau memesan makanan. Cara kerja Ropi kurang lebih berbasis aplikasi serta deteksi wajah (face recognition) yang terhubung dengan mesin AI.

Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Polri tidak hanya menunjuk PT Sari Teknologi. Perusahaan Ezra Robotics turut mencuat ke permukaan.

Merujuk laman website-nya, Ezra Robotics merupakan perusahaan teknologi yang berkonsentrasi pada robot empat kaki (quadruped). Mereka mengimpor serta mengembangkan produk buatan China, tepatnya dari pabrikan Deep Robotics.

Satu bulan silam, Mei 2025, Ezra Robotics berkolaborasi dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dalam memproduksi robot anjing. Tujuannya, klaim mereka, untuk “menjawab kebutuhan industri dan masyarakat”.

Produk teknologi ini, nantinya, bakal dilengkapi sistem navigasi, sensor, sekaligus kecerdasan buatan “sehingga mampu bergerak secara mandiri maupun menerima perintah verbal”.

Ketika menjalin relasi dengan Polri, bos PT Sari Teknologi, Yohanes Kurnia, menyebut bahwa teknologi yang dia tawarkan “menyesuaikan kebutuhan unik kepolisian”.

Apa saja “keunikan” tersebut?

Robot humanoid, dengan desain seperti manusia, akan dipakai untuk tugas pelayanan maupun pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Polri mengeklaim robot humanoid efektif bekerja sehubungan pemindaian wajah serta pemantauan pelanggaran lalu lintas secara elektronik. Selain itu, robot humanoid disebut lebih dinamis lantaran mempunyai kemampuan bergerak bebas dan pandangan 360 derajat.

HUT Bhayangkara, Polri, robot polisi

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Keterangan gambar, Robot polisi melakukan atraksi saat upacara HUT ke-79 Bhayangkara di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Selasa (01/07).

Polri menambahkan pihaknya terinspirasi aparat di China dan Dubai yang masing-masing sudah memakai humanoid “untuk patroli kepolisian serta pelayanan perpanjangan SIM [Surat Izin Mengemudi],” terang Juru Bicara Polri, Irjen Sandi Nugroho.

“Untuk robot humanoid hampir sama. Untuk melakukan scanning, identifikasi biometrik Polri, pengenalan wajah di tempat-tempat keramaian, dan untuk pemantauan pada jalur-jalur rawan pelanggaran lalu lintas,” Sandi memaparkan.

Yohanes sendiri memberi catatan bahwa robot humanoid “masih terus dikembangkan dan diadaptasikan dengan keperluan kepolisian di masa depan”.

“Kami masih memerlukan ribuan jam uji coba dan penyempurnaan algoritma sebelum mencapai tingkat operasional penuh,” kata Yohanes.

Sementara robot anjing berseri I-K9 yang digarap Ezra Robotics bisa bertahan maksimal empat jam, menurut keterangan Presiden Direktur Ezra Robotics, Dhanisakka Vardhana.

Dengan dilengkapi AI untuk menganalisa perilaku, I-K9 bakal dioperasikan dalam mendeteksi bahan dan benda berbahaya, di samping misi penyelamatan bencana alam serta pembubaran massa demonstrasi lewat suara ultrasonik.

“Namun, ini lebih efektif karena tidak perlu kita beri makan setiap hari, tidak perlu proses latihan dan tenaga pawang, tahan cuaca ekstrem, dan sebagainya,” ujar Sandi.

HUT Bhayangkara, presisi, robot Polri

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc

Keterangan gambar, Timsus Robotik Presisi Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri mengoperasikan robot polisi saat melakukan defile pada upacara HUT ke-79 Bhayangkara di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Selasa (01/07).

Secara umum, Polri berharap robot-robot ini bisa menunjang kinerja institusi, menciptakan penegakan hukum yang akuntabel dan humanis.

Polri turut menyebutkan bahwa eksistensi robot-robot itu tidak sama sekali mengganti posisi maupun tugas para anggota kepolisian. Dalam situasi polisi berhadapan dengan bahaya, misalnya, maka robot-robot ini yang dikedepankan.

“Robot-robot ini, di masa depan, akan menjadi mitra strategis personel Polri. Mereka dirancang untuk mengambil peran di lokasi berisiko tinggi guna mengurangi paparan bahaya terhadap manusia, sekaligus meningkatkan akurasi operasi,” kata Inspektur Pengawasan Umum Polri, Komjen Dedi Prasetyo, Jum’at (27/06).

Dedi tak menampik jika pengembangan robot yang ditempuh Polri masih sangat di fase permulaan sehingga memerlukan laju berproses yang tidak cepat.

“Kami mengakui bahwa teknologi ini masih dalam tahap pengembangan awal dan akan terus belajar dari praktik terbaik negara-negara maju,” pungkas Dedi.

Harga satu robot humanoid melebihi biaya perawatan Rumah Sakit Bhayangkara

Anggaran untuk pengadaan robot oleh Polri belum dapat diketahui secara pasti. Setelah menelusuri laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Polri, BBC News Indonesia tidak menemukan informasi tersebut.

BBC News Indonesia menggunakan setidaknya tiga kata kunci di pencarian: “robot”, “humanoid“, serta “PT Sari Teknologi”.

Apabila menyimak data perusahaan robotik di luar negeri, Unitree, satu robot humanoid dibanderol paling murah senilai US$16.000 dan US$90.000 untuk harga tertinggi. Dengan demikian, satu robot punya valuasi sebesar lebih dari Rp250 juta—memakai kurs terkini dan asumsi harga maksimal humanoid Polri sekitar US$16.000.

Berpegangan pada hitung-hitungan itu, satu robot humanoid harganya lebih tinggi daripada nilai pagu paket untuk biaya reparasi dan perawatan mobil Brimob di Polda Bengkulu (Rp200 juta) serta perawatan gedung Rumah Sakit Bhayangkara di Blora, Jawa Tengah (Rp89 juta).

Sedangkan harga satu robot anjing, dengan mengikuti standar perusahaan yang membuatnya, Deep Robotics, ditetapkan “nyaris Rp3 miliar untuk model basic-nya sendiri,” ucap Presiden Direktur Ezra Robotics, Dhanisakka Vardhana.

Harga Rp3 miliar ini hampir menyamai nilai pagu paket konstruksi rumah dinas dengan tiga tipe—70, 45, dan 38—Polres Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara, sebesar Rp4,7 miliar.

Pada 2025, anggaran untuk Polri ditetapkan sebesar Rp106 triliun setelah dipotong kurang lebih 16%—dari sebelumnya sekitar Rp126 triliun—imbas kebijakan efisiensi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dari keseluruhan anggaran, 26,91% (Rp34 triliun) dialokasikan ke belanja barang.

Belanja barang merupakan elemen penting dalam distribusi anggaran Polri. Pada 2024, belanja barang termasuk prioritas. Belanja barang Polri ditujukan untuk penanganan tindak pidana narkoba, terorisme, keamanan laut, hingga pengawasan pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara).

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, bilang bahwa lembaganya belum menemukan informasi mengenai perencanaan pengadaan robot.

“Berdasarkan hasil penelusuran ICW terhadap perencanaan Polri dari Sistem Rencana Umum Pengadaan, tidak ditemukan adanya informasi mengenai perencanaan pengadaan robot,” kata Wana kepada BBC News Indonesia, Selasa (01/07).

Polri, menurut Wana, wajib menjelaskan landasan aturan kerja sama dengan pengembang yang ditunjuk. Alasannya, dalam beberapa pemberitaan disampaikan bahwa robot yang ditampilkan di HUT Bhayangkara masih di fase pengembangan.

“Artinya telah ada perjanjian antara Polri dengan perusahaan teknologi sebagai pihak penyedia,” ujar Wana.

“Jika robot tersebut akan dibeli oleh Polri untuk 2026, maka idealnya perlu ada mekanisme lelang agar perusahaan yang memiliki pengalaman dan keahlian dalam membuat robot dapat berkompetisi secara sehat,” tuturnya.

Dalam menjawab kebutuhan dan prioritas Polri, Wana menerangkan, “penting bagi Polri untuk membuka informasi mengenai grand strategy 2025-2045 dan rencana kerja 2026″.

“Sebab, sebelum melaksanakan belanja, perlu adanya identifikasi kebutuhan yang merujuk pada sejumlah dokumen perencanaan,” ucapnya.

“Jika tidak ada kebutuhan di dalam sejumlah dokumen tersebut, maka pembelian robot oleh Polri dapat berpotensi melanggar ketentuan pengadaan barang atau jasa pemerintah,” Wana menerangkan lebih lanjut.

Brimob, Bhayangkara, Polri

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc

Keterangan gambar, Sejumlah pasukan polisi Korps Brimob pada upacara HUT ke-79 Bhayangkara di Jakarta, Selasa (01/07).

Bukan kali ini saja ICW mempermasalahkan dan menggugat penerapan asas keterbukaan Polri.

Pada Agustus 2023, ICW, bersama sejumlah organisasi sipil seperti KontraS dan Trend Asia, menuntut Polri membuka kontrak pembelian gas air mata. Permintaan itu ditolak Polri.

ICW mengindikasikan “adanya informasi yang ditutupi Polri”.

Tuntutan ICW datang merespons dugaan pengerahan kekuatan secara eksesif oleh aparat keamanan terhadap warga sipil. Salah satunya dengan gas air mata.

Temuan ICW memperlihatkan Polri telah lima kali belanja gas air mata dalam rentang Desember 2023 hingga Februari 2024. Anggaran yang dipakai mencapai Rp188,9 miliar.

Dari lima paket pengadaan yang dikerjakan Polri, ICW hanya menemukan satu paket yang menyajikan informasi ihwal jumlah amunisi yang dibeli. Empat paket pengadaan lainnya, tutur ICW, “tidak tersedia informasi secara mendetail tentang jumlah peluru yang dibeli oleh Polri”.

“Hal ini menyulitkan bagi publik untuk menagih akuntabilitas di saat proses penggunaan gas air mata dilakukan secara brutal dan serampangan,” tegas ICW, Agustus 2024.

Risiko robot di sektor keamanan

Robot dalam sektor keamanan bukan lagi sebatas fiksi atau imajinasi.

Perkembangan teknologi memungkinkan robot mengalami evolusi, baik secara bentuk maupun kemampuan. Tak cuma itu, robot berpeluang “menyesuaikan diri” dalam kaitan sejauh mana mereka mampu mencapai tujuan tanpa campur tangan manusia—otonomi.

Bagi kepolisian, selaku aktor keamanan, robot menjanjikan peningkatan kinerja dengan berbagai cara. Secara umum, tulis Max Isaacs, Barry Friedman, dan Farhang Heydari dalam Regulating Police Robots (2025), robot yang dilibatkan polisi dipandang lebih unggul daripada petugas manusia.

HUT Polri, robot

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc

Keterangan gambar, Timsus Robotik Presisi Badan Pemelihara Keamanan Polri mengoperasikan robot polisi pada upacara HUT ke-79 Bhayangkara di Jakarta, Selasa (01/07).

Robot, yang dapat dikendalikan dari jarah jauh, membuat petugas kepolisian tetap aman sekaligus terhindar dari bahaya—sebagai contoh dalam penjinakan bom. Robot, pada saat bersamaan, juga cukup leluasa bermanuver ke area yang sulit, atau tidak mungkin, dijangkau manusia.

Dan, ini yang utama: robot selalu waspada, tidak pernah lelah, atau terganggu.

Tapi, masih mengutip riset di atas, kehadiran robot di sektor keamanan turut pula membawa risiko nyata.

“Robot yang sangat mobile dan dilengkapi kamera, sensor, serta daya analitik secara luas akan mempercepat penyebaran pengawasan polisi, dengan risiko yang menyertainya terhadap privasi individu,” tulis riset tersebut.

“Munculnya robot, dengan kekuatan yang dimilikinya, menimbulkan pertanyaan etika yang mendalam serta memerlukan pertimbangan lebih serius seputar bagaimana robot diberi wewenang bertindak.”

Robot bekerja dengan mengumpulkan data GPS (Global Positioning System), pengenalan wajah, hingga akses ke rekaman CCTV di daerah sekitar. Data-data itu lantas diolah dan dijadikan ‘pegangan’ dalam mengatasi sebuah masalah.

Pengerahan robot, pendek kata, berpotensi mempertajam masalah sistemik dalam bidang penegakan hukum sebab tidak hanya menarget mereka yang diidentifikasi sebagai pelaku kejahatan, melainkan “orang-orang biasa” yang mungkin tidak ada sangkut pautnya dengan aksi kriminal.

Risiko terhadap penegakan hukum adalah satu hal, kerusakan mesin merupakan hal lain. Peluang robot mengalami malfungsi sangat terbuka lebar—hancur, jatuh, ataupun meledak.

Penggunaan robot, riset tersebut berkesimpulan, sudah semestinya dibarengi dengan implementasi aturan yang rigid.

Di Indonesia, sejauh ini, aturan soal ‘pemanfaatan’ robot tidak ada.

Yang pertama dan utama bukanlah teknologi, kata pegiat hukum

Dalam rentang waktu yang tidak kelewat jauh, menjelang perayaan HUT Bhayangkara ke-79, Polri tidak sebatas mengumumkan robot-robot barunya, tapi juga satu kanal informasi bernama PoliceTube.

Kabar mengenai PoliceTube setidaknya dapat ditemukan lewat pemberitaan yang dirilis pada 23 Juni 2025 tatkala Polri mengumumkan kerja sama dengan PT Digital Unggul Gemilang—yang minim jejak di online—untuk pengembangan serta pengelolaan PoliceTube.

“Kehadiran PoliceTube ini diharapkan akan mengukir sejarah dan membawa harapan besar bagi pelaksanaan kehumasan di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia,” kata Juru Bicara Polri, Irjen Sandi Nugroho.

Kata kunci PoliceTube, menurut Polri, adalah “kehumasan”.

Polri mengatakan PoliceTube berpeluang menjadi lompatan besar bagi mereka dalam penyebaran informasi tentang kinerja lembaga guna meningkatkan kepercayaan publik.

PoliceTube, tutur Polri, diharapkan dapat menjadi “platform video sharing yang mendukung transformasi digital institusi dalam rangka publikasi kepada masyarakat luas”.

BBC News Indonesia mencoba mengakses PoliceTube.

Tampilan depan PoliceTube kurang lebih mirip salah satu platform video populer, dengan berbagai fitur—riwayat tontonan, playlist, atau konten yang disukai—terletak di sebelah kiri. Pengunjung dapat mencari video tertentu lewat akun baru atau cukup mengetik informasi yang ingin dicari.

Di bagian paling atas, PoliceTube menyediakan berbagai kategori video, mulai dari polda, polres, polsek, sampai yang berjenis kolaborasi. Khusus kategori “polda”, PoliceTube menautkan link ke akun-akun resmi polda di Indonesia.

Rata-rata per video punya panjang tidak sampai lima menit, dan mengumpulkan views di bawah 500.

Sebagaimana tujuan kanal ini dibentuk, muatan konten tidak jauh-jauh dari sosialisasi kegiatan, update terkini perihal kasus tertentu, siaran konferensi pers, hingga tayangan acara internal.

Kemunculan robot dan saluran PoliceTube ditegaskan Polri sebagai segelintir metode untuk meningkatkan kualitas kerja yang berpedoman kepada pelayanan masyarakat sekaligus pemenuhan keamanan maupun ketertiban.

Polri, Listyo Sigit

Sumber gambar, POLICETUBE

Keterangan gambar, Tampilan PoliceTube.

Apakah dua hal itu, robot serta PoliceTube, mendesak dipenuhi? Atau yang utama: relevan?

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menegaskan Polri semestinya mengalihkan perhatiannya ke persoalan yang mendasar: penegakan hukum.

Julius memberi contoh betapa lambannya pemrosesan laporan pengaduan masyarakat yang menjadi korban tindak kejahatan, apa pun wujudnya.

“Tindakan yang sering dilakukan kepolisian ini adalah undo delay. Laporan masyarakat tidak direspons atau dicuekin sama polisi,” ujarnya saat dihubungi BBC News Indonesia, Selasa (01/07).

“Ini yang sering viral dan sehingga muncul istilah no viral, no justice. Jadi, kalau enggak viral, maka tidak akan ditangani kepolisian.”

Polri sempat diprotes warganet perihal ini, melahirkan gelombang tagar #PercumaLaporPolisi. Warganet saling mengutarakan pengalamannya berurusan dengan polisi yang, sayangnya, tidak berakhir baik. Polisi dianggap tidak serius mengusut laporan tindak pidana dari masyarakat.

Julius berpendapat akar dari permasalahan itu ialah lemahnya kapasitas anggota kepolisian dan standar profesionalitas yang rendah. Bicara mengenai respons lanjutan dari aduan masyarakat, “maka tidak ada kaitannya dengan robot”, kata Julius.

Kalau Polri memang hendak memperkuat aspek digital maupun mengikuti arah kemajuan teknologi, komitmen tersebut seharusnya dialihkan ke “dugaan tindak pidana yang marak dalam 10 tahun terakhir”, ucap Julius.

“Dugaan tindak pidana kejahatan digital seperti judi online, penipuan lewat email maupun aplikasi, sampai investasi bodong,” tuturnya.

“Kalau mau [menyelesaikan masalah] lewat digital dan teknologi, itu yang diperlukan.”

Julius menekankan rentetan kasus kejahatan digital begitu mengkhawatirkan, baik dari sisi taktik maupun penanganannya. PBHI bahkan pernah mengadvokasi kasus yang “sudah dua sampai tiga tahun tidak kunjung diselesaikan”, imbuh Julius.

“Mangkrak begitu saja setelah bolak-balik tanpa kejelasan,” ujarnya.

Dalam lingkup penyediaan robot, Julius menjelaskan, nuansanya lebih kental akan konteks ketertiban umum yang termanifestasi lewat, salah satunya, konsentrasi massa. Julius memandang robot tidak otomatis menyelesaikan keruwetan yang muncul selama kepolisian tidak berefleksi atau merapikan pangkalnya terlebih dahulu.

Polri

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Didik Suhartono/YU

Data KontraS, organisasi nonpemerintah yang mengawal isu keadilan serta penyelesaian HAM, menyatakan Polri merupakan aktor di balik 602 peristiwa kekerasan sepanjang 2025 berjalan, tersebar dari Aceh sampai Papua.

Dari angka keseluruhan tersebut, 411 peristiwa adalah penembakan, disusul penganiayaan (81), penangkapan sewenang-wenang (72), serta pembubaran paksa (43). Masih ada penyiksaan (38), intimidasi (24), kriminalisasi (9), kekerasan seksual (7), dan peristiwa tidak manusiawi lainnya (4).

Korban kekerasan polisi pada 2025 menyentuh 1.085 orang, dengan rincian 1.043 mengalami luka-luka dan 42 lainnya meninggal dunia.

Setahun sebelumnya, 2024, Komnas HAM mendapuk kepolisian menjadi pihak yang paling sering dilaporkan dalam urusan pelanggaran HAM dengan 350 aduan—dari total 1.227 yang dihimpun pada semester pertama 2024.

Polisi, Komnas HAM meneruskan, berperan serta dalam serangkaian perkara seperti kelambatan memberikan layanan, kriminalisasi kepada masyarakat, menghalangi proses hukum, sampai penyiksaan.

Kasus-kasus kejahatan, juga kekerasan, dengan kepolisian sebagai pelakunya tak jarang terjadi lantaran relasi kuasa yang timpang.

Di Grobogan, Jawa Tengah, Maret 2025, polisi diduga menyiksa pencari bekicot hingga tewas. Korban dituduh mencuri mesin pompa air. Hasil penyelidikan menyatakan tudingan itu tidak dapat dibuktikan—alias korban tidak bersalah.

Di Balikpapan, 2019, warga bernama Herman dituduh polisi mencuri ponsel. Dia lalu dibawa ke kantor polisi guna menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Dua hari setelahnya, Herman tewas. Ternyata, Herman dihajar. Enam polisi ditetapkan tersangka.

Selama 2011-2019, sudah ada hampir 700 orang yang menjadi korban penyiksaan dalam tahanan oleh polisi. Sebanyak 63 orang meninggal dunia. Penyiksaan dipakai untuk memperoleh pengakuan. Korban dipukul, disetrum, dibakar, hingga ditembak.

Level kekerasan oleh polisi terjadi dalam skala yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur, Fajar Widyadharma Lukman, terbukti memerkosa tiga anak di bawah umur. Dia merekam kekerasan seksual itu dan menjualnya ke situs porno berbasis di Australia. Lukman juga dinyatakan mengonsumsi narkotika.

Kapolri

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nz

Keterangan gambar, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Denpasar, Bali, Senin (16/06).

Siklus kekerasan yang terus terulang, merujuk catatan Amnesty International Indonesia, berangkat dari impunitas (kekebalan) di tubuh kepolisian itu sendiri. Polri, menurut Amnesty, “terkesan membiarkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan anggota kepolisian”.

“Rentetan kasus pelanggaran HAM harus menjadi alarm yang serius bagi kepolisian untuk segera melakukan reformasi yang menyeluruh di tubuh kepolisian,” tulis Amnesty, Maret 2025.

Maka dari itu, Julius mengungkapkan, “pengadaan alat ini menjadi satu capaian yang tidak relevan dengan tugas, pokok, dan fungsi [tupoksi] kepolisian apabila dihubungkan dengan urgensi yang dihadapi masyarakat”.

Tinggalkan Balasan